Jumat, 14 Agustus 2009

Jeratan Hutang Nekolim (Refleksi atas HUT RI ke 64)


Oleh: Abdul Muin Angkat

Pelapukan nasionalisme bukan sekedar fenomena, bahkan secara sistematis telah di terapkan oleh kolonialisme belanda untuk mengisap kekayaan indonesia tidak hanya dilakukan semenjak penjajahan fisik, sampai agresi I dan II, bahkan pasca kemerdekaan indonesia tahun 1945. Kilas balik penjajahan yang mencengkram, bukan saja pada zaman VOC yang menguasai kekayaan rempah-rempah tetapi juga menerapkan politik devide et impera untuk menguasai kerajaan-kerajaan di indonesia, memeras dan mewajibkan membayar upeti dan pajak. Anehnya, hutang indonesia (baca; penjajah belanda), sejak tahun 1937, 1939 tercatat 33 milyar gulden, termasuk 4,3 milyar gulden merupakan kewajiban sebagai bangsa terjajah untuk membayar hutang tersebut, dan indonesia dipaksa melalui perjanjian konferensi meja bundar.

UU Penanaman Modal Asing


Terdapat dua undang undang tentang penanaman modal asing yang dicabut oleh Presiden Soekarno, yaitu UU no. 16/1965 mencabut UU no.78/1958, serta UU no. 1/1966 tentang penarikan indonesia dari keanggotaan IMF dan Bank dunia. Pada saat UU tersebut dicabut kita berpandangan bahwa Presiden Soeharto konsisten terhadap prinsip-prinsip Berdikari yang dengan secara tegas menyatakan "penghisapan rakyat indonesia oleh kolonialisme dan feodalisme harus dikikis habis". Ini tentu menyangkut dignity keberhargaan diri sebagai satu nation, apalagi kalau dihubungkan dengan Tri sakti Soekarno yaitu kemandirian dibidang ekonomi, politik dan kebudayaan. Kita sepakat bahwa dengan jeratan hutang yang terus menggerogoti bangsa ini rasa kebangsaan dan nasionalisme akan memudar.

Bahkan dalam tempo yang tidak terlalu lama kemudian, secara mengejutkan terjadi perubahan drastis tiga undang-undang diterbitkan sekaligus pada tanggal yang sama tanggal 8 nopember , yaitu pertama, UU no. 7 /1966, tentang persetujuan mengangsur hutang antara Belanda dan Indonesia. Kedua, UU no. 8 /1966 tentang keanggotaan RI di ADB dan ketiga UU no. 9 /1966, tentang keanggotaan RI di IMF dan IDB. Terhadap perubahan ini tentu kabinet diterpa konflik. Karena apapun alasannya, policy pemerintah untuk kembali menyetujui untuk masuk sebagai anggota IMF dan IDB mempertaruhkan citra kepemimpinan Presiden Soekarno sebagai pemimpin di dunia ketiga sungguh sulit untuk dimengerti. Apakah ini merupakan paksaan terselubung dari nekolim sebagai bentuk penjajahan ekonomi?

Setelah Orde baru lahirnya UU no 1/1968 tentang Penanaman modal asing, serta UU no. 8 /1968 tentang Pertambangan tetap memakai pola yang sama seperti VOC menggarap perkebunan di indonesia, secara "irrasional" undang undang tersebut lebih banyak menguntungkan pihak asing. Lebih jauh lagi indonesia memberlakukan liberalisasi perbankan pada 1 juni 1983. Para pejabat fiskal dan moneter begitu antusias menerapkan konsensus washington yang berisikan disiplin fiskal, liberalisasi perdagangan dan investasi asing, liberalisasi keuangan dan perbankan, dan privatisasi.

Jeratan Hutang


Jeratan hutang Indonesia sejak orde baru sebesar 1300 triliun, ditambah 400 triliun pemerintahan SBY, dan akan bertambah lagi 500 triliun akhir 2009, maka total hutang luar negeri mencapai 2200 triliun rupiah. Ini akan mengakibatkan membengkaknya beban hutang lebih 30% nilai APBN setiap tahunnya, yang berdampak kepada keterpurukan ekonomi kalau salah sasaran.

Dampak globalisasi dan pasar bebas, ternyata dapat menguburkan nilai nilai kemanusiaan dan keadilan dengan maraknya praktek neo imperialisme dan neo kapitalisme abad ke-21 yang menciptakan kemiskinan negara berkembang termasuk indonesia. Asset bangsa dan sumber daya alam dengan mudah tergadai ke investor asing, tanpa memikirkan kesejahteraan anak cucu bangsa. Ketergantungan kepada negara asing dalam segala aspek kehidupan terutama bidang ekonomi sangat memprihatinkan.

Pertanyaan pertama dari fenomena diatas, sampai kapan indonesia terlepas dari jerat hutang, sedangkan tingkat kemiskinan pada maret 2006 tercatat 39,05 juta (17,75 %) padahal menurut Bank dunia jumlah orang miskin mencapai 108,7 juta penduduk? Bukankah pada pasal 33 UUD 1945 telah dijelaskan; (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan? dan (2) Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat? Bukankah negeri ini penghasil LNG no 1 di dunia, penghasil kopi no.2 terbaik di dunia, penghasil rempah rempah terbaik di dunia dan 25 % jenis ikan di dunia berada diperairan indonesia. Pertanyaan kedua, kapankah pemerintah berhenti membuat hutang dan menegosiasikan kembali pembayarannya? Kelihatannya ini tidak mungkin terjadi, sebab pemerintah kembali melakukan tambahan pinjaman di penghujung 2009. Kasus nigeria dan argentina yang berhasil menegosiasikan hutang hutangnya hanya menjadi mimpi bagi indonesia.

Political Will Pemerintah

92 % tambang minyak dan gas indonesia dikuasai asing mengakibatkan kerugian besar disisi ekonomi finansial, mengapa potensi strategis blok cepu justru diserahkan kepada investor asing? bukankah ini merupakan satu pertanda bahwa penyelenggara negara tidak mau mandiri dibidang ekonomi? apakah ada hubungannya dengan kelemahan mental yang tidak mempunyai daya juang tinggi? kecenderungan senang menyerahkan kekayaan alam bernilai tinggi kepada pihak asing akan mengakibatkan ketergantungan yang besar kepada asing untuk memenuhi migas nasional. Jaminan kemewahan, kekuasaan, keagungan dan kehormatan bagi penyelenggara negara apakah belum cukup untuk sekedar mengingat kesengsaraan rakyat? mengapa mengabdi bukan untuk rakyat? Atau adakah kecenderungan ini telah dipersiapkan secara sistematis sebagai perpanjangan tangan pihak asing?

Perlu political will pemerintah untuk mewujudkan indonesia mandiri agar memberi manfaat besar guna peningkatan kesejahteraan rakyat. Strategi eksploitasi sumber daya alam menuntut perbaikan yang significant. terutama tentang revisi kontrak karya dan skim win win solution pengalihan sumber daya alam kepada pihak swasta dan asing yang lebih menguntungkan secara finansial untuk jangka panjang.

Harapan Sebagai Bangsa Mandiri

Masih terdengarkah suara suara sumbang yang menertawakan bangsa ini di dalam perbincangan sosial yang menggambarkan indonesia sudah mirip banana republic ? masih sering kah kita membaca publisitas internasional yang menempatkan indonesia di nomor nomor paling buncit seperti daya saing bangsa, human development index 2006, posisi 111 dari 178 negara khususnya dalam rate economy statitic nya, korupsi sampai kepada posisi perguruan tinggi indonesia yang belum pernah menembus angka 100 terbaik dunia? dan tentang kemiskinan?setelah 64 tahun merdeka masihkah lampu listrik belum mampu menerangi desa-desa miskin di belahan timur atau barat indonesia?-----"kehancuran bangsa ini nyaris sempurna-----" hal inilah yang disampaikan oleh cendekiawan Prof.Dr. Syafei Maarif menyikapi permasalahan indonesia akhir-akhir ini.

Masihkah mungkin tri sakti soekarno tentang kemandirian ekonomi, politik dan kebudayaan diwujudkan pasca HUT RI ke 64 ini? atau harus kah kita membuktikan terlebih dahulu mile stone kemandirian kita lewati dengan menjawab 1)tercapainya tingkat intlektual memadai 2)tingkat pengelolaan SDA dan aset strategis yang proporsional 3)tingkat pembangunan yang berkeadilan. wallahu alam

Referensi;
1. Saparini, H. (2007). Pengelolaan blok cepu: manfaat minimal dengan pengorbanan maksimal. Makalah.
2. Noorsy, I. (2006). Kemandirian ekonomi, cita-cita yang tergadaikan. Makalah dalam Dialog Kebangsaan Dirjen DIKTI Depdiknas.
3. Isra, S. (2006). Jalan berliku memberantas korupsi (Mewaspadai corruptors fight back). Makalah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar