Kamis, 30 Juli 2009

Neolib VS Ekonomi Konstitusional




Oleh: Abdul Muin Angkat

Adam smith, "Mbahnya" liberalisme-kapitalisme sejak th 1776 telah mencanangkan motif kebebasan mengejar kepentingan individu sebagai "dogma" yang penuh keniscayaan. Dalam buku the wealth of nation dijelaskan terjadinya konsep pasar yang merupakan transaksi antara pembeli dan penjual dengan cara efisien. Lebih jauh dijelaskan bahwa mekanisme pasar dijalankan dengan prinsip laizzes faire (persaingan bebas), yang tidak perlu dicampuri oleh pemerintah karena bandul keseimbangan pasar secara otomatis akan mencapai titik equilibrium nya sendiri. Apa yang terjadi dengan krisis finansial global akhir-akhir ini? Ternyata the invisible hand yang ditengarai ikut mengatur keseimbangan itu ambruk oleh keserakahan manusianya, ditandai dengan bangkrutnya ratusan bank strategis termasuk salah satu bank terbesar di AS yang berusia lebih 100 tahun Lehman Brothers.

Apa yang salah dalam sistem perekonomian kita?

Seperti yang kita ketahui pengertian liberalisme klasik, merupakan kegiatan ekonomi yang digerakkan oleh "price" berdasarkan supplay and demand. Secara sederhana definisi ekonomi, adalah ilmu yang mempelajari bagaimana usaha manusia atau negara dapat memenuhi kebutuhan atau keinginan yang sifatnya tidak terbatas, sementara sarana pemenuhannya terbatas. Tidak sinkronnya antara pengeluaran dan pendapatan, antara dassein-dassollen, ditentukan oleh perilaku ekonomi. Salah satu kewajiban ekonomi negara mengatur bagaimana cara untuk meningkatkan kemakmuran demi kepentingan bersama (agregat).

Menurut Von Hayeck, pengertian liberalisme yang semula meliputi pengertian falsafati secara individual, ternyata melebar kepada praktek ekonomi secara komersial ke bidang-bidang lain seperti hukum,pendidikan, kebudayaan dan politik. Ketika pergeseran nilai itu terjadi maka sejak itu pengertian baru neoliberalisme atau neolib muncul kepermukaan. Salah satu negara berkembang yang di indikasikan menjadi sub-ordinatnya washington konsensus ialah indonesia. Pertama, ada tanda-tanda pemerintah indonesia diharuskan untuk memprivatisasi BUMN, dan mencabut subsidi pemerintah. Dalam hal ini cawapres Budiono yang pernah menjabat sebagai Menko perekonomian tidak mengakui bahwa indonesia adalah neolib, walaupun secara defacto terasakan ada.

Secara garis besar ada dua sistem ekonomi yang dikenal di dunia yaitu, sistem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi sosialis. sistem ekonomi kapitalis mengakui pemilikan individual atas sumber daya ekonomi atau faktor produksi. Persaingan dan kompetisi antar individu diberikan sebebas-bebasnya dalam memenuhi kebutuhan hidup. Prinsip" keadilan"
bagi sistem ekonomi kapitalis ialah "setiap orang menerima imbalan berdasarkan prestasi kerjanya". Campur tangan pemerintah sangat minim, hanya berposisi sebagai pelindung atau pengamat. Sebaliknya pada sistem ekonomi sosial, sumber ekonomi atau faktor produksi diklaim sebagai milik negara. Imbalan yang diterimakan kepada orang perorangan didasarkan kepada kebutuhannya. Prinsip "keadilan" yang dianut adalah setiap orang menerima imbalan yang sama. Kadar campur tangan pemerintah sangat tinggi terutama untuk memutuskan perencanaan ekonomi produksi.

Ideologi dan Filsafat Pancasila

Sebagai suatu sistem pemikiran yang mempunyai norma dan cita-cita untuk di-aktualisasikan ideologi Pancasila merupakan dasar strategis untuk menghadapi persoalan yang timbul di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pertama, Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum yang termaktub di dalam Pembukaan UUD 1945 seyogianya menjadi rujukan atas pelaksanaan pasal-pasal UUD 1945. Kedua, ditinjau dari hakekat manusia yang mono pluralis, sifat kodrat manusia adalah mahluk individu dan sosial, sedangkan dalam kedudukan kodratnya sebagai mahluk Tuhan, tentu sangat berbeda dengan paham liberalisme sebagai ideologi politik yang individualistik.

Dalam sebuah panel diskusi di jakarta baru-baru ini Dr Hendri Saparini seorang pakar ekonomi dari econit yang tetap konsisten sejak th 1994 mengembangkan ekonomi pro rakyat guna membangun kemandirian bangsa, menegaskan bahwa ekonomi konstitusional seyogianya dibangun didalam pilar utama pasal-pasal UUD 1945 yang menjelaskan hak-hak warganegara pasal 27(2); pasal 28 c, pasal 31 tentang hak mendapat pendidikan,pasal 33 (1,2,3) dan pasal 34 tentang fakir miskin dan jaminan sosial. Pasal -pasal tersebut merupakan nuansa batiniah nilai-nilai Pancasila

Sistem Ekonomi Konstitusional

Apa yang harus dilakukan Pemerintah pemenang Pemilu 2009?Apakah harus menunggu rancangan UU Perekonomian nasional yang disyaratkan didalam tambahan ayat pasal 33 hasil amandemen?Berapa lama lagi menunggu lahirnya UU tersebut agar para para penyelenggara negara dapat melaksanakan perintah undang-undang secara murni dan konsekwen?Seandainya saja DPR RI hasil Pemilu 2009 mampu bersikap kritis, objektif dan mampu mengawal seluruh perundang-undangan agar di jalankan secara konstitusional dengan penuh tanggung jawab terhadap bangsa dan negara ,maka cita-cita negara untuk menggapai masyarakat yang adil di dalam kemakmuran dan makmur di dalam keadilan dan dinafasi oleh sila Ketuhanan YME, akan terwujud dalam waktu yang tidak terlalu lama, semoga.


Referensi;
1. Dumairy (1999). Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga.
2. Tulus T.H Tambunan (2001). Perekonomian Indonesia. Jakarta: Ghalia.
3. Kaelan (2008). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma







Senin, 27 Juli 2009

Sumber daya alam dan kapitalis

Pembahasan ekonomi neoliberal atau yang lebih kita kenal dengan sebutan neolib akhir akhir ini marak. Hal ini terkait dengan isu salah satu cawapres yang ditengarai berasal dari kaum neolib, yang konon mereka adalah gemblengan AS sehingga hal tersebut oleh lawan politik dijadikan sebagai senjata, untuk menyerang hingga timbul istilah "ekonomi kerakyatan". Tentu saja hal ini dibantah oleh peserta pilpres incumbent bahwa indonesia tidak menganut faham neolib atau washington consensus.

Negara ini bukan negara sekuler, bukan negara sosialis juga bukan negara islam. Pada zaman Orba, negara kita bukan penganut sistem demokrasi liberal, bukan pula diktator. Sistem republik kita juga bukan presidensial murni, bukan pula parlementer. Demikian pula dengan sistem prekonomian, bukan ekonomi liberal, kapitalis atau ekonomi islam. Bisa saja pemimpin-pemimpin bangsa ini membantah, tetapi kenyataan dilapangan berkata lain. Ambil satu contoh, para pemilik modal (kapital) begitu mudah mendirikan bangunan-bangunan megah (seperti supermarket-supermarket), padahal masih banyak bangunan-bangunan serupa yang sudah didirikan, tetapi akhirnya banyak yang terbengkalai.

Sementara disisi lain, rakyat miskin semakin sulit urntuk mendapatkan tempat tinggal, dan akhirnya mereka rela tinggal di tempat-tempat berbahaya. Demikian juga pemerintah, tidak peduli terhadap kenaikan BBM. Padahal, Indonesia adealah negara yang kaya minyak, tetapi untuk mendapatkannya harus ditebus dengan harga yang sangat mahal, bahkan seringkali langka. Hal ini setelah ditelusuri, ternyata sumber daya alam banyak yang dijual/diprivatisasi negara kepada pihak para pemilik modal (kapitalis) atau bahkan kepada pihak asing.

Ditilik dari contoh-contoh tersebut, tidak cukup bukti bahwa indonesia menganut sistem kapitalisme-sekulerisme, yang mengharuskan pemerintah tidak ikut campur tangan dalam urusan ekonomi, yang artinya membiarkan pasar yang menentukan. Apakah kita masih percaya dengan sistem ini? Apapun namanya ketika asasnya sekuler kapitalis,tidak akan pernah menyejahterakan rakyat. Saatnya kita ucapkan selamat tinggal kapitalisme.


dikutip dari: Ratna Tri, Harian Kompas-surat pembaca tgl 26 juli 2009. Jakarta.