Minggu, 12 Februari 2012

Catatan Biografi 70 tahun Effendi Yusuf SH

Oleh; abdul muin angkat

 
Ada beberapa peristiwa kenangan yang tak terlupakan dengan Bung fendy, bila waktu diputar kebelakang maka terasa memory itu muncul dalam ingatan dan rasanya kejadiannya, baru seperti kemarin, padahal itu terjadi lebih 30 tahun yang lalu semasa Mas isman masih hidup. Bung Fendi muncul pada saat Generasi Muda Kosgoro fakum, saat itu Ketua umum GMK adalah Ismuyanto alm, dan ketika itu sedang mengalami musibah terdakwa dalam peristiwa criminal, beliau dipenjara. Praktis kepemimpinan GMK stagnan dan kepengurusan tidak berjalan sama sekali. . Mas Isman yang mempunyai TAP IX, menggunakan Hak nya untuk mereformasi GMK saat itu, dan beliau ditunjuk sebagai Ketua Umum Generasi Muda Kosgoro yang didampingi oleh Wawan Gunawan sebagai Sekjen.
Saya sendiri ditunjuk sebagai ketua VI, dan dipercaya sebagai ketua pelaksana Fortanas (forum tatap muka nasional) semacam forum kaderisasi Kosgoro. Pelaksanaan Fortanas tersebut sepenuhnya dilaksanakan di Gedung juang '45 Menteng, dan semua peserta menginap di Asrama mahasiswa Kuningan. Yang paling mengesankan sikap kebapaan beliau membimbing kami yang muda-muda bekerja, menemani kami di Kuningan, melihat semua kebutuhan kami, dengan sabar mendampingi panitia kalau kalau menemui kesulitan.
Merupakan suatu kebanggaan tersendiri di forum itu diiisi oleh nara sumber yang istimewa. Ada 7 (tujuh) menteri yang hadir dan termasuk Sudomo adalah Menakertrans yang menerima delegasi GMK daerah diruang kerjanya secara khusus.
Bung Fendy berhasil mengantarkan GMK sebagai penerus tongkat estafet Kosgoro dengan tampilnya Mas Hayono isman sebagai Ketua umum GMK tahun 1985 sd 1990, di Kali Soro Solo.Salah satu program unggulan saat itu "kembali ke desa" dengan mengambil episode perjoangan Mas Isman ketika bergerilya sekitar Wlingi sampai malang.
Kedua, terpilihnya kembali Bung Fendy sebagai ketua umum PPK Kosgoro di Bali, adalah hasil aklamasi , ketika mas Hayono Isman berhasil meyakinkan para pengurus daerah untuk menerima kehadiran Bung fendy menggantikan dirinya. Itu terjadi pada tahun 2006. Kepercayaan Mas hayono Isman kepada Effendy yusuf bukan hanya konsistensi dan loyalitas, tetapi lebih daripada itu, kesetiaannya terhadap misi perjuangan dan pengabdiannya yang tinggi. Bung fendy adalah seorang yang meniru sosok Mas Isman sebagai pemimpin, yang hatinya begitu cair bila melihat wajah yang memelas.
Dengan sabar, dan penuh welas kasih, dia mampu menerima tamu dirumahnya sejak subuh sampai menjelang berangkat kekantor, rumahnya penuh tamu dari segala lapisan, dari persoalan mahasiswa, rumah sakit, bayar hutang sampai keperluan tetek bengek, orang sakit dan lain-lain. Ia menerima 'pasien' layaknya seorang dokter yang mendiagnose penyakit, tapi tanpa selidik dan tanya macam-macam. Hanya satu kata, bantuan! Dengan senyum, Ia telah mampu memberikan harga yang pantas terhadap siapapun, dan anehnya Ia telah menyiapkan nya dengan ikhlas.
Mas Isman sering berpesan, berikan lah bantuan kepada yang membutuhkan, Kalau tidak punya mintalah kepada yang punya, atau sebaliknya orang berkuasa selalu membagikan dan meng-ikhlaskan 'kekuasannya' untuk membantu orang lain. Pengertian gotong royong ini sangat melekat dihati Bung Fendy, hari-harinya selalu diawali dengan ketulusan dan welas kasih. Ia dicintai oleh teman-temannya dan adik-adiknya. Ia sama dengan Mas Isman!
Sekali, Ia pernah marah betul kepada Johan Karundeng karena tidak bisa mengamankan policy kepemimpinannya. Johan membuat Diskusi dengan tajuk Quo vadis Kosgoro? Isinya mengecam dan membiarkan suara-suara sumbang yang mengkritik. "Kosgoro mati suri", kata sebagian. Johan terpaksa dengan segala cara meyakinkan Bung fendy, bahwa yang dibahas dalam diskusi termasuk paper dari Gus Dur yang memang judulnya persis sama beberapa tahun yang lalu. Ia kembali tersenyum mendengar penjelasan, dan kemudian sikapnya biasa seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Ketika masa bakti kepengurusannya selesai Nopember 2011, Ia menarik nafas panjang, karena lega telah berhasil menyerahkan kepemimpinannya kembali kepada Hayono Isman. Lima tahun lebih, bukan waktu yang singkat. Ia berhasil mempersatukan seluruh potensi yang terserak. Ia mewujudkan kebersamaan, tanggung jawab serta kesetiaan terhadap cita-cita. Amanah yang dititipkan kepadanya dipertanggung jawabkan dengan baik.
Suatu waktu, Dia dituding oleh anak-anak muda yang merasa tidak puas, Ia tetap tenang menghadapinya, seperti keluarga sendiri. Seharusnya Ia marah, tapi tetap tidak bisa. Ia selalu tersenyum membiarkan orang melepas emosinya dengan sabar. "bukankah mereka sama saja dari muin-muin yang dulu; yang keras dan ber-api-api"? katanya, dan mereka suatu waktu kelak akan menjadi seorang yang fanatic terhadap Kosgoro!
Ucapan nya terngiang-ngiang ditelinga, "ya bukankah Kosgoro menjadi ladang pengabdian?" Mengapa kita merasakan semacam 'candu' untuk selalu dekat dan merasa sebagai rumah sendiri? Ternyata polesan Bung Fendy terhadap kader-kadernya sarat dengan persahabatan dan humanism. Ia menurunkan derajatnya sama dengan dengan orang lain, Ia tidak merasa ada perbedaan tinggi dan rendahnya orang, Ia sangat humanis dan demokratis, "meng-wong ke wong" sebagai ciri mamanusiakan manusia.
Efendy yusuf pernah menjadi Sekjen PPK Kosgoro, ketika ketua umumnya Bambang W soeharto. Tetapi selama kepemimpinannya kami berempat sebagai wakil Sekjen, Abdul muin angkat, Aris Abdullah, Syahrul Bunga Mayang,Berni Tamara dan Tjokro Suprianto alm sangat dipercaya mewakili beliau menjalankan fungsi ke sekjenannya. Dalam hati saya sering bertanya mengapa beliau bersikap demikian? Ternyata yang diberikannya adalah suatu pendidikan politik jangka panjang, kepercayaan terhadap tugas dan misi. Saya dan Bung Syahrul dididik menjadi Sekjen yang sebenarnya, nyaris juga Bung Abdullah menjadi Sekjen PPK kosgoro. Dua wakil ketua umum PPK kosgoro adalah proyek kemanusiaan yang luar biasa. Terimakasih Bung!
Barangkali Dia memang seorang pantas menjadi orang pertama, bukan orang kedua. Dia adalah pemimpin kharismatis, mirip Mas Isman. Posisinya diberikan kepada orang lain agar punya pengalaman dan kesiapan. Dia tidak pernah membimbing secara langsung, kehadiran dirinya seperti udara, terhisap tanpa terasa. Itulah sosok lebih jauh tentang Efendy yusuf yang saya kenal, yang memberikan saya inspirasi tentang sebuah kehidupan dan kepemimpinan.
Di usia yang ke- 70, semoga kenangan ini bisa mengisi catatan kecil tentang Efendy yusuf, sahabat, abang, dan sekaligus senior. Saya selalu memanggilnya "bung" mengingatkan bahwa Ia seorang egalitarian yang tidak pernah melihat perbedaan sebagai suatu yang principal. Hangatnya berteman dengan beliau terasakan sampai ke ubun-ubun, sambil mendengarkan lagu stranger in the night yang sering didendangkan lamat-lamat ketika bernyanyi kecil dipojok ruangan, di Cikditiro 34. Tiada hari tanpa senyum, kita selalu optimis bila berada di dekat beliau. Dunia ini serasa tidak hampa! Dirgahayu bung!