Tampilkan postingan dengan label Politik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Politik. Tampilkan semua postingan

Senin, 17 Januari 2011

KRITIK ATAS KEBOHONGAN PUBLIK



Kalam;

Mengapa sampai Menkopolhukham Djoko Suyanto, atas nama pemerintah menanggapi pernyataan 17 tokoh agama, bahwa kebohongan public yang di alamatkan kepada pemerintahan SBY, tidak beralasan. Semua dokumen dan data tentang penyelenggaraan kenegaraan yang menyangkut kebijakan disertai data yang akurat oleh masing-masing Kementerian, dilakukan secara professional. Bahwa terjadi analisis lain dari data yang berbeda, tentu ini bisa di koreksi secara terbuka.

Sabam Sirait tokoh PDIP di dalam wawancara oleh Metro TV sabtu (15/1) tentang 18 kebohongan pemerintah SBY, yang disampaikan oleh pimpinan lintas agama adalah valid. Integritas keilmuan para tokoh tidak diragukan. Sabam menilai bahwa para Menteri di dalam cabinet justru tidak membantu Presiden,mereka banyak menambah keterangan yang justru memicu masalah baru. Bagaimana kelanjutan Lapindo? Krakatau Steel?

Yang menarik dari wawancara ini ketika Sabam memberi contoh adanya satu gebrakan Pemimpin Cina, Deng shioping yang secara tegas dan dingin memperbolehkan anaknya sendiri harus ditembak mati. Mungkin contoh pemimpin yang berani memberantas korupsi sampai keakarnya, dengan menghunus pedang perang, oleh seorang Presiden adalah satu tindakan yang sangat ditunggu masyarakat.Sungguh suatu tindakan yang kesatria dan dramatis.

Dari ketatnya kompetisi global, untuk memajukan negaranya ternyata pemimpin Cina unggul dalam segala hal, bayangkan dari tahun 1981 penduduk miskin di Cina sebanyak 64 %, tahun 2004 berkurang menjadi 10 %, dan pada tahun 2010 menurun lagi sampai 7%. Ini dengan perhitungan index layak hidup yang ditetapkan PBB sebesar 2 dollar/hari. Bandingkan dengan penduduk miskin di Indonesia berdasarkan data Statistik nasional, pendapatan percapita @12 rb /bln atau rp 7000 perhari . Kalau disamakan dengan index layak hidup sebesar 2 dollar perhari, maka sebesar 100 jt penduduk miskin di Indonesia masih menjadi ancaman terjadinya frustasi sosial. Bukankah ini merupakan kegagalan satu Rezim pemerintahan yang tidak pro rakyat?

Gus solah ketika ditanyakan tentang latar belakang munculnya kritik para tokoh agama menjelaskan, bahwa banyak janji pemerintah yang belum ditunaikan, seperti janji memberikan telepon seluler kepada TKI, kasus TKI yang terlantar di bawah kolong jembatan di Arab Saudi, melanggar Pembukaan UUD '45 bahwa Negara melindungi segenap rakyat Indonesia. Kasus Mafia hukum Gayus Tambunan yang keluar masuk tahanan sebanyak 68 kali, serta joki tahanan yang ditukar, dengan imbalan tertentu. Ini, justru melanggar Amandemen pasal 1 ayat 3, bahwa Negara kita adalah Negara Hukum. Kasus musibah banjir di Wasior Papua yang ditengarai akibat penebangan hutan justru dibantah oleh pemerintah. Banyak hal yang menjadikan kegelisahan dari teman2 LSM, menjadikan kritik membangun tersebut disampaikan secara terbuka oleh para tokoh agama.

Staf ahli Presiden bidang politik, Daniel Sparringa mengatakan tuduhan berbohong yang ditujukan kepada SBY merupakan hal serius karena menyangkut kredibilitas. "pecah kongsi antara fakta dengan realitas, inkonsistensi, apapun itu lebih nyaman daripada berbohong - - gagal sekalipun lebih baik" ( MI 16/1). Mungkin Daniel benar, karena skandal Watergate telah mengajarkan kepada kita, Presiden Nixon mundur karena dalam karikatur majalah Time dilukiskan sebagai Pinokio, sang pembohong.

Para pemimpin dan atau Petinggi Negara di negeri ini, dituntut untuk menjadi panutan ditengah oase keteladanan dan degradasi moral pasca reformasi. Apabila dalam realitasnya mereka lebih takut berbicara jujur daripada bohong, maka suka atau tidak suka, maka sendi-sendi ketatanegaraan akan hancur, karena martabat dan rasa kemanusiaan sudah tergadaikan. Mengutip Hamdi Moeloek, seorang pakar Psikologi politik (UI) ;"Tidak ada kebohongan yang bertahan lama. Semuanya ada batas toleransinya".

Akankah pertemuan dan dialog, antara Presiden SBY dengan para tokoh lintas keagamaan bisa menghasilkan win-win solution?Apakah inkonsistensi antara apa yang pernah di katakan dan apa yang dilakukan pemerintah masih terdapat kesenjangan dengan realitas kehidupan rakyat di grass root?

Tajuk Rencana Kompas (12/1) sesuai dengan judul diatas, saya copy paste dan memasukkannya ke Blog saya agar menjadi bahan analisis sejauh mana implikasinya terhadap kebebasan berpendapat di negeri ini. Dan mampukah pemerintah melakukan pendekatan persuasive kesemua lapisan masyarakat sehingga terbangunnya kohesifitas nasional agar kesejahteraan rakyat dapat terwujud? Semoga. (a.m.a)


 

 Keresahan sejumlah tokoh agama mengawali tahun 2011 bukan tanpa alasan.Mereka menyuarakan keresahan ummat. Pamrihnya kepentingan public. Oleh karena itu, pertemuan para tokoh agama yang digagas Maarif Institute, Senin (10/1), itu bermakna profetis. Di antaranya jauh dari muatan politik praktis, kecuali sesuai dengan fungsi kenabian agama-agama menyarakan apa yang dirasakan ummat. Dan, justru dalam konteks fungsi itu, seruan mereka syah secara etis dan moral, sepantasnya mendapatkan perhatian .
 

Seruan profetisnya jelas. Pemerintah mengadakan kebohongan-kebohongan public, menyitir istilah Ahmad Safyii Maarif. Kekuasaan atas nama rakyat dikelola tidak terutama untuk kebaikan bersama. Seruan itu terdengan sarkastis, yang menggambarkan gentingnya keadaan. Kebohongan tidak saja dilakukan eksekutif, tetapi juga yudikatif dan legeslatif – tiga lembaga Negara demokratis.

Peristiwa actual-heboh pelantikan terdakwa kasus korupsi walikota Tomohon Jefferson Rumajar dan penanganan terdakwa kasus mafia pajak Gayus Tambunan sekadar dua contoh. Legalitas pelantikan berbenturan dengan rasa keadilan public. Kasus plesir Gayus ke Bali, Makau,dan entah kemana lagi mungkin hanya aberration (penyimpangan) kasus raksasa masalah mafia pajak.

Dua contoh di atas merupakan puncak gunung es sikap dasar (optio fundamentalis) tidak jujur, tertutup praksis politis yang menafikan kebaikan bersama sebagai acuan berpolitik. Media massa sudah nyinyir menyampaikan praksis kebohongan yang seolah-olah majal berhadapan dengan kerasnya batu karang nafsu berkuasa. 

Begitu liat- rakusnya kekuasaan sampai kebenaran yang menyangkut data pun dinafikan . kebohongan demi kebohongan dilakukan tanpa sadar sebagai bagian dari praksis kekuasaan tidak pro-rakyat. Jati diri sosiologis praktis para tokoh agama adalah menyuarakan seruan profetis, representasi keresahan dan keprihatinan umat. Kita tangkap dalam ranah itulah kritik atas kebohongan public para tokoh agama. Hendaknya disikapi sebagai seruan profetis, seruan mengingatkan rakusnya kekuasaan, dan ajakan elite politik kembali kepada jati diri sebagai pelayan masyarakat.

Kritik atas kebohongan niscaya disampaikan semata-mata karena rasa memiliki atas masa depan negeri bangsa ini. Seruan mereka tidak dengan maksud mengajak ber revolusi, tetapi menyuarakan nurani etis moralistis. Mereka pun tidak bermaksud membakar semangat revolusioner, tetapi penyadaran bersama tentang gawatnya keadaan. Suara kenabian mengajak laku otokritik, bersama-sama melakukan evaluasi dan refleksi. Bahwa kekuasaan atas mandate rakyat perlu dikelola untuk bersama-sama maju.

Pluralitas Indonesia sebagai realitas yang sudah niscaya perlu terus dikembangkan, dimanfaatkan sebagai sarana memajukan rakyat. Sekaligus menghentikan 'pat gulipat' apologetis atas nama rakyat. Rakyat seharusnya menjadi titik pusat dan batu penjuru atas praksis kekuasaan. ***

 

Jumat, 17 Desember 2010

Pernyataan Umum Kosgoro 12 Desember 2010

Kalam;

Sebuah Ormas kebangsaan Kosgoro yang berciri independen, dan didirikan oleh para pelajar pejuang yang tergabung dalam Tentara Pelajar Republik Indonesia (TRIP) tahun 1957, dikomandoi Alm. Mas Isman. Satu-satunya tentara pelajar bersenjata di dunia, diantara 2 negara lainnya yang merdeka dengan perang; Alzajair dan Vietnam. Pergeseran nilai antara brigade pertempuran ke brigade pembangunan,  menjadikan Ia sosok pemimpin yang berani,  kritis konstruktif  sebagai bukti nilai-nilai kejuangannya. Kosgoro, sudah lama ‘tiarap’ tak bersuara, sekarang mulai menggeliat ingin tetap mengkritisi pemerintah,  sebagai kekuatan ‘moral force’. Isi pernyataan umum ini saya copy paste dari hasil Mukernas Kosgoro,  yang diselenggarakan baru-baru ini di Jakarta, dan saya muat di Blog  untuk memperkaya visi Indonesia kedepan, selamat membaca. Bravo!(a.m.a)

Pendahuluan

Kosgoro  melalui  Mukernas Kosgoro 2010, di Jakarta menyampaikan Pernyataan Sikap yang merupakan kristalilasi nilai dari aspirasi yang disampaikan oleh sebagian besar masyarakat tentang permasalahan permasalahan yang tengah dihadapi berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara.    

Prinsip dan sikap Kosgoro mendukung Pemerintahan yang sah, namun tetap bersikap kritis konstruktif terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang dinilai tidak pro-rakyat. Kosgoro selalu membangun etika dan etos kerja, kebersamaan dan kegotong royongan dalam peri-kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara baik  dibidang sosial politik, sosial ekonomi, sosial budaya, dan penegakan hukum menuju Indonesia modern, demokratis dan adil dalam kemakmuran.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, Mukernas Kosgoro 2010 menyatakan Pernyataan Umum sebagai berikut : 

 1.    Bidang Ideologi 
Di era keterbukaan dan demokrasi, Kosgoro memandang  perlu seluruh komponen bangsa untuk menyatukan perspektif ideology dalam peri-kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara guna terwujudnya Negara Indonesia  yang kokoh, utuh, demokratis dengan memperkuat sendi-sendi 4(empat) pilar kebangsaan : Pancasila,UUD 1945,NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika, yang dilandasi oleh Sumpah Pemuda 1928.

Dalam rangka memperkuat Nation and Character Building, Kosgoro mendesak Pemerintah meng aktifkan kembali pelaksanaan pendidikan pemahaman dan pengamalan Pancasila secara murni dan konsekwen.  

2.   Bidang Politik
Bahwa check and balance  antara Eksekutif, legeslatif, dan Judikatif diperlukan partisipasi aktif rakyat sebagai pemegang mandate dan penyeimbang sehingga Penyelenggara Negara dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing lembaga.

a)    Kosgoro mengusulkan agar kabinet presidensil dapat berjalan secara efektif dan efisien maka demokrasi politik harus  dikembalikan kepada marwah Pancasila.

b)    Kosgoro berpandangan bahwa semangat state responsibility kepada rakyat berangsur menurun dan  para pemimpin mengambil jarak dengan rakyat. Dukungan rakyat sebagai konstituen hanyalah kepentingan sesaat untuk mendapat suara pada saat Pemilu dan Pilkada. Oleh sebab itu, Partai politik harus meningkatkan  pendidikan politik kebangsaan bagi para anggotanya.
c)    Kosgoro mendukung sikap tegas Presiden dalam mengambil langkah-langkah dan kebijakan untuk kepentingan bangsa dan Negara, termasuk mengganti pembantu Presiden yang dinilai tidak berprestasi

3.    Bidang Hukum dan HAM;

Kosgoro menjunjung tinggi tegaknya supremasi hukum, dan    menjadikan  hukum sebagai panglima, (Law state)  agar  terwujudnya Negara hukum yang dilandasi Pancasila.
Kosgoro berpendapat bahwa Revisi berbagai UU serta kodifikasi pasal-pasal dalam  KUHP, terutama KUHAP (pidana umum, pidana khusus) yang kurang relevan dengan perkembangan jaman, agar secara progresif mampu  memenuhi  rasa keadilan  dan citra penegakan hukum.

Kosgoro mengusulkan agar diberikan sanksi hukum yang tegas dan berat terhadap penegak hukum(kepolisian, kejaksaan,dan kehakiman), yang melakukan korupsi dengan menyalahgunakan wewenang sekaligus memberikan efek jera. Tetapi dilain pihak perlu diberikan penghargaan,  atau apresiasi sebagai kompensasi atas tugas-tugas  berat yang yang dilaksanalan dengan baik dan jujur.  

Kosgoro mendesak pemerintah untuk  menyatakan  Korupsi adalah bahaya laten yang harus ditumpas sampai keakar-akarnya karena menggerogoti kekayaan Negara, dan memiskinkan rakyat.

Koruptor harus di hukum seberat-beratnya dan seluruh kekayaannya disita untuk Negara dengan melakukan pembuktian terbalik bagaimana harta tersebut di didapatkan. Pemerintah harus segera memotong rantai korupsi karena sudah menjadi trend sebagai usaha bisnis baru, karena hukum bisa diperjual belikan, dan dalam proses pengadilan masih dimungkinkan berkolaborasi dengan para penegak hukum yang bermental  sogok, dengan memperoleh  pengurangan hukuman.

Kosgoro mendesak agar semua pelaku korupsi tanpa pandang bulu disita seluruh kekayaannya, dimiskinkan dan di cabut haknya untuk mendapatkan remisi.    

4.    Bidang Ekonomi.
         Kosgoro mengusulkan agar dengan segera menyusun system perekonomian nasional 
         yang diamanatkan oleh konstitusi.  Berdasarkan pasal 33 UUD ’45. 

Kosgoro setuju untuk melikwidasi BUMN yang tidak mampu menjalankan misi nya secara professional, untuk meningkatkan penerimaan Negara dan kesejahteraan rakyat. Akan tetapi,  bagi BUMN yang strategis yang di jual kepada asing dengan mayoritas saham kepemilikan,  sangat bertentangan dengan pasal 33 UUD ’45. Kebijakan BKPM yang hanya mengejar target pendapatan dengan menjual asset Negara ke asing  tanpa memikirkan kepentingan nasional jangka panjang,  sangat melukai hati  rakyat, dan ini harus dihentikan segera.

Kosgoro mendesak pemerintah agar mengkaji ulang regulasi dan alokasi dana perimbangan  pusat dan daerah secara proporsional dengan memperhatikan  asas keadilan dan pemerataan.

Kosgoro mendesak pemerintah untuk mempercepat investasi langsung yang diutamakan pada sector riil, bukan kepada sector perbankan, dan lembaga keuangan lainnya. Insentif bagi sector UKM melalui kredit lunak, sangat membantu pertumbuhan dan memperluas   lapangan kerja  serta mengurangi pengangguran.

5.    Bidang pendidikan dan budaya
Kosgoro mengkontatir bahwa pendidikan kognitif yang berbasis  rasionalisme telah  gagal membangun  nation and character building. Kosgoro menyerukan, agar dunia pendidikan perlu menata ulang system pengajaran dan kurikulum yang berbasis martabat manusia dan hati nurani.

Pengembangan  Metoda pengajaran bersifat holistic yang memadukan IQ,EQ, dan SQ akan menjadi kekuatan kepribadian yang berkarakter dan punya integritas. Disamping itu  menata kembali kebijakan memasukkan mata pembelajaran baru tentang anti korupsi, sejarah perjuangan bamngsa, budi pekerti/ moral pancasila di- sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, adalah usaha prefentif semakin  kokohnya fundamen  Negara pada masa datang. Peningkatan Pendidikan politik berbasis budaya politik melalui ketauladanan  dan etika politik yang santun dan saling menghormati, adalah pembangunan karakter dan integritas.

Bukti bahwa bangsa ini telah Kehilangan martabat kemanusian, terjadinya degradasi moral, dan kehancuran nilai-nilai kejujuran  dengan maraknya korupsi, kolusi dan nepotisme akan mengancam eksistensi NKRI.  perkelahian antara pelajar dan mahasiswa, konflik horizontal antar suku-suku, dan kelompok masyarakat lainnya memberikan indikasi bahwa  ada sesuatu yang hilang yaitu jati  diri dan kearifan lokal, sebagai bangsa yang bermartabat.

Kosgoro mengusulkan dalam pemeliharaan budaya yang egaliter, agar menghidupkan forum komunikasi kebangsaan melalui pendekatan  kekerabatan etnis sehingga terjadi komunikasi yang bisa saling memahami pluralism dan etnisitas. Komunikasi dan dialog dengan tujuan meminimalisir stigma negative antar etnis ini,  pada gilirannya akan mampu  membangun kembali perasaan kebangsaan, paham kebangsaan  sesuai dengan kebhineka tunggal ika an.

6.    6. Penghormatan Negara terhadap Daerah istimewa /Khusus

Negara RI sesuai dengan pasal 18 UUD ’45, secara eksplisit telah mengakui dan memberi keistimewaan bagi Kraton Ngayoyakarta .Berdasarkan sejarah perjalanan kemerdekaan  proklamasi 17 agustus. Pemerintahan pusat yang sempat hijrah ke Yogyakarta dan ke  Bukit tinggi karena kekosongan pemerintahan tertangkapnya, Soekarno dan Hatta, menjadikan Sultan hamengkubuwono 1X  menjadi tokoh kunci yang memfasiltasi  perlawanan RI dalam perang kemerdekaan melawan penjajah asing yang ingin berkuasa kembali di Indonesia.

Kosgoro mengusulkan kepada DPR, agar di dalam pembahasan RUU tentang DIY, lebih dikedepankan   pembahasan nilai konstitusi, nilai demokrasi dan nilai sejarah, secara komprehensif integrative.

Kosgoro  secara tegas mendukung penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY secara otomatis dijabat Sultan dan Sri Paku Alam.

7.    Pelaksanaan Pilkada dan Otda
 Penyelenggaraan Pilkada untuk pemilihan Gubernur, Bupati dan walikota selama kurun  
 waktu 6 tahun terakhir ternyata sangat tidak efisien karena memakan biaya penyelengaraan yang sangat besar.  Bahwa sampai dengan tahun 2010, telah dikeluarkan dana 14 Triliun, dengan rincian 10 Triliun dari kandidat calon bupati dan 4 Triliun dari pemerintah pusat.

Kosgoro menghimbau agar Pemilukada Gubernur yang selama ini dipilih secara langsung, dikembalikan kepada Pemilihan DPRD Propinsi.

Untuk memperkuat otoritas kepemiminan Gubernur, sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat, maka pengawasan  Pilkada Bupati/walikota  bersama KPU diberikan kewenangan untuk mengawasi penyelenggaraannya secara jujur dan adil. Sedangkan di dalam penyelenggaraan Pilkada Bupati/walikota tetap dilakukan  secara   langsung, dipilih  oleh rakyat.

8.   Penutup

Demikian pernyataan Umum disampaikan untuk mendapatkan perhatian dari semua pihak yang berkepentingan.



Jakarta, 12 desember 2010.
Ttd:
H. Efendi Yusuf SH (Ketua umum PPK Kosgoro)
H. Syahrul J. Bungamayang SE (Sekjen PPK Kosgoro)

Minggu, 05 Desember 2010

Transparansi keuangan di kabupaten Boalemo

Kalam
            Betapa pentingnya  kejujuran dan kebenaran dalam seluruh kegiatan kehidupan manusia? Tak terkecuali pada sebuah organisasi pemerintahan yang selama ini dikenal dengan jargon Good government, Good governans, prinsip transparansi  dan akuntabilitas. Sejak diberlakukannya Pilkada diseluruh penjuru negeri, pelaksanaan demokrasi langsung, untuk memilih seorang pemimpin di daerah, baik bupati dan walikota, termasuk  gubernur,  sungguh merupakan kontes dan hingar bingar politik  yang sangat meriah dan jor-joran.
            Proses demokratisasi secara prosedural, berjalan sangat bebas, walaupun  seolah-olah tanpa wasit sama sekali. Tapi apakah pelaksanaan demokrasi secara substansial sudah tercapai sesuai harapan? Belum tentu, karena demokrasi adalah untuk kemakmuran, bukan demokrasi untuk demokrasi itu sendiri. Tetapi sayang, yang terjadi adalah sebaliknya, Indonesia dibanggakan oleh para pemimpinnya,  sebagai contoh Negara demokrasi terbesar yang berpenduduk Islam. Tapi dalam realitas sesungguhnya, penuh kecurangan dan manipulasi.  
          Di dalam pelaksanaan otonomi daerah, setiap penyelenggaraan Pilkada telah menghamburkan dana ber milyar rupiah. Untuk tahun 2010 saja sebanyak 244 kabupaten/kota, dengan hitungan setiap kandidat mengeluarkan dana masing-masing 15 M, maka tiga kandidat sebanyak 45 M dikalikan 244 daerah, maka   pengeluaran berkisar 10,9 Triliun. Apabila ditambahkan sebesar 3,5 Triliun sebagai  dana yang disediakan pemerintah, maka total keseluruhannya mencapai 14,4 Triliun. Betapa mahalnya demokrasi, di negeri ini, ditengah dera kemiskinan rakyat kecil, dan banyaknya pengangguran, gaya hidup  borjuis, liberal dan kapitalistik,  telah melanda kehidupan elite politik.  Mereka berpolitik untuk meraih kekuasaan, dan kekuasaan diperoleh  guna menindas rakyat.  
          Kalau seorang Gubernur di-asumsikan  bisa mengeluarkan hitungan 50 milyar rupiah sampai dengan 100 milyar rupiah, maka sudah dapat dipastikan biaya ataupun pengeluaran seorang calon bupati/walikota tentu berkisar antara 10 milyar sampai 20 milyar. Katakan biaya minimal hanya 10 milyar, lalu bagaimana sistem pengembaliannya kelak? bukankah dampak psikologis bagi kandidat yang kalah dan telah menghabiskan uang milyaran menjadi  stress terhadap kemungkinan pengembalian uang utangan  kepada investor. Alhasil,  dari beberapa kasus, menyebabkan gangguan kejiwaan bagi sang calon, dan yang korban tentu keluarga.
            Mahalnya biaya operasional  bagi seorang kandidat, sangat dipengaruhi oleh semakin pragmatisnya  partai politik yang mempunyai  kewenangan  untuk mengusung setiap calon. Dari biaya pendaftaran  dan biaya dukungan per partai, rata-rata bertarif 350 juta sd 500 juta rupiah. Seandainya kita memerlukan tiga partai politik sebagai pendukung kandidat maka diperlukan 1 milyar rupiah yang diserahkan di daerah pemilihan. Untuk administrasi Partai, di Dewan Pimpinan Pusat  pun, bervariasi antara 50 juta sampai 100 juta. Itu masih belum termasuk biaya monitoring Tim pusat yang akan turun untuk meng investigasi sejauh mana dukungan dan pengaruh yang bersangkutan  di tengah  masyarakat.Semakin  kuat kesiapan dana untuk men-service Tim pusat ke daerah maka probabilitas dukungan partai akan semakin meyakinkan terhadap  kandidat tertentu.
            Langkah selanjutnya adalah mempersiapkan baliho, bendera, spanduk dan brosur. Kemudian sumbangan terhadap kebutuhan masyarakat, bantuan kesehatan, pendirian masjid, koordinasi Tim sukses, sampai kepada uang tempel kepada setiap individu pemilih, keluarga dan kelompok.Kalau harga satu suara Rp 50 ribu, maka kandidat lain berani mengeluarkan sampai dengan RP 250 ribu sampai Rp 300 ribu untuk satu suara.Selama kampanye yang dilaksanakan di lapangan terbuka, berapa dana yang disiapkan untuk mendatangkan para pendukung?Dukungan logistic dan transportasi tentu memakan biaya yang tidak sedikit.Biasanya paket kampanye, termasuk anggarannya  sudah di orderkan  kepada  partai politik  pendukung.
          Seyogianya Badan Pengawas Pemilihan Umum  di dalam mencapai tujuan organisasi meletakkan prinsip-prinsip moral, integritas dan kejujuran serta keadilan sebagai factor utama di dalam proses berjalannya demokrasi. Akan tetapi di dalam kenyatannya kejujuran dan kebenaran tersebut sangat gampang dibelokkan. Sudah menjadi rahasia umum setiap Pilkada yang digelar di negeri ini  secara garis besar berakhir di  Mahkamah Konstitusi karena pelanggaran dari rival yang melakukan kecurangan dan money politic. Sudah menjadi pameo setiap kandidat, mereka  hanya siap menang dan tidak siap untuk kalah. Modus operandi yang dilakukan adalah penggelembungan suara di KPU, penambahan daftar  pemilih , dan pemilih siluman, yang didatangkan dari daerah lainnya. Mereka dibayar dengan mahal, di jemput dan dipulangkan kembali melalui penyiapan transportasi  yang telah disiapkan oleh pemilik modal.
            Sampai kapan Pilkada bebas dari cengkeraman para profiteurs politik dengan merebaknya  ‘money politic’ dan manipulasi  anggaran pembangunan RAPBD, maupun DAU, yang di- sunat oleh para Bupatinya karena kebutuhan mendesak untuk membayar pinjaman kepada para investor lokal? Modus  penyelewengan RAPBD di daerah antara lain, penggelembungan dana pengadaan barang, dan jasa, pembuatan proyek fiktif, alih status prasarana sosial dan  areal hutan, hingga penerimaan gravitasi.  
            Sampai kapan rakyat tersandera oleh ulah oknum dan elite partai yang tidak memikirkan kepentingan rakyat banyak,  guna  mempercepat kesejahteraan rakyat? Sampai kapan negeri ini di porak- porandakan oleh ‘preman-preman’ politik yang hanya mementingkan kepentingan sesaat?Dan sampai kapan kolaborasi antara eksekutif dan legeslatif dibiarkan untuk menjadikan anggaran daerah sebagai ‘banca’an’yang berkepanjangan?.
            Mengapa para pemimpin di negeri ini seolah memperTuhankan uang? mereka gelisah tidak percaya diri, menghadapi masa tua, justru  semakin serakah dengan segala cara yang tidak halal,  mencuri uang rakyat? Ada sesuatu yang salah dalam pendidikan, ‘something wrong!' ; semakin banyak quota haji setiap tahunnya sampai ratusan ribu jama’ah, hampir tidak berpengaruh secara positip  terhadap  keimanan dan ketaqwaan para pemimpin yang seharusnya berbudi luhur dan bermoral. Bukti nyata, lebih 5 Menteri, 20 gubernur, dua ratusan bupati dan walikota, semua terkena pidana korupsi. Cap dunia internasional, Indonesia sebagai Negara terkorup no.1 se -Asia fasifik adalah memalukan, tapi siapa yang peduli?
            Berdasarkan data dari Transparency International Indonesia (TII), sepanjang 2004 sd` 2010 terdapat 1800 kasus  korupsi  yang terungkap di pengadilan. . . .”Sebanyak 1243 anggota DPRD terlibat korupsi” ungkap Vidya Dyasanti (Rakyat Merdeka 28/11/2010). Korupsi berjamaah, yang diperkenalkan pertama kali oleh 34 anggota DPRD Sumatera barat, ternyata juga ditiru  oleh daerah lain, yang tercatat adalah DPRD  kota Jambi (2004/2005), 35 anggota DPRD, terjerat kasus video bagi-bagi uang.
            Teten Masduki seorang pemerhati korupsi mengatakan, munculnya korupsi di daerah baru, karena adanya pemaksaan lahirnya satu  daerah otonomi, tanpa diimbangi SDM mumpuni, ditambah sifat keserakahan manusia.(205 Daerah otonom baru, terdiri; 7 Propinsi, 164 Kabupaten, dan 34 Kota).
            Judul tulisan di atas adalah sebuah paradox yang diperkenalkan oleh Bupati Boalemo, ditengah hancurnya nilai-nilai kejujuran dan ketertutupan   kepemimpinan yang sangat pragmatis  dan korup, untuk memiskinkan rakyat. Setitik lentera, ternyata nun jauh disana, masih ada pemimpin di daerah yang masih punya nurani dan bicara keterbukaan dan kejujuran. Padahal, tentang kejujuran, apa yang kerap terjadi disekeliling kita? Bukankah sering terjadi di sebuah keluarga; . . .”bilang papa sedang pergi…” itulah perintah seorang ayah kepada anaknya ketika sebuah telepon berdering, dan mecari sang ayah.Hilangnya figure ketauladanan  bagi seorang anak yang sedang mencari identitas diri, luput untuk meraih nilai yang sangat berharga dalam kehidupan. Seorang anak akan meniru kebohongan sang ayah, tanpa merasa bersalah.
            Sikap keterbukaan dalam pendidikan,  adalah satu etos untuk melawan sikap defensive dan pembiaran, dimana semangat untuk menegakkan kejujuran teralienisasi. Dapatkah kita konstatir, bahwa pendidikan kognitif telah gagal membangun ‘watak’ dan karakter bangsa?
              Dengan  harapan bisa menjadi pembanding dalam sukses story Pimpinan daerah lainnya, tulisan dibawah ini saya copy paste dari Kompas 20/11/2010, guna memperkaya ragam tulisan  di Blog saya ini. Salam (a.m.a)
             
Ingin tahu besar pendapatan bupati serta pejabat daerah?datanglah ke kabupaten Boalemo di Propinsi Gorontalo. Disana, di semua institusi pemerintahan terpampang jumlah penghasilan pejabat terkait per bulan, mulai dari bupati, wakil bupati, kepala dinas,  hingga kepala sekolah.
Transparansi anggaran bisa jadi dianggap tabu bagi sebagian kepala  daerah di Tanah Air. Namun, tidak demikian halnya denagn Boalemo. Di daerah yang terletak 80 Kilometer sebelah barat kota Gorontalo ini  transparansi keuangan begitu ‘telanjang’, tidak ada yang ditutup-tutupi.
Kompas yang datang  ke kantor Bupati Boalemo, kamis (18/11), menyaksikan informasi tentang besar gaji, biaya operasional, serta anggaran perjalanan dinas, kesehatan dan pakaian dinas bupati dipasang di depan pintu masuk ruang kerja bupati.
“Ini bukan transparansi, tetapi sudah telanjang”  demikian komentar Zougira dari Gorontalo Corruption Watch, yang hari itu juga berkunjung ke kantor bupati Boalemo.
Bupati Boalemo. Iwan Bokings, tersenyum saat diminta komentarnya tentang penghasilan nya itu. “gaji saya ya, seperti itu”, ujarnya.
Selama empat tahun menjadi bupati, Iwan Bokings menerima gaji Rp. 6.045.300 per-bulan, sedangkan tunjangan operasionalnya Rp. 11 juta –an. Disamping itu, ada juga anggaran APBD, tetapi besarnya ber-variasi tiap tahun.
Tahun ini, menurut Iwan , anggaran APBD untuk bupati Boalemo yang diberi nama dana taktis besarnya RP. 1,360 milyar. “dari jumlah itu, yang terealisasi  hingga agustus Rp 630 juta” paparnya.
Tiga tahun sebelumnya, lanjut Iwan, dana  taktis bupati hanya Rp1,169 milyar. Yang digunakan hanya Rp 951 juta. “Tahun lalu, dana taktis bupati naik menjadi Rp 1, 277 milyar.  Yang disisakan untuk kas daerah  Rp 239 juta” ujar Iwan.
Dana taktis itu,  menurut  Iwan, pemanfaatannya tidak untuk yang muluk-muluk, sesuai dengan kebutuhan bupati saja. Tahun ini, misalnya, digunakan untuk perjalanan dinas, provinsi (Rp 60 juta), perjalanan ke luar daerah (Rp 70 juta), dan perjalanan ke luar negeri  (RP. 37 juta).
Demikian pula tentang anggaran pakaian dinas yang  besarnya 20 juta dan anggaran kesehatan  yang Rp 50 juta. Hingga pengujung tahun ini belum terpakai semua.
Iwan mengaku, anggaran yang agak besar untuk bupati adalah  anggaran belanja rumah tangga. “Besarnya Rp 300 juta tahun ini. Hingga agustus telah terpakai  Rp 200 juta. Antara lain untuk jamuan makan  tamu resmi, bahan bakar dan penggantian suku cadang mobil dinas”, katanya.
Perjalanan darat
            Boalemo  dapat dijangkau dari kota Gorontalo, ibukota Gorontalo, melalui perjalanan darat selama dua jam. Daerah baru ini, merupakan hasil pemekaran wilayah kabupaten Gorontalo tahun 1999. Lima tahun kemudian Ia terpilih kembali  untuk memimpin daerah  tersebut. Tahun 2007, Iwan juga ikut pemilihan  kepala daerah dan lagi-lagi dipercaya  masyarakat untuk tetap bercokol di jabatan tersebut.
            Menurut Iwan, transparansi keuangan tak hanya  diberlakukan di kantornya, tetapi juga  disemua kantor dinas atau kantor pemerintahan Boalemo.”Ini untuk mendukung kinerja pemerintahan yang bersih. Masyarakat dapat mengontrol  pejabat apabila hidup mereka melebihi dari pendapatan pejabat” katanya. (ZAL).
      
  

Senin, 15 November 2010

Mengenang Mas Isman di HUT ke- 53 Kosgoro (10 nop 1957 - 10 Nop 2010)

Oleh ; Abdul Muin Angkat


Saudara Isman,

Jiwamu tidak mati, tidak mungkin mati.

Engkau, seperti kita sekalian, berasal dari Tuhan.
Dan engkau telah kembali kepada Tuhan, seperti kita sekalian
Pada waktunya juga.
Innalillahi wa inna ilaihi rojiun !
(Sambutan DR. H.Roeslan Abdul gani pada 40 hari wafatnya Mas Isman di
Gedung Nasional Jakarta).

Pasca Mubes IV Kosgoro th 1978 di Semarang, adalah era baru atau angin baru bagi Kosgoro yang berhembus kencang. Mas Isman (alm), Pendiri Kosgoro tgl 10 Nopember 1957, di Semarang gencar mengkritisi Pemerintahan Soeharto c/q Golkar untuk menyuarakan 'semangat kerakyatan' dan pembaharuan system politik yang authoritarian dan represif Orde baru. 

Tak salah kalau Sarwono Kusumaatmadja politisi yang 'bersinar' kala itu dikancah perpolitikan nasional, kepincut, dan ikut masuk Kosgoro sebagai salah satu Ormas yang berbasis kebangsaan. Ketika pada satu ketika ditanyakan apa alasan persisnya mau 'ke kosgoro'? beliau enteng menjawab': …"Karena Kosgoro yang dipimpin oleh Oleh para eks Pelajar pejoang - - bersikap terbuka - - dan kritis terhadap Pemerintah. . ."

Ibarat gayung bersambut, Sarwono berkiprah di Kosgoro, dan oleh mas Isman diberi tanggung jawab untuk memimpin Grup Diskusi Nasional dan Badan Fortanas. Kedua badan inilah yang menjadi ujung tombak kaderisasi kosgoro yang secara teratur melakukan dialog dan debat terbuka antar kader dan yang pada gilirannya menjadi 'clearing house' guna meluruskan visi misi kejuangan organisasi.

Sesuatu yang tidak bisa disangkal eksistensi Kosgoro (salah satu eks Kino yang berpengaruh) sebagai penopang kekuatan Sekber Golkar yang memenangkan Pemilu 1971 dengan suara 62,8 % merupakan tonggak hegemoni Golkar pada Pemilu-Pemilu selanjutnya, di zaman Orde baru. Maka tidak salah apabila Sejak saat itu kader-kader Golkar yang berbasis di Kosgoro muncul dipermukaan duduk dalam cabinet Ordebaru, dan jabatan penting lainnya. Sebut saja misalnya, Martono, Soeprapto, Siswono Yudohusodo, Hayono Isman, Agung Laksono, Theo Sambuaga, Marzuki Achmad, Sunaryo Hadade, Bambang W. Soeharto, ………dst.

Dalam buku Peran Historis Kosgoro oleh Ramadhan KH, Suhardiman selaku ketua Umum SOKSI berpendapat bahwa dibawah kepemimpinan Mas Isman berhasil meng-integrasikan kekuatan Tri Karya (Kosgoro, Soksi, MKGR) sebagai pilar utama Golkar. Walaupun dalam format tersebut ada pilar A(bri) B(irokrat) namun pilar O(organisasi dalam Golkar) terutama Tri karya masih dominan mewarnai perjalanan Golongan Karya. Disorganisasi terjadi secara faktual setelah terjadinya pengendalikan Golkar diluar paham 'kekaryaan' sebagaimana dimaksudkan para pendiri. Tiga kekuatan paham tersebut adalah HMI (personifikasi Abdul Gafur), Sosialis (Midian Sirait), Katolik (Cosmas Batubara).

Keinginan Mas isman untuk tetap mempertahankan 'trade mark' dalam suatu kekuatan Tri karya yang mewarnai Partai Golongan Karya terhenti setelah almarhum tiada, dan ternyata sudah lama terkontaminasi oleh paham lainnya. Sejak tahun 1978 ternyata Golkar dan partai politik sudah menghapuskan 'politik' sebagai pemikiran untuk mempersoalkan 'keadilan' bagi rakyatnya, justru mencari dan membagi kekuasaan untuk kepentingan kelompok. 

Adalah bukti sejarah yang tidak dapat dihapus bahwa pemuda pelajar pejoang yang tergabung dalam TRIP Jawa timur adalah 'kumpulan pelajar yg gila perang' (di dunia; hanya Vietnam dan Indonesia yg punya tentara pelajar yg heroic), yang telah mengorbankan 44 suhada terbujur damai, menjadi martir pada Perang Kemerdekaan sepanjang 1945 sd 1950, yang mengusir tentara pendudukan Inggris dan Jepang di Surabaya - - dan setelah mana mereka mendirikan Kosgoro pada tahun 1957 - - sebagai Organisasi perjoangan baru, untuk membuktikan komitmen dan krenteg untuk tetap mengabdi kepada Bangsa dan Negara. Mas Isman sebagai eks Komandan Trip berujar; …"Mari beralih dari Brigade Pertempuran ke Brigade Pembangunan".

Tokoh Pejuang Nasional

Selasa, 14desember 1982, jenazah Mas Isman yang seharusnya di makamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, atas permintaan keluarga, dikebumikan di Pemakaman Umum Tanah Kusir, agar lebih dekat dengan rakyatnya. Rencana ibadah Umroh nyaris terlaksana seandainya Alkhalik tidak memanggilnya segera tgl 12 desember 1982, jam 02.12, kembali ke rahmatullah dengan tenang di RS Dr. Soetomo Surabaya. Suasana haru yang menggayut para pelayat semakin diliputi rasa haru yang dalam ketika jenazah di semayamkan di Jl. Cikditiro 34, di rumah kediaman almarhum. Lagu 'Temanku Pahlawan' lirih dinyanyikan remaja Trip lamat-lamat, - - Teringat ku kan padamu Pahlawan Indonesia/ waktu kau akan kembali ke alam yang baka/ Terbayang roman muka mu yang suci dan bersih/ Saat tiba kan menghadap kehadirat Ilahi/ Dengan tulus ikhlas kau korbankan jiwamu/ Kau basahi bumi dengan darah kesatriamu/ Tak akan lenyap jasamu daripada ingatan/ Perjuangan ku teruskan sampai ke akhir zaman.


Jenderal Surono, selaku Menko Kesra mewakili Pangab/Menhamkam M. Yusuf, bertindak sebagai Inspektur Upacara. Mengikuti upacara yang berlangsung khidmat, berbagai lapisan masyarakat tumplek di area Makam, bukan hanya kader-kader Kosgoro, teman seperjuangannya semasa di Trip, sejumlah Menteri dan para anggota DPR/MPR, dan masyarkat luas,ikut mengantarkan Almarhum ke peristirahatan terakhirnya.

Dalam pidatonya Surono mengemukakan bahwa almarhum Mas Isman adalah seorang Tokoh Pejuang Nasional, baik pada masa merebut dan mempertahankan kemerdekaan selaku komandan Trip di Jawa Timur, maupun dalam masa pembangunan dewasa ini, selaku Ketua Umum Kosgoro. Figur Mas Isman termasuk salah seorang pejuang yang berani, ulet dan tekun dalam mencapai cita-cita perjuangan. Almarhum berani mengatakan yang salah terhadap apa yang disadarinya sebagai suatu kesalahan, dan berani pula mengatakan benar, apa yang dianggap benar. 

Dilingkungan pemuda pada umumnya, para eks tentara pelajar dan pemuda pejuang pada khususnya, beliau dikenal sebagai tokoh berwibawa, diterima secara luas, selalu bersifat terbuka, dan menunjukkan ciri sebagai seorang democrat yang baik. Dikalangan para generasi muda, beliau dikenal sebagai seorang Pembina yang sabar, bersikap edukatif, persuasive, dan berpandangan jauh kedepan. Tak salah kalau Mas Bambang Soeharto di dalam sambutan selaku Ketua Dewan Penasehat Kosgoro, dalam resepsi Ultah ke 53 tgl 10 Nopember di Jl. Teuku Cikditiro 34, mengatakan bahwa lahirnya Kosgoro yang yang ingin menguji 'krenteg'para pejuang '45 untuk berkiprah dalam pembangunan karena 'tidak kerasan' dalam situasi pergolakan politik dan intrik diantara kesatuan bersenjata dewan banteng, dewan gadjah dan seterusnya, - --"Kosgoro bukan pengekor, tapi harus menjadi pelopor- -".

Tradisi Perjuangan yang Mandek

Melihat aktualisasi pelaksanaan Demokrasi pasca reformasi sekarang dimana terlihat adanya gap antara das solen dan das sein maka apa yang terjadi pada sekitar tahun '51 sd '57 saat pergolakan politik menjelang kelahiran Kosgoro, hampir sama, karena kurangnya komunikasi politik antara Parpol dan Ormas sehingga terjadinya 'diskrepansi' antara lembaga politik dengan realitas politik. 


Lembaga politik sebagai kekuatan supra struktur terlalu dominan, sehingga sangat mengganggu berjalannya aspirasi masyarakat dan tidak tertampungnya secara genuine ide-ide pembangunan masyarakat. Terjadilah pemborosan sumber daya manusia, sumber daya alam, potensi maupun dana yang tergerus untuk kepentingan politik, tetapi tidak membawa kemaslahatan kepada rakyat kecil. Contoh sederhana adalah pelaksanaan "pilkada" yang justru melenceng kearah penggunaan demokrasi secara tidak terkontrol karena terjadinya manipulasi dan money politic. Fenomena  gonjang ganjing politik semasa Orde baru di kritisi oleh Mas Isman  agar warna 'kekaryaan' tetap taat azas seperti kelahiran Sekber Golkar terdahulu sebagaimana  analisis di bawah ini.

Pertama, pandangan Mas Isman terhadap perlunya kekuatan baru untuk menampung 'kekaryaan' dari kekuatan non Abri (baca; TNI), dan golongan afilisasi lainnya, sebenarnya bukanlah dimaksud sebagai reprentasi dari Partai Golkar sekarang, tetapi lebih dimaksudkan kepada usaha mengamalkan dan mengembangkan karya-karya kemasyarakatan secara demokratis. Pembinaan demokrasi sesungguhnya tidak mutlak hanya diberikan kepada Parpol, akan tetapi juga secara adil dipangku oleh Ormas kebangsaan, Ormas lainnya, sebagai pertanggung jawaban golongan-golongan terhadap perjalanan demokrasi. (yang dimaksudkan golongan karya (kecil) bukanlah Golongan Karya (besar) yang berkonotasi politik tertentu sebagaimana dijelaskan di dalam Pedoman Perjuangan Kosgoro).


Kedua, Pandangan Mas Isman terhadap pentingnya pemeliharaan dan penciptaan iklim politik yang stabil dan konstruktif, dalam rangka kontinuitas pembangunan, dalam kehidupan nasional. Tradisi perjoangan yang merupakan rantai perjalanan kebangsaan dari angkatan '28, angkatan '45, angkatan '66 serta angkatan reformasi, sekarang ini kehilangan 'greget' karena seolah-olah terpisah satu sama lain. 

Apa yang dimaksudkan sebagai orde reformasi menggantikan peran Orde baru, tidak diikuti dengan paradigm baru sebagai satu model pembangunan kedepan kearah mana bangsa ini mau dibawa oleh para pemimpinnya. Apa yang pernah dikumandangkan oleh mahasiswa ketika 'menjatuhkan' Rezim Soeharto 12 tahun yang lalu, hampir tidak bermakna dan dilupakan dan sampai sekarang karena tidak pernah dirumuskan kembali untuk di evaluasi.
Apakah Pemerintah konsisten terhadap pembangunan yang berbasis pada pasal 33 UUD'45? Mengapa iklim Kapitalisme, liberalism dan neo liberalism pada kenyataannya tetap dilaksanakan secara kasat mata? Mengapa gaya/ sistem perpolitikan nasional lebih liberal dan menghilangkan aspek musyawarah dan mufakat? Pertanyaan tersebut hanyalah ingin menjelaskan bahwa perjalanan demokrasi seperti yang dipikirkan oleh Mas Isman di dalam buku "Mengenang Mas Isman" (Kasno widjojo; 1995) ternyata masih relevan saat ini.

Ketiga, pandangan Mas Isman terhadap kepemimpinan adalah lahirnya seorang pemimpin yang mampu berkomunikasi dan bisa menangkap getaran jiwa rakyat, khususnya pada masyarakat terbesar bangsa ini yaitu para petani.. Dengan tidak adanya komunikasi yang intens terhadap rakyat dan pemimpinnya, maka akan terjadi disharmoni dan jurang yang dalam diantara keduanya. Pemimpin tidak tahu aspirasi rakyat, selanjutnya rakyat tidak tahu apa yang dikehendaki pemimpin. Kekuasaan yang sejatinya diikhlaskan oleh rakyat di dalam proses demokrasi, dalam prakteknya berobah menjadi kelaliman. Yang memimpin minta dijunjung, yang dipimpin malah terbebani.

Secara komprehensif–integratif Mas Isman jauh hari sudah memprediksi bahwa perjuangan bangsa di fokuskan memerangi keterbelakangan, kebodohan, kemelaratan dan kemiskinan yang masih mencengkram kehidupan rakyat. Dengan kalimat yang lebih indah adalah untuk melancarkan pembangunan yang bisa mengangkat tingkat kehidupan rakyat. Yang menjadi tantangan adalah, mampukah transformasi pembangunan dari masyarakat terkebelakang (baca; Negara berkembang) diarahkan, menjadi Negara modern yang makmur dan sejahtera? 

Terhadap pertanyaan ini, penulis membandingkan bahwa Brazil sebuah Negara yang juga pada tahun 1998 mengalami nasib yang sama dengan Indonesia, terkena krisis ekonomi global, akhirnya hanya dalam hitungan 12 tahun dibawah Presiden Luna, bisa memakmurkan 20 juta rakyat miskin, terangkat derajad kehidupannya menjadi kelas menengah yang makmur dan sejahtera. 

Padahal sebenarnya sumber daya manusia dan alam Indonesia jauh lebih baik daripada Negara Brazil. Indonesia yang dijuluki masyarakat yang toto tentrem loh jianawi masih terpuruk dalam angka 15 % (35 juta) rakyat Indonesia masih dibawah garis kemiskinan oleh PBB, (2008), dengan perhitungan pendapatan percapita/perhari Rp. 205.000 /per bulan (di kota) dan rp 165 000/per bulan ( di desa). Sejatinya kalau mau jujur, kebutuhan hidup perhari rakyat Indonesia adalah 2(dua) dollar maka diperkirakan sebanyak 100 juta rakyat masih dikategorikan Miskin, di Indonesia. 

Keempat, pandangan Mas Isman terhadap terhadap 'kegotong royongan'.Jiwa dan pengertian gotong royong, membawa Bangsa ini kepada pengertian yang bersatu, kekeluargaan dan saling tolong menolong; yang kuat membantu yang lemah dan atau sebaliknya, yang lemah meminta bantuan kepada yang kuat, yang pintar membantu yang kurang pintar atau sebaliknya, yang kaya membantu yang miskin atau sebaliknya, Yang kuasa melindungi yang tidak kuasa atau sebaliknya. Pergaulan dalam pengertian hal diatas, dikenal dengan sebutan "Ojo dumeh", yang artinya, janganlah kita mentang-mentang berkuasa, mentang-mentang kaya, mentang-mentang pintar, lantas kita berbuat sekehendak hati pada orang lain. 

Apa yang dicita-citakan mas Isman dalam konteks kegotong royongan di atas untuk membawa Negara bangsa ini kepada kehidupan lebih baik, bersatu, bersifat kekeluargaan dan mantaati Pancasila secara konsekwen, ternyata jauh panggang dari api. Dengan kekuasaan yang semena-mena, BUMN Krakatau Stell, yang diperjuangkan dengan susah payah oleh Bung karno ternyata di jual ke pasar modal, 35 % saham di jual ke- pihak asing. Bukankah ini bertentangan dengan pasal 33 UUD '45 yang menyatakan bahwa seluruh hasil bumi, air dan udara di gunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat? Namun, apa yang terjadi pada BUMN strategis Krakatau Stell dewasa ini?  ternyata Hendri Saparini menguak tabir di Kompas 15 nopember 2010, bahwa sekarang kepemilikan PT 'KS' hanya 30 % dan Posco 70% sebuah perusahaan dari Korea Selatan. Akankah rakyat 'menangis' tanpa bisa berbuat apa-apa?

Kelima, pandangan Mas Isman terhadap Pahlawan Bangsa, perintis kemerdekaan dan seluruh rakyat yang telah memberikan segala-galanya demi kemerdekaan. Jadikanlah pengorbanan mereka sebagai pengingat dan penghati-hati di dalam menjalankan misi perjoangan yang belum selesai - - karena pengorbanan rakyat demikian besarnya terhadap perjoangan bangsa, hendaknya selalu dipupuk sikap rendah hati - - -luwes dalam penampilan namun tetap tegas dalam berpegang pada prinsip-prinsip perjoangan. Jangan sekali-kali menyakiti hati rakyat, jangan angkuh dan suka menakut-nakuti rakyat.

Perpecahan dan Rekonsiliasi

Di dalam kenyataan perpecahan Kosgoro antara dua kubu yaitu kubu Agung laksono yang menamakan dirinya Kosgoro 1957, dan kubu Mas Hayono isman, yang disebut sebagai kubu Kosgoro independen. Masihkah ada kemungkinan dua kubu berseteru untuk kembali ke khittah? Tentu, rambu-rambu kepentingan politik jangka pendek merintangi jalannya rekonsiliasi tersebut. Karena Kosgoro '57 telah menjadikan dirinya di dalam AD/ART menjadi onderbouw Partai Golkar? dan menafsirkan "kekaryaan" Kosgoro identik dengan GOLKAR (huruf besar), atau karena salah menafsirkan Kosgoro adalah salah satu kino dalam pembentukan Sekber Golkar, sehingga otomatis Kosgoro merupakan bagian dari Golkar.

Padahal di dalam Pedoman Perjoangan jelas dinyatakan Kosgoro adalah 1) golongan karya (huruf kecil) dan 2) Kosgoro adalah koperasi yang bernaung di bawah Gerakan koperasi Indonesia. Secara eksplisit juga dinyatakan bahwa Kosgoro tidak ber-afiliasi dengan partai manapun. Bukankah pengingkaran daripada prinsip dasar ini telah dilanggar oleh Kosgoro '57?


Selama masih ada kepentingan politis sesaat yang menjadi akar terjadinya dua Kosgoro, maka rekonsiliasi yang diharapkan sukar akan terwujud. Persaingan dan ambisi diantara dua figure utama, antara Mas Hayono Isman dan Mas Agung Laksono yang berkepanjangan, mengakibatkan cita-cita Kosgoro menjadi mimpi dialam realitas. Kekuatan itu telah musnah sesaat keikhlasan berkorban tercerai berai di dalam hati generasi pelanjut, yang tidak menangkap sinyal dan getaran jiwa perjuangan Mas Isman. 

Di dalam kesatuan Trip (Tentara Republik Indonesia Pelajar) yang merupakan cikal bakal Kosgoro, selama bergerilya lebih lima tahun, sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai perang kemerdekaan yang diakhiri tahun 1951, rasa solidaritas dan kohesifitas sesama lasykar begitu erat sehingga mampu menjadi kekuatan dahsat untuk mengusir kaum penjajah yang berusaha masuk kembali menancapkan kuku kolonialnya di bumi pertiwi.

Transformasi nilai-nilai kejuangan yang dilakoni eks pejuang Trip, diwaktu malam berjaga dengan senapan ditangannya, masih terlintas dalam pikiran mereka: …"rakyat yang melarat-menderita ditengah-tengah alam yang subur makmur, - - - tergugah pikiran dan tekad untuk mengangkat derajad kehidupan rakyatnya". Masihkah nilai-nilai kejuangan tersebut menjadi prinsip dasar kejuangan Kosgoro di alam pembangunan? Atau apakah doktrin Pengabdian, kerakyatan dan solidaritas hanya menjadi pemanis dan lipstik di bibir? Pertanyaan ini semoga menggugah para generasi penerus Kosgoro terutama para kader biologis maupun kader geneologis langsung dari Mas Isman.

Model Kepemimpinan Mas Isman

Sebenarnya model kepemimpinan yang bagaimana yang diperankan oleh Mas Isman di dalam kiprah perjoangannya sejak dari Pendiri TKR Pelajar Surabaya tahun 1945, Komandan Trip, Duta besar, Asisten VI Pangab berpangkat Mayjen, serta Ketua Umum Kosgoro? 


Model Kepemimpinan situasional. Teori ini memiliki kecenderungan terhadap dua hal yaitu konsiderasi dan inisiasi. Konsiderasi merupakan kecenderungan pemimpin yang menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan, seperti membela dan memberi masukan kepada bawahan. Sedangkan inisiasi, merupakan kecenderungan pemimpin memberikan instruksi kepada bawahan, dipengaruhi oleh adanya mekanisme kerja yang terstruktur di dalam pelaksanaan tugas. 

Semasa hidupnya di- rumah kediaman jalan Cikditiro 34, semua tamu dan teman-teman seperjuangan diterima dengan baik, bahkan pengurus Kosgoro dari daerah bisa langsung bertemu dikamar beliau tanpa aturan protokoler. Almarhum sangat memperhatikan keadaan keluarga, sangat akrab kepada anak buah terutama kepada mereka yang masih lemah kehidupan ekonominya. Dalam pengelolaan manajemen organisasi, fungsi serta tanggung jawab tugas, dilakukan secara terbuka dan akuntabel. Penempatan pengurus dibahas secara objektif sesuai dengan kemampuan dan latar belakang pendidikannya.

Model kepemimpinan transformative. Teori Transformasional oleh Burns (1978), menekankan bahwa seorang pemimpin perlu memotivasi bawahannya untuk melakukan tanggung jawab mereka lebih dari yang mereka harapkan, Mereka harus mampu mendefinisikan, mengkomunikasikan dan mengartikulasikan visi organisasi, dan bawahan harus menerima dan kredibilitas pemimpinnya. Menurut Bass (1988), seorang pemimpin transformasional merupakan pemimpin yang kharismatik, dan merupakan peran sentral membawa organisasi mencapai tujuan. 

Dari uraian diatas, bagaimana seorang pemimpin bisa mengkomunikasikan dan mengartikulasikan visi organisasi didapatkan dari Forum Orientasi dan Tatap Muka (Forta) yang diselenggarakan sebagai wadah kaderisasi untuk mensosialisasikan Pedoman Perjuangan Kosgoro keseluruh wilayah, dan menangkap potensi dan program unggulan apa yang akan dikembangkan di satu daerah sesuai aspirasi yang berkembang. 

Dengan bukti terselenggaranya Satuan pendidikan, semula sebanyak 400 institusi, dan terbentuknya koperasi dan puluhan Bank perkreditan rakyat, menandakan program sosial ekonomi Kosgoro di dukung oleh masyarakat luas. Kerjasama Pertanian dengan pihak Jepang di Lampung, PT. Mitsugoro. Disamping itu, pemberian Beasiswa kepada mahasiswa berprestasi, tapi tidak didukung dana yang memadai di perguruan tinggi negeri, dibantu oleh Yayasan Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Mitsui-kosgoro. Kosgoro yang bekerjasama dengan perusahaan MITSUI&CO.,LTD. - Jepang, berhasil memberi bantuan beasiswa dan menjadikan jumlah Alumni penerima sampai saat ini, mencapai 1000 orang yang tersebar diseluruh negeri. 

Semua yang dikerjakan Mas Isman sangat monumental, tetapi apakah kepemimpinan Kosgoro setelah 28 tahun pasca Mas Isman, masih melahirkan kepemimpinan situasional dan transformasional, yang juga memiliki serangkaian kompetensi yang bersifat antisipatif, cepat dan komunikatif? Di dalam era perubahan dan era globalisasi sekarang, nampaknya sebuah organisasi kemasyarakatan harus mampu menerjemahkan visi, misi baru untuk berkompetisi secara sehat dan inovatif. Seperti pesan Mas Isman sebelum wafat, kalian janganlah seperti bebek-bebek kalau suatu saat saya sudah tiada. Atau benarkah sinyalemen James F. Bolt (2009), bahwa telah terjadi krisis pengembangan kepemimpinan, karena para pemimpin kita memang missing in action? Wallahu alam bis sawab.(a.m.a)
  
  

    
  
    
    
  
    
  



















 

Sabtu, 06 November 2010

Perspektif Etika dan Relevansi Kunjungan DPR ke Yunani.

Oleh: Abdul muin angkat
 
Kalam

Akibat ribut-ribut pada Sidang- sidang DPR, terutama pada Sidang paripurna DPR RI yang dipimpin oleh Marzuli Ali dimana kelihatannya secara tidak etis, ketua Sidang menutup persidangan secara sepihak, tanpa meminta persetujuan kepemimpinan kolektif, terjadi keributan kecil di mana beberapa anggota DPR yang tidak puas mengerumuni meja pimpinan untuk melakukan protes keras, dengan memukul meja sidang.Sang Ketua DPR di anggap telah melakukan tindakan yang anti demokrasi. 

Akhir-akhir ini ketika Goncangan gempa dan Tsunami melanda kepulauan Mentawai Sang Ketua mendapat banyak cercaan bahkan makian di Face book, menanggapi pernyataannya - -" yang menyalahkan penduduk tinggal di Pantai dan menyarankan untuk pindah ke Pulau". Terlihat bahwa Sang Ketua kurang peka dan tidak mempunyai kepedulian sosial, padahal beliau adalah wakil rakyat yang seyogianya memperjuangkan aspirasi konstituennya, rakyat Sumatera selatan yang sangat dekat dengan Kepulauan Mentawai. 

    Kasus kedua terjadi ketika 'si poltak' panggilan akrab Ruhut Sitompul mengucapkan kata-kata tidak senonoh pada saat 'interupsi' meminta waktu berbicara kepada pimpinan Gayus Lumbun di Komisi III. Dengan meneriakkan kata 'bangsat'! semua orang terperangah, dan Gayus mengancam akan mengeluarkan Ruhut dari persidangan. Kosa kata yang 'sarkastis' mengemuka di ruang sidang terhormat, yang ditonton jutaan rakyat sambil ngedumel. . ." anggota DPR kasar, dan gak tahu sopan santun" - - mereka sangat menyayangkan perilaku orang terdidik yang bergelar Profesor, Doktor dan Sarjana- - terlibat adu mulut tanpa mengindahkan etika persidangan. Bukankah mereka juga adalah mantan pengacara yang telah mengerti seluk beluk ber-acara di pengadilan?

    Kasus ketiga, dengan telah terhukumnya empat orang terpidana anggota DPR periode 2004-2009, dan menyusul 26 orang tersangka yang sekarang masih dalam proses penyidikan oleh KPK. Terbukti bahwa telah terjadi degradasi moralitas para penyelenggara Negara, khususnya para anggota parlemen yang seharusnya menjadi panutan kepemimpinan di negeri ini, justru terperangkap oleh tindakan tidak etis, disuap untuk menggoalkan terpilihnya seorang Deputi Bank Indonesia Miranda Goeltom.

Etika
 
    Etika merupakan cabang aksiologi yang intinya membicarakan masalah-masalah predikat nilai, 'benar' atau 'salah', 'susila' (moral), atau 'tidak susila' (immoral). Etika juga membicarakan sifat-sifat yang menyebutkan seseorang susila atau bajik. Kualitas atau atribut yang disebut kebajikan (virtues) yang dilawankan dengan kejahatan-kejahatan (vices) yang menyebabkan seseorang disebut sebagai 'tidak susila'.Masalah kesusilaan dan ketidak susilaan menurut Kattsoff ternyata tidak jumbuh hanya dengan seks. Artinya, seseorang yang tidak susila bukan berarti selalu dibidang seks. Orang yang mencuri, yang tidak adil atau yang kejam juga dapat dipandang sebagai orang yang tidak susila.

   Makna 'Etika' dipakai dalam dua macam arti. Yang pertama apabila dikatakan "saya pernah belajar etika" maka maksudnya adalah bahwa Etika merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-perbuatan manusia. Yang kedua, apabila dikatakan Ia bersifat etis, atau Ia seorang yang jujur, atau korupsi merupakan tindakan tidak susila. Atau 'kebohongan' adalah tindakan yang tidak susila; maka ' 'bersifat etik' dalam hal ini setara dengan 'bersifat susila'.Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa perbuatan korupsi dan kebohongan adalah tindakan tidak etis.

   Konsep yang pokok dalam etika adalah moralitas, yaitu suatu gagasan yang relative formal tentang apa yang merupakan perilaku benar dan salah, baik dan buruk, nilai moral, asas moral, aturan moral, pertimbangan moral yang mengatur tingkah laku manusia dalam kehidupan sosialnya. Salah satu turunannya adalah etiket sopan santun, dimana seseorang seharusnya berkata santun apabila berada pada forum-forum terhormat, atau di perkantoran. Maka ketika kita mendengar seorang anggota DPR, si 'Poltak" menuding si Gayus, bangsat! Maka tindakan ini betul-betul melanggar etiket sopan santun, apalagi kalau dipertontonkan di dalam forum terhormat sidang-sidang komisi di DPR. 

   Etika deskriptif, merupakan cabang sosiologi untuk mengetahui apa yang dipandang betul atau tidak betul. Pengetahuan ini dapat mencegah berkembangnya rasa kedaerahan. Namun perbedaan yang besar dalam adat istiadat juga telah menimbulkan pendirian bahwa tanggapan-tanggapan kesusilaan bersifat nisbi, misalnya saja bagaimana kebiasaan menerima tamu pada suku tertentu yang belum tentu sama persepsinya dengan suku lainnya.

   Etika normative, sebagai ilmu pengetahuan yang menetapkan ukuran-ukuran atau kaidah-kaidah yang mendasari adanya penilaian terhadap perbuatan manusia.Apa yang pantas dan tidak pantas, apa yang patut dan tidak patut, Dalam hal ini ditetapkan apa yang seharusnya dikerjakan, dan apa yang seharusnya terjadi, dan yang memungkinkan orang untuk menetapkan apa yang bertentangan dengan yang seharusnya terjadi. William Frankena menjelaskan bahwa etika normative berusaha pertama-tama untuk memperoleh suatu kumpulan pertimbangan yang dapat diterima 1) tentang kewajiban moral, (pertimbangan deontis) 2) tentang nilai moral (pertimbangan aretaic) dan 3) tentang nilai non moral.Sedangkan metaetika membuat suatu teori tentang arti dan pembenaran dari ketiga jenis pertimbangan di atas. 

   Etika kefilsafatan meng-analisis makna apakah yang terkandung oleh predikat kesusilaan, dengan menyelidiki penggunaan predikat dalam pernyataan dalam kenyataan hidup sehari-hari. Sebagai mahluk individu, mahluk sosial serta mahluk Tuhan, maka tanggung jawab etis yang di dalamnya tumbuh kesadaran etis akan tetap mempertahankan eksistensi manusia mencapai titik equilibriumnya di dalam gerakan bandulnya, antara apa yang seharusnya dikerjakan dan apa yang tidak seharusnya dikerjakan, atau apa yang patut dan tidak patut untuk dikerjakan.

Anggota DPR belajar Filsafat Etika?

    Seandainya anggota DPR RI mau belajar dan kuliah Etika di Sebuah fakultas Filsafat UGM, atau Fakultas Budaya di UI, atau STF Drijkarkara Jakarta, mungkin tepat sasaran dan tepat tujuan, karena dapat ditempuh dalam dua sampai tiga semester. Tapi coba bayangkan studi banding selama tiga sampai empat hari ke Yunani, makna apa yang di dapat dari kunjungan tersebut? Atau hanya ingin menyaksikan sisa-sisa reruntuhan bangunan, semasa Socrates 400 SM?atau hanya ingin membaca sejarah tentang Yunani sebagai pusat peradaban dunia?

    Istilah Yunani philosophia berasal dari dua kata, philein = mencintai ( to love) dan sophos = bijaksana (wise), atau Sophia = kebijaksanaan (wisdom). Dari definisi tersebut dapatlah di simpulkan bahwa filsafat adalah 'mencintai sifat bijaksana' maka, filsuf hanyalah teman yang mencintai kebijaksanaan.Menurut sejarah filsafat Yunani kuno, Pythagoras (580-500SM) adalah orang yang pertama kali memakai kata philosophia. Ketika Ia ditanya apakah ia orang yang bijaksana, pythagoras dengan rendah hati menyebut dirinya sebagai philosophos, yaitu pencinta kebijaksanaan (lover of wisdom).

    Para filsuf tidak hanya puas dengan pertanyaan apa (what) atau mengapa (why) tetapi para filsuf melakukan refleksi tentang apa yang mereka perbuat dan mengadakan pemeriksaan secara kritis terhadap dasar pengetahuan. Socrates (469-399 SM); tidak hanya tertarik untuk memperoleh pengetahuan tentang jenis kehidupan yang dianggap paling bernilai, namun juga ia mengadakan pemeriksaan tentang dasar suatu kehidupan yang lebih bernilai dibanding dengan kehidupan yang lain.

    Plato (427-347 SM), menulis tentang masyarakat yang dicita-cita kan(ideal society), dimana terwujud keadilan yang sempurna dan juga meneliti makna 'keadilan', serta meneliti pelbagai cara untuk menetapkan apakah sesuatu masyarakat dikatakan adil ataukah tidak. Aristoteles (384-322 SM), sebagai murid Plato, tidak hanya menulis buku tentang fisika, biologi dan psikologi, tetapi juga menulis tentang logika, dan juga epistemology (teori pengetahuan).

    Untuk memperoleh jawaban yang berupa kebenaran, para filsuf mengadakan dialog (Tanya jawab). Kata dialog berasal dari kata Yunani dialectic yang berarti bercakap-cakap. Dalam filsafat Yunani, dialectic berarti kemahiran (art) untuk mencari kebenaran melalui percakapan. Menurut Socrates, dialog merupakan kegiatan kefilsafatan yang pokok dan penting. Kebenaran tidak pernah selesai, sehingga perlu mendengar pendapat dan buah pikiran orang lain. Karena itu, dalam melaporkan dan menerangkan filsafat, Socrates dan Plato menggunakan bentuk dialog.

    Satu pelajaran penting yang perlu di rewind kembali, adalah ketika komisi III DPR-RI melakukan Fit and proper test kepada calon Kapolri Timur Prodopo. Dalam Tanya jawab dan dialog yang dilakukan tidak tergambar proses dialog yang sebenarnya dimana penggalian informasi sedalam-dalamnya, dan jawaban yang diberikan sama sekali tidak menuju kepada pencarian hakekat kebenaran. Ketika Sudding dari Hanura bertanya tentang reformasi cultural di tubuh Polri, Pradopo hanya menyinggung sedikit tentang grand design Polri tanpa menjelaskan paradigm baru pengembangan staf, profesionalisme dan budaya organisasi yang sudah lapuk dan perlu direformulasi . Ketika ada pertanyaan tentang dimana posisi Pradopo sebagai Kapolres Jakarta barat, ketika kasus Trisakti pecah, hanya di jawab sebagai pembelaan diri atas perintah atasan, sama sekali tidak memberikan makna jawaban , dan tidak diteruskan dengan pertanyaan penyelidikan lainnya. 

    Tentu, yang dijadikan kambing hitam adalah persoalan minimnya waktu. Akan tetapi bagi kita yang menyaksikan proses dialog tersebut, terkesan bahwa proses dialog yang dilaksanakan sangat datar, dan hampir-hampir tidak berimplikasi terhadap pencarian kebenaran yang mencerahkan. Ternyata, Fit and proper test tidak di disain untuk menggali atau menyelidiki keterangan yang sedalam-dalamnya seperti yang dikemukakan oleh Poedjowiyatno, tentang filsafat. Apa yang dikemukakan di dalam usaha mengkritisi dan menggali performance kepemimpinan, dan tanggung jawab sebagai pejabat public, tidak tampak secara jelas. Atau, lebih jauh lagi semua jawaban yang dipaparkan, sangat normative, dan dalam kapasitas yang biasa-biasa saja. Padahal, bukankah pada era globalisasi sekarang sangat dibutuhkan kepemimpinan yang tranformatif, cerdas dan ber visi jauh kedepan?

Etika penyelenggara Negara

    Etika adalah aturan tingkah laku manusia mengenai tindakan benar dan salah, baik dan buruk yang merupakan aturan moral atau pertimbangan moral. Kalau dihubungkan dengan sebutan 'penyelenggara negara' sekurang-kurangnya terkait dengan fungsi legeslatif, maka aturan tingkah laku ini sangat berhubungan dengan anggota DPR/DPD. Di dalam system ketatanegaraan Tryas Politika, bahwa pembagian kekuasaan antara eksekutif, legeslatif dan judikatif tidak dilakukan secara sendiri-sendiri akan tetapi saling mengisi dan berjalan harmonis, dimana tidak di mungkinkan antara satu kekuasaan dengan lainnya, saling meng-intervensi.

    Sebutan 'semangat penyelenggara negara' terdapat di dalam Pokok pikiran yang keempat yang terkandung di dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, ialah Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Oleh karena itu Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah (eksekutif) dan lain-lain penyelengara Negara (legeslatif dan judikatif) untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. 'semangat pemimpin pemerintahan'yang dimaksudkan bukan 'perseorangan' tetapi secara dinamis meliputi tanggung jawab berbangsa dan bernegara. "Semangat' dimaksud berkonotasi menjaga dinamika dan momentum pelaksanaan UUD sesuai dengan pokok-pokok pikiran Pembukaan UUD 1945, tanpa henti. 

    Kalau Etika politik dihubungkan dengan 'semangat penyelenggara negara' maka secara individual akan berimplikasi kepada performance setiap anggota DPR, yang menurut Kant, bersifat Imperatif kategoris. Artinya seorang anggota DPR, diwajibkan untuk berperilaku sesuai dengan budi pekerti kemanusiaan yang luhur yang terkadung dalam Pancasila, al; 1)Menjalankan syariat agama sesuai Ketuhanan YME, 2) menjauhi tindakan asusila 3) menghargai HAM, 4)menghargai hak-hak politik, 5)menghargai hak-hak hukum, dan penegakan hukum 6) menjaga persatuan dan kesatuan, 7) menjaga asas musyawarah dan menghargai pendapat orang lan, 8)bersikap adil, 9)mementingkan kepentingan umum daripada kelompok/golongan , 10)berwawasan kebangsaan, 11) mempercepat proses pencapaian tujuan Negara, 12) memberantas korupsi 13) membantu pemerintah memerangi kemiskinan. 

    Memegang teguh cita-cita moral rakyat, dimaksudkan adalah bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum.Oleh sebab itu didalam melaksanakan UUD 1945 dengan segala UU. Dan peraturan derifatnya guna mencapai tujuan bernegara mencapai kebahagiaan nasional lahir dan bathin, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa (segenap bangsa dan seluruh tumpah darah), nilai-nilai Pancasila sebagai Pokok kaidah Negara yang fundamental ( staat fundamental norm) seyogianya dilaksanakan secara murni dan kosekwen. Pancasila adalah asas cultural, asas religius, asas kenegaraan Bangsa Indonesia, sekaligus merupakan asas kerohanian bangsa, karena masing-masing sila merupakan satu kesatuan bulat dimana antara sila yang satu dengan sila lainnya saling mengkualifikasi.

    Dengan penjelasan diatas secara personal, setiap anggota DPR selayaknya bersikap etis dalam melaksanakan tanggung jawab bernegara sesuai dengan tuntunan kelima sila Pancasila secara utuh. Peta geologis perpolitikan di Indonesia, sekarang ini, telah dibedah oleh Rocky Gerung dalam sebuah tulisannya di Prisma (2009), Intlektual dan kondisi politik. Pertama, adalah politik 'dagang sapi' adalah susunan kualitas yang paling dangkal, karena di dalamnya terdapat transaksi politik, tanpa visi ideologis, mengumpulkan kekuasaan dengan cara pragmatis, tanpa tahu akumulasi kekuasaan ditujukan untuk apa. Kedua, pelembagaan 'negara hukum',diselenggarakan secara rutin untuk tujuan demokrasi menjamin stabilitas politik dan sirkulasi elite melalui regularitas suksesi. Ketiga, politik adalah perjuangan keadilan diselenggarkan dalam distingsi ideologis yan jernih dan melalui kesadaran etis yang tinggi. 

   Selanjutnya dikatakan, perlunya pembenahan konstruksi etis politik kita, dimana Politikus dipahami sebagai sekedar 'binatang politik', yaitu mahluk tanpa etika, yang mengejar kepentingan dengan, 'menghalalkan segala cara'. Padahal istilah itu bertentangan dengan pengertian etis Aristotelian, yaitu bahwa manusia berbeda dengan binatang, justru memiliki kualitas menjalankan keadilan. Karena itu istilah manusia sebagai zoon politicon, hendaknya diterjemahkan sebagai 'binatang (mahluk) yang berpolitik'. Politik adalah kualitas yang tidak dimiliki binatang, dan karena itu manusia justru meninggikan wawasan dan kualitas antropologisnya melalui politik.

   Pancasila sebagaimana tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan keseragaman sistimatikanya melalui Inpres no. 12 th 1968, tersusun secara hirargis pyramidal. Setiap sila (dasar/asas) memiliki hubungan yang saling mengikat dan menjiwai satu sama lain sedemikian rupa sehingga tidak dapat dipisahkan. Melanggar satu sila dan mencari pembenaran pada sila-sila lainnya adalah tidakan sia-sia. Usaha untuk memisahkan sila-sila dalam kesatuan yang utuh dan bulat menyebabkan Pancasila akan kehilangan esensinya sebagai dasar Negara.

Pelanggaran Etika bernegara

    Apa yang dilakukan oleh empat orang terpidana anggota DPR yang telah dijatuhi hukuman oleh Pengadilan negeri, tentang kasus korupsi, dan kepada 26 anggota DPR lainnya yang diduga menerima suap pada saat pemilihan Deputy Gubernur Miranda Gultoem, merupakan tindakan yang tidak etis, melanggar norma-norma ketidak patutan yang bertentangan dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab, dan sila kelima Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 

    Sebuah pertanyaan lain. Ketika terjadi letusan 'Merapi' yang ketiga kalinya 5 november 2010, dan mengakibatkan 109 orang tewas dan 78 orang terkena luka bakar masuk rumah sakit akibat tumpahan 'whedus gembel', sebaran awan panas 1000 derajad celcius, yang yang meluncur dari puncak Merapi, meluluh lantakkan perkampungan dibawahnya, serta korban Tsunami di Mentawai yang telah mencapai korban diatas angka 445 orang, padahal belum mendapatkan bantuan, mengapa justru ditinggal pergi oleh para pemimpinnya? 

   Bukankah seharusnya para 'penyelenggara negara' mentaati tanggap darurat sebagai sebagai peringatan agar semua pejabat public focus kepada tugas dan fungsinya untuk menahan diri tidak bepergian ke Luar negeri? Dimana perasaan empati dan rasa solidaritas dalam konteks menjaga kohesifitas rasa kebangsaan di dalam Negara Pancasila? Dan ternyata bukan hanya komisi III yang bepergian ke Luar negeri, tetapi komisi VIII DPR pun ikut rame-rame, (bersama keluarga) berangkat ke Arab Saudi, untuk mengawasi pelaksanaan haji yang dikoordinir boleh Departemen Agama. Bahkan Gubernur Sumatera barat tega meninggalkan rakyatnya. Pergi ke Jerman road show untuk sebuah kegiatan pameran budaya. 

   Apakah etis meninggalkan Negara yang sedang mengalami bencana justru di tinggalkan oleh para pemimpinnya memprioritaskan tugas lain, padahal Tupoksi nya adalah masalah bencana? Persoalan patut, dan tidak patut, pantas dan tidak pantas adalah persoalan etika kenegaraan yang seharusnya sudah dipahami oleh seorang politisi dari partai-partai yang duduk didalam parlemen. Apabila kader partai tidak bisa memahami persoalan etika, maka patutlah dipertanyakan bahwa telah terjadi degradasi moral dan hilangnya rasa kebangsaan.
    
   Terlanggarnya sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab yang dijiwai oleh Ketuhanan Yang Maha Esa, sangat nyata dan seharusnya tidak akan pernah terjadi, kalaulah kaderisasi anggota partai dilakukan secara baik dan benar. Seorang kader partai sebelum dicalonkan sebagai anggota legeslatif, seyogianya sudah lulus tahap-tahap kaderisasi berjenjang, sebagai prasyarat untuk lolos calon dan terutama, sudah memahami wawasan kebangsaan, dan tugas-tugas pokok sebagai anggota parlemen meng-agregasi kepentingan rakyatnya. 

   Setelah duduk dan terpilih sebagai anggota parlemen, maka seketika itu loyalitas nya kepada Negara lebih menonjol dan diatas segala-galanya, daripada memperjuangkan kepentingan golongan bahkan kepentingan pribadi, loyality to my party end, when loyality to my country begins. Kalimat ini pernah diucapkan ketika SBY, memberikan ceramah umum kepada politisi muda se-Indonesia, dibawah 30 tahun, kamis 4 november di Pekan Raya Jakarta, Kemayoran.

Kesimpulan

    Dari paparan di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa 
1. Anggota DPR yang bersumber dari Partai politik belum memahami secara utuh etika  bernegara terutama etika persidangan yang seharusnya menjadi basic awal yang telah diberikan dalam kurikulum pengkaderan sebagai anggota partai. 

2) Lemahnya wawasan kebangsaan para anggota parlemen, menandakan perlunya kursus Lemhannas yang diwajibkan kepada setiap anggota DPR agar mampu menerjemahkan kepentingan nasional diatas kepentingan golongan.

3)Pelaksanaan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum dan Ideologi Negara tidak dijalankan secara konsekwen oleh para penyelenggara Negara.

4) Keberangkatan anggota DPR ke Yunani tidak lebih dari perjalanan rekreatif ketimbang studi banding karena sebenarnya belum pernah dilakukan survai nasional mengenai etika dan tugas masyarakat adat di dalam setiap permusyawaratan suku apabila seseorang di tuduh 'melanggar adat istiadat'.

Saran
  1. Percepatan peningkatan mutu anggota Partai dimasa depan dengan melakukan kaderisasi internal mutlak dilakukan, agar memahami prinsip-prinsip dasar ber-organisasi, memahami etika persidangan, memperkaya wawasan kebangsaan.
  2. Seleksi calon-calon legeslatif harus dilakukan secara transparan, adil , dan dengan menitik beratkan semata-mata kekuatan kognitif, melainkan harmoni antara IQ,EQ dan SQ. Dengan criteria yang demikian, diharapkan anggota DPR memiliki performance dan standar mutu minimal yang layak dibanggakan dan memenuhi harapan rakyat sebagai penyelenggara Negara yang berbudi luhur dan mempunyai moralitas yang tinggi.
  3. Anggota Badan kehormatan DPR, yang melakukan evaluasi etik terhadap anggotanya, seyogianya di pilih dari para anggota yang mempunyai martabat, dedikasi dan telah teruji didalam kinerja partai tanpa memiliki cacat politis.
  4. Sependapat dengan Daniel dhakidae, dalam Prisma, (2009) Diperlukan 'political engineering baru', untuk mengontrol kuasa parlementarisme dimana perlemen mensub-ordinasi kekuasaan eksekutif, atau sebaliknya politik kehilangan independensi menjadi sub-ordinasi kepada fungsi kenegaraan yang khas, l' unique lieu 'etatique. (am.a).