Tampilkan postingan dengan label budaya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label budaya. Tampilkan semua postingan

Jumat, 07 Januari 2011

TULIP DARI SINAI DAN SAJAK-SAJAK IQBAL YANG LAIN

Sajak-sajak Muhammad Iqbal

Kalam.
Iqbal sebagai filsuf muslim pasca Newton, dan Einstein, telah berusaha merefleksikan problematic materi,ruang dan waktu. Pada abad ke-4 dan ke-5 SM, filsuf-filsuf Thales, Anaximandros, dan Heraklitos sudah memulai usaha untuk menerangkan pengertian materi. Bagi mereka "materi" lebih luas dari sekedar lingkup kebendaan. Akan tetapi mereka belum sampai pada konsep 'materi yang dijiwai' seperti misalnya pada mahluk hidup, karena belum membedakan antara benda mati dan benda hidup. Segala sesuatu dianggap memiliki daya kehidupan.

Pengertian materi dalam arti sempit, seperti pandangan masa kini belum dibicarakan. Namun demikian Demokritos telah berusaha menerangkan materi dengan teori atomnya, walau yang dimaksudkan bukan atom dalam ilmu fisika. Demokritos memandang bahwa atom adalah unsur pembentuk benda-benda maupun jiwa. Konsep ini cenderung menerangkan keberadaan ruang kosong yang menjadi problem kefilsafatan. Ia menerangkan bahwa ruang kosong merupakan tempat dari atom-atom (Peursen; 1981).

Ilmu fisika klasikmenggambarkan materi sebagai sesuatu yang bersifat tetap. Materi terdiri dari banyak atom sebagai sesuatu yang ada, objektif dalam ruang dan waktu. Perkembangan selanjutnya materi dianggap sebagai massa yang positif dan negative, kemudian materi akhirnya bukan seperti butiran I yang kontinyu atau partikel yang bersifat diskontinyu, tetapi sekaligus secara komplementer materi dipandang sebagai gelombang energy yang kontinyu.

Iqbal mengutip pendapat Bertrand Russel, yang mengatakan bahwa teori teori relativitas Einstein telah merusak pengertian tradisional tentang substansi yang melebihi dalil-dalil filsafat. Benda yang bagi tanggapan umum adalah sesuatu yang tetap berada sepanjang waktu dan bergerak di dalam ruang, tidak dapat dipertahankan lagi. Benda bukanlah suatu yang tetap ada dengan keadaannya yang berubah-ubah, melainkan suatu sistem peristiwa yang saling berhubungan. Lenyaplah kepadatan bersama karakteristik benda yang oleh materialism dianggap lebih nyata daripada pikiran (Iqbal; 1966).

--- "alam adalah kenyataan dalam gerak maju. Alam semesta bukanlah sebuah benda melainkan perbuatan, aliran dari 'chaos ke kosmos. Iqbal menerima pikiran Einstein, - - alam bukanlah produk yang sudah selesai, tidak berubah".Sebaliknya Iqbal menolak pandangan Aristoteles, tentang alam semesta yang terdiri atas materi yang tetap dan hanya berubah dalam bentuk.

Selain itu Iqbal juga berpandangan, bahwa realitas pada akhirnya bersifat rohani atau spiritual. Rohani menampilkan diri dalam kehidupan alami, material maupun duniawi. Oleh karena itu segala sesuatu yang bersifat bendawi pada akhirnya bertopang pada akar rohani. Materi saja tidak mungkin memiliki substansi, apabila tidak berakar pada dunia ruhani (spiritual). Tidak ada dunia profane dalam arti tidak bersumber pada Tuhan. Materi merupakan ruang lingkup bagi perealisasiaan diri ruh (Saiyidan, 1981).

Setiap atom dari energy Ilahi, walaupun rendah dalam suatu wujudnya adalah suatu diri, dan derajad kedirian tertinggi dicapai oleh manusia karena manusia dapat menyebut "Aku Ada". Tujuan dari diri ego, adalah selalu berjuang untuk mengukuhkan individualitasnya. Usaha ini tidak terbatas pada manusia, namun gejala ini Nampak pada semua organism. Iqbal berpendirian, bahwai alam semesta itu, merupakan organism yang selalu tumbuh dan terbuka bagi ciptaan baru Tuhan.

Sekurang-kurangnya pemikiran Iqbal telah mampu menjelaskan materi, ruang dan alam semesta, dan membawa kita kearah pemikiran spiritual kearah pengukuhan eksistensi manusia terhadap alam semesta dan relasinya kepada Tuhan. Dalam pada itu pemahaman dan refleksi pemikiran tersebut akan menjadi oli pelumas untuk mempercepat turbo mesin penggerak nurani kita. (bahan; Sudaryanto berjudul ; Pandangan Iqbal Tentang Materi, Ruang dan Waktu, diambil dari Jurnal Filsafat UGM, jilid 33, 2003)

Tulisan dibawah ini adalah sajak-sajak Muhammad Iqbal yang diterjemahkan oleh Prof. Dr Abdul Hadi WM, Guru besar filsafat pada Universitas Paramadina, saya copy paste dari Notes yang di Tags kepada saya, semoga menjadi pengayaan universal di alam maya kehidupan. Salam (a.m.a ) 


TULIP DARI SINAI

Di bawah kuasa-Nya dunia  bergantung
Segenap makhluq dicipta untuk menaati perintah-Nya
Matahari sendiri tak lebih hanya tanda
Dari sujud alam yang lama di kening hari

Hatiku berkobar oleh nyala api dalam kalbu
Kepada bingai semesta, air mata darah meminjamkan
Penglihatanya. Ia yang tahu asyik nama lain dari Cinta
Bisakah sesat dari rahasia kehidupan?

Dunia hanya debu dan hati adalah buahnya
Hanya darah setetes yang membuatnya bingung
Jika kami tak memiliki penglihatan lahir dan batin
Tentu dunia akan terasa asing bagi kami

Musik cinta menemukan alatnya pada manusia
Rahasia ia singkap, dirnya satu semata dengan-Nya
Tuhan mencipta dunia, manusia membuatnya indah
Manusia adalah kerabat kerja dan sahabat Tuhan

Apa guna kalbu dalam dada, tanyamu
Akal yang dlimpahi rasa oleh Sang Pencipta
Jika rasa dalam dirimu hidup, hidup pulalah kalbumu
Jika tidak akal akan berubah menjadi debu

Jangan omeli apa tujuan hidup di bumi
Baik nikmati saja keajaibannya yang menawan
Kucintai pngembaraan jauh yang berkali-kali
Sebab setiap keberangkatan tantangan bagiku

Kau matahari, aku planet berputar mengitari-Mu
Diterangi oleh penglihatan-Mu
Terpisah dari-Mu adalah derita bagiku
Kau Kitab Agung, aku hanya setitip huruf di dalamnya

Disebut Cina, Arab, Parsi dan Afghan
Kita ini milik sebuah taman besar, pohon agung
Lahir di musim semi itulah keluhuran
Membedakan warna kulit adalah dosa besar

Dunia kita ini masih percobaan seorang pemahat
Perubahan demi perubahan akan ia alami siang malam
Pahatan Nasib memerintahkan kita bekerja terus
Memberi bentuk, sebab dunia masih pahatan kasar

Belajarlah dari kuntum bunga tentang hidup, o Hati!
Ia adalah perlambang hidupmu yang selalu mencari cahaya
Ia menyembul jauh dari kegelapan bumi
Namun sejak lahir memiliki mata di sinar matahari

Jika kau tahu kemungkinan-kemungkinanmu yang terpendam
Embun akan bisa kaucipta menjadi lautan
O Hati, mengapa mengemis terang kepada sinar bulan?
Nyalakan lampumu sendiri agar terang malam-malammu

Kau masih terikat pada warna kulit dan ras
Maka kausebut aku Afghan atau Turkoman
Namun aku pertama kali manusia, nyata manusia
Baru kemudian bisa kausebut India atau Turkistan
 

TUHAN DAN MANUSIA

Tuhan:
Kubuat dan kubentuk dunia ini daru empung yang sama
Kaubkini Iran, Ethiopia dan Mongolia
Dari tanah Kubuat besi, murni tak tercampur yang lainnya
Kamulah yang menjadikannya pedang dan senjata
KKau bikin kapak untuk menebang pohon yang Kutumbuhkan
Dan membuat sangkar untuk burung-burung yang berkicau bebas
 
Manusia:
Kau mencipta malam, aku mencipta lampu untuk meneranginya
Kau membuat lempung, darinya aku bikin cawan minuman cerlang
Kau jadikan hutan belantara, gunung dan padang rumputan
Aku cipta kebun, taman, jalan-jalan dan padang pengembalaan
Kurubah racun brbisa menjadi minuman segar
Akulah yang mencipta cermin cerlang dari pasir.


DARI  'ASRAR-I KHUDI ATAU RAHASIA DIRI

Apabila kepada manusia di muka bumi
Cinta telah menyingkap pengetahuan Diri
Rahasia penjajahan akan dibaringkan telanjang
Di hadapan sekalian budak-budak
Menjadi `Attar, Rumi, al-Razi atau Ghazali
Semua jalan harus ditempuh dengan upaya keras
Mula-mula  terdengar keluh kesah fajar
O Pebimbing jalan yang bijak
Walau mufasir  lamban langkah jalannya
Jangan hapus kepercayaanmu kepada mereka
Mereka ini tidak kekurangan semangat

O Burung yang dikirim dari sorga
Mati lebih baik daripada hidup diperbudak
Sebab ini  yang membuatmu lemah tak dapat terbang
Menjadi faqir adalah lebih baik
Dibanding menjadi Darius atau Iskandar Agung
Ketiadaan harta seorang faqir yang beriman
Akan melahirkan keberanian singa Tuhan
Kebenaran dan tak takut adalah hakekat keberanian
Singa-singa Tuhan takkan mau menempuh
Jalan yang dilalui seekor rubah 


SANDOR PETOFI

(Penyair muda Hongaria awal abad ke-20 yang gugur di medan perang mempertahankan negerinya, namun tiada tugu peringatan baginya karena jasadnya tak ditemukan)

Untuk sesaat
Di taman dunia ini
Kau nyanyikan lagu pengantin mawar,
Dan karenanya
Hati yang satu bersorak gembira
Dan yang lain merasa sedih.
Dengan darah
Kau lukis kelopak tulip
Merah membara.
Dengan pandang pagi harimu yang sejuk
Kausingkap pelan-pelan hati tunas mawar.
Dalam sajak gubahanmu
Kau jumpai kuburmu yang lebih terhormat.
Kepada rahim bumi
Kau tak akan  dan tak akan kembali
Sebab kau tidak dilahirkan oleh bumi.


KAPITALIS DAN BURUH

Duniaku adalah hiruk pikuk pabrik baja
Sedang duniamu adalah melodi indah organ gereja
Duniaku semak belukar timbunan pajak
Yang harus dibayar kepada penguasa
Duniamu Sorga dengan sidrah dan tubanya
Arak dengan kemabukannya adalah minumanku
Minumanmu berasal dari Adam dan Hawa
Angsa, kakak tua  dan merpati adalah burungku
Huma dan simurgh adalah harta kerajaanmu
Bumi dan isi dalam perutnya adalah milikku
Membentang dari bumi ke langit adalah wilayahmu. 


PERCAKAPAN COMTE DAN KAUM BURUH

August Comte:

Seluruh  umat manusia adalah kesatuan yang saling berhubungan
Mereka itu seperti daun dan dahan
Darui sebuah pohon nan besar.
Jika otak manusia merupakan tempat duduk Akal
Dan jika kakinya terikat kepada tanah
Hal ini oleh karena keduanya dibelenggu
Oleh ketentuan Alam yang tak terelakkan.
Seseorang memerintah, manusia lain harus bekerja
Keduanya hanya mengikuti ketentuan itu.
Seorang Namrud atau Mahmud tak dapat
Mengerjakan pekerjaan budak seperti Ayaz.
Tidakkah kau lihat, disebabkan pekerjaan itulah
Kalian menjadi berbeda? Hidup
Menjelma taman, dengan mawar dan duri keduanya

Buruh:

Filosof. Kau memperdayaku ketika berkata
Bahw aku takkan pernah bisa
Melepas jalanku dari lingkaran tenung
Yang kaubikin. Kau langkahi
Loyang demi emas, dan mengejarku
Menyerah kepada nasib.
Dengan cangkulku kugali saluran air
Di sana kutangkap tawanan lautan
Dan kuambil susu dan madu dari kedai Alam.
Pembawa barang rahasia yang asing
Hadiah untuk si Kohkan malang ternyata kauberikan
Kepada Parvis si kaya raya dan penganggur,
Hingga sakitlah hati si malang.
Jangan pulas yang salah menjdi benar
Dengan filsafatmu.
Kau tak dapat mengelabui penglihatan Khaidir
Dengan tipuan khayali.
Kaum kapitalis yang tak punya kesibukan
Selain makan, tidur dan bersanggama
Adalah beban di muka bumi ini
Mereka gemuk dan bergizi disebabkan buruh
Dan budak-budak yang bekerja keras
Tidakkah kau tahu si penganggur itu
Tidak lain adalah perampok sejak dilahirkan?
Kejahatan pemodal ingin kau maafkan
Seluruh filsafatmu membuat kau sendiri kebingungan.


PERADABAN

-- Liga Bangsa-bangsa, sekarang Persatuan Bangsa-bangsa
 
Manusia, yang berseri-seri wajahnya
Dihiasi pupuk peradaban
Kini merpertunjukkan debu hitam ciptaan
Seraya membayangkan dirinya cermin cerlang
 
Kepalan tinjunya disembunyikan
Dalam sarung tangan sutra yang indah
Hasil kalamnya membuat ia penuh pesona
Pedang katanya telah ia simpan
 
Hamba tanah liat ini kini membangun
Rumah berhala perdalamaian dunia
Kemudian menari-nari berputar-putar
Mengikuti lagu serling perdamaian
 
Namun ketika perang tidak terelakkan
Segera ia campakkan cadar pura-puranya
Lantas tegaklah ia bangkit maju ke depan
Bak musuh yang begitu haus akan darah.

 

Senin, 29 November 2010

Mengapa Yogyakarta disebut Daerah Istimewa?


Kalam

Pewarisan nilai-nilai kejoangan semasa Proklamasi sampai Perang kemerdekaan satu dan dua merupakan benang merah yang harus di sampaikan sejujurnya kepada anak bangsa, yang merupakan penerus kemerdekaan sampai akhir zaman. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta  yang pernah menjadi pusat pemerintahan  sebelum dipindahkan ke Bukit Tinggi dibawah Syafrudin Prawira negara, juga merupakan sejarah yang wajib di ketahui  dan dikenang oleh generasi penerus. Sama halnya dengan sejarah Daerah istimewa Aceh, Daerah khusus ibukota Jakarta sampai ke Papua.

Apa yang dilontarkan oleh Presiden SBY beberapa waktu yang lalu tentang istilah  Monarki  dalam hubungannya dengan pembahasan tentang RUU Daerah Istimewa Yogyakarta, serta merta mendapat tanggapan yang kontraversial dari masyarakat. Apakah perlu mempersoalkan hal-hal yang sudah dipahami oleh seluruh warganegara sebagai sejarah lahirnya negara Indonesia merdeka? Apakah masih  perlu penataan sistem ketatanegaraan baru dalam perspektif demokrasi barat? Bukankah berdasarkan permusyawaratan sebagai basis 'local wisdom', serta dukungan Sultan Hamengkubuwono IX, posisi tawar Indonesia dimata dunia internasional menjadi lebih kuat? kontribusi  pemikiran dan ketegasan Sri sultan untuk menyatakan kesultanan Yogyakarta berada dibawah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah rahmat sekaligus amanah bagi  Dwi tunggal Soekarno - Hatta untuk memimpin kembali Indonesia merdeka. Bukti konkret adalah serangan Yogya kembali yang dilancarkan oleh Soeharto.

Mempersoalkan kembali masalah Monarki, apakah monarki absolut ataupun monarki kultural, rasanya kurang bijaksana.Monarki di Inggris, Belanda maupun di Thailand sangat berbeda dengan di Indonesia. Kita adalah negeri terjajah selama ratusan tahun, dan berhasil mengusir penjajahan karena keberanian luar biasa dari para pejoang kemerdekaan.Banyak kerajaan-kerajaan yang menyeberang menjadi anteknya Belanda, tetapi Kesultanan Yogya  konsisten untuk memilih dan berada dibawah naungan Republiken. Kekhususan inilah yang perlu dikenang dan dilestarikan, karena kalau alasannya adalah seorang Sultan  dan paku alam otomatis menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur, biarlah itu menjadi kekhususan yang abadi, tidak perlu dipersoalkan, apakah mereka harus  dipilih langsung menurut demokrasi barat. Rakyat yogya  yang merupakan representasi rakyat Jawa, secara tulus ikhlas pernah menorehkan sejarah memberikan pengorbanan dan pengabdian melalui Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Kraton Yogya yang merupakan pusat budaya jawa, pusat persembunyian pejuang, tidak pernah mengingkari bahwa musyawarah untuk  rakyat adalah nilai tertinggi. Pengejawantahan  demokrasi bukan abdi paduka, atau sabdo pandito ratu ; Seorang Sultan adalah simbol demokrasi dalam konteks musyawarah, karena di dalam dirinya sudah terpatri komitmen kerakyatan. Dan ini, sudah teruji selama puluhan tahun bahwa komitmen kerakyatan itu tetap terpelihara dengan baik, dibuktikan dengan kepemilikan tanah kraton oleh rakyat tidak pernah dipersoalkan. Oleh sebab itu, apakah dengan demokrasi barat yaitu demokrasi 1/2 + 1, interpretasi pembahasan RUU tersebut harus dimenangkan ketimbang demokrasi kekeluargaan yang sudah terpelihara sejak dahulu kala? Padahal musyawarah telah  hidup di dalam kerapatan adat istiadat suku-suku di Indonesia, haruskah  dikalahkan karena kepentingan politik tertentu? Mengapa Pilkada yang belum pernah di evaluasi oleh pemerintah, akan tetapi sudah menjadi rahasia umum bahwa telah terjadi manipulasi dan 'money politic', dijadikan pembenaran untuk mempersoalkan legitimasi seorang Gubernur?Kenapa demokrasi barat di dewakan padahal melalui prosedur transaksi politik? Bukankah pemberian suara tanpa pamrih oleh rakyat lebih berkualitas, dan merupakan pencerminan keikhlasan dan keadilan? Rasanya,   kita telah  kehilangan nurani sebagai bangsa yang berbudi luhur dan  Insan yang ber Ketuhanan, tega  melupakan sejarah, dengan alasan 'kedaulatan rakyat' bukan 'kedaulatan tuanku'.

Tulisan dibawah ini mungkin secara lebih lengkap mengupas sejarah masa lalu, agar membuka kembali cakrawala berpikir kita ke masa lalu menerima kenyataan sejarah apa adanya, untuk lebih memantapkan visi masa depan, menuju Indonesia moderen. Tulisan ini dikirim oleh sahabat Anton dwisunu Hanung Nugrahanto, melalui Face Book dan saya masukkan ke dalam Blog saya sebagai tulisan yang sangat berharga untuk dibaca oleh generasi penerus.( a.m.a )  
     

Pernyataan SBY yang kelewat dungu dan tidak memahami sejarah serta perasaan orang Yogya membuat banyak pihak meradang, begitu juga dengan Sri Sultan Hamengkubuwono X. Kenapa SBY bisa tidak mengerti sejarah Yogyakarta dimana Sri Sultan Hamengkubuwono IX pada waktu itu mempertaruhkan kedudukan politiknya, tidak mempedulikan tawaran Ratu Juliana yang akan memberikan kedudukan Sri Sultan HB X sebagai Pemimpin Koalisi Indonesia-Belanda dan Menggadaikan kekayaannya untuk berlangsungnya Pemerintahan Republik Indonesia. Generasi muda ada baiknya mengetahui asal usul kenapa Yogyakarta diberikan status wilayah Istimewa sebagai konsesi politik dan penghargaan Pemerintahan Republik Indonesia terhadap peranan rakyat Yogya yang gantung leher mempertaruhkan eksistensi Republik Indonesia.

Tak lama setelah Proklamasi 1945, pemimpin pusat macam Sukarno, Hatta, Subardjo dan Amir Sjarifudin menyatakan bahwa "Eksistensi pengakuan pernyataan Pegangsaan harus didukung kekuatan riil di daerah, Belanda atau pihak asing hanya akan mengakui kemerdekaan itu bila kekuatan-kekuatan daerah mendukung" memang pada hari-hari pertama Jawara Banten sudah mendukung pernyataan kemerdekaan RI dengan mengirimkan pendekar-pendekarnya mengamankan Jakarta. Kekuasaan Jepang di seluruh wilayah Banten direbut oleh para pendekar. Tapi kekuasaan pendekar itu bukan jenis kekuasaan formal yang teratur rapi. Begitu juga dengan dukungan jago-jago silat Djakarta dan Bekasi yang kemudian membentuk laskar bersendjata untuk langsung tarung di jalan-jalan Cikini sampai Kerawang. Kekuasaan Informal langsung mendukung Sukarno. Tapi bagaimana dengan kekuasaan formal yang telah didukung administrasi rapi dan memiliki massa pengikut jutaan. Kekuasaan formal itu terletak di Solo dan Yogyakarta.

Solo dan Yogyakarta disebut dengan daerah Voorstenlanden, atau daerah yang diberi kekuasaan khusus oleh Hindia Belanda sebagai buntut perjanjian Giyanti 1755. Setiap terjadi suksesi Belanda sebagai pemerintah pusat bernegosiasi terus menerus dengan raja baru untuk menambah konsesi wilayah dan peraturan-peraturan baru. Lama kelamaan daerah Voorstenlanden hanya sebatas wilayah Yogyakarta dan Surakarta seluruh wilayah Mataram asli semuanya masuk ke dalam pemerintahan Hindia Belanda. Namun wilayah boleh direbut tapi pada hakikatnya rakyat Jawa Tengah dan Sebagian Jawa Timur menganggap raja mereka berada di Solo dan Yogya. Seperti orang Madiun yang lebih berorientasi pada Mangkunegaran atau Blitar yang menganggap Yogya lebih representatif ketimbang Solo. Namun terlepas dari itu semua raja-raja Yogya dan Solo dianggap bagian dari trah resmi raja-raja Jawa.

Pengumuman kemerdekaan Indonesia dilakukan pada sebuah rumah di Pegangsaan ini artinya : Kemerdekaan itu lahir bukan dalam situasi formal. Pemerintahan pendudukan Jepang tidak lagi pegang kuasa di Indonesia setelah Hiroshima dan Nagasaki di bom atom dan Hirohito dipaksa menandatangani surat pernyataan kalah tanpa syarat dihadapan Jenderal MacArthur dan sebarisan perwira AS bercelana pendek. -Pemerintahan Jepang dipaksa oleh pihak sekutu sebagai pemenang perang untuk mengamankan seluruh aset-aset di wilayah Asia yang diduduki Jepang termasuk Indonesia. Namun perwira-perwira samurai itu juga sudah pernah berjanji pada sebarisan kaum Nasionalis untuk memerdekakan Indonesia, tapi tujuan kemerdekaan itu adalah membentuk : Persekutuan bersama Asia Timur Raya. Kemerdekaan itu ditunda beberapa kali sehingga sempat membuat berang Sukarno. Namun pada malam 16 Agustus 1945 Laksamana Maeda dengan garansi dirinya pribadi membantu kemerdekaan Indonesia sebagai bentuk pemenuhan janji. Hanya saja statement kemerdekaan dikesankan bukan dari Jepang.

Dan Sukarno butuh formalitas. Ia butuh rakyat Jawa, hatinya orang Jawa untuk berdiri dibelakang dia setelah pengumuman kemerdekaan. Sementara Tan Malaka sendiri yang belakangan muncul meragukan kemampuan Sukarno menggalang dukungan rakyat secara utuh, Tan Malaka bilang pada Subardjo "Suruh Sukarno cepat cari dukungan di tingkat daerah, dia jangan bermain di wilayah elite melulu". Apabila tidak mendapat dukungan formal minimal di Jawa maka sekutu dengan cepat bisa melikuidir Indonesia.

Barulah pada pagi hari saat Sukarno sedang rapat dengan beberapa menteri datang sebuah surat kawat (telegram) dari Yogyakarta. Sukarno membuka telegram itu dan langsung melonjak dari tempat duduknya. Mukanya yang sedari awal kusut kurang tidur sontak gembira. Di depan menterinya Sukarno berkata "Surat ini adalah langkah awal eksistensi secara de facto bangsa Indonesia, sebuah functie yang bisa mendobrak functie-functie selanjutnya. De Jure kita sudah dapatkan secara aklamasi pada Proklamasi Pegangsaan tapi De Facto surat ini menjadi pedoman kita semua". Surat 5 September 1945 yang berisi maklumat itu berasal dari Sri Sultan yang berisi bahwa :

Pertama : Bahwa daerah istimewa Ngayogyokarto Hadiningrat bersifat kerajaan adalah daerah Istimewa dari negara Republik Indonesia.

Kedua, bahwa kami sebagai kepala daerah memegang kekuasaan dalam negeri Ngayogyakarto Hadiningrat dan oleh kerna itu berhubung dengan keadaan dewasa ini segala urusan pemerintahan Ngayogyokarto Hadiningrat mulai saat ini berada ditangan kami dan kekuasaan lainnya kami yang pegang.

Ketiga : Bahwa perhubungan antara Negeri Ngayogyokarto Hadiningrat dengan pemerintahan pusat negara Republik Indonesia bersifat langsung dan kami bertanggung jawab atas negeri kami langsung kepada Presiden Republik Indonesia.

Tiga poin dalam isi surat itu sesungguhnya adalah sebuah negosiasi politik kepada Pemerintahan Republik Indonesia dari kekuasaan Yogya. Bahwa Raja Yogya bersedia masuk ke dalam struktur Indonesia apabila kekuasaan di Yogyakarta terjamin oleh Pemerintahan RI. Sesungguhnya Sri Sultan membuat statement ini adalah kecerdasan Sri Sultan karena ia tidak mau kelak Yogya akan banjir darah oleh revolusi sosial kemudian Yogya dipimpin oleh kelompok-kelompok revolusioner yang tidak bertanggung jawab. Pandangan visioner Sri Sultan ini terbukti jitu : Beberapa waktu kemudian, Kesultanan Deli di Sumatera Timur dan Surakarta terjadi revolusi sosial. Seluruh bangsawan Deli dibantai oleh pasukan yang mendukung terjadinya gerakan anti kerajaan sementara di Surakarta yang sebelumnya diberikan status juga oleh Jakarta sebagai DIS : Daerah Istimewa Surakarta, terkena serbuan pasukan Tan Malaka yang menolak adanya pemerintahan Swapradja, akibatnya status DIS dihapus karena para penguasa Solo tidak bisa mengendalikan keadaan yang take over Solo malah anak-anak muda yang tergabung dalam Tentara Pelajar. Saat itu Sunan Pakubuwono XII dan Sri Mangkunagoro VIII masih bimbang mau berpihak pada Republik atau menunggu Belanda datang. Pada tahun 1940-an seluruh penguasa Kasunanan Solo, Mangkunegaran, Pakualaman dan Kasultanan Yogyakarta adalah raja-raja baru yang terdiri dari anak muda berusia 30-an tahun. Rupanya Sunan PB XII dan Mangkunegoro VIII tidak memiliki kejelian politik seperti Hamengkubuwono IX yang masuk langsung ke dalam struktur pemerintahan RI dan mengendalikan Angkatan Bersenjata serta mengamankan rakyat Yogya dari "Kekacauan-Kekacauan Revolusi".

Tindakan Sultan yang cepat ini justru menguntungkan jalannya sejarah Republik Indonesia di kemudian waktu, karena Sultan dengan kekuasaannya menciptakan suatu daerah kantong yang terkendali. Daerah kantong inilah yang kemudian dijadikan basis perjuangan menegakkan pemerintahan Republik setelah sekutu masuk ke Tanjung Priok. Saat sekutu masuk yang kemudian diboncengi NICA membuat penggede-penggede Republik terancam nyawanya. Sjahrir sendiri pernah merasakan mobilnya diberondong peluru. Hampir tiap malam Sukarno berpindah-pindah tempat karena diburu pasukan intel Belanda, bahkan sering Sukarno tidur di kolong tempat tidur. Hal ini jelas membuat pemerintahan tidak berjalan efektif. Adalah Tan Malaka sendiri yang menganjurkan agar Jakarta segera dikosongkan dari pemerintahan Republik dan Pemerintahan menyingkir ke pedalaman sembari mengefektifkan pemerintahan. Tapi pedalaman mana yang bisa dikendalikan.

Dan Hatta menjawab : "Yogyakarta adalah tempat yang tepat, karena di wilayah sana semua rakyatnya dikendalikan oleh Sultan hanya saja apakah Sultan akan menjamin kita" mendengar ucapan Hatta, Sukarno memerintahkan stafnya menghubungi Sri Sultan. Dalam pembicaraan tidak resmi ditelepon, Sri Sultan berkata :"Saya Sultan Yogya, Sabdo Pendhito Ratu. Menjamin bahwa Pemerintahan Republik Indonesia aman di Yogyakarta" Jaminan Sri Sultan inilah yang dijadikan titik paling penting keberadaan Republik Indonesia ditengah ancaman serbuan pasukan bersenjata Belanda.

Akhirnya dicapai kesepakatan bahwa untuk menghadapi sekutu dan melobi penggede-penggede sekutu adalah Sutan Sjahrir yang ditinggalkan di Jakarta sementara Presiden dan Wakil Presiden sebagai lambang kekuasaan negara dibawa ke Yogyakarta dengan Kereta Luar Biasa (KLB) yang sekaligus memboyong seluruh keluarga mereka. Keberangkatan KLB itu juga menandai perpindahan Ibukota. Peristiwa itu terjadi pada 4 Januari 1946.

Di Yogyakarta, Sri Sultan bertanggungjawab penuh terhadap keselamatan seluruh penggede Yogya. Seluruh pejabat ditempatkan dilingkungan Keraton. Sukarno ditempatkan di Gedong Agung dan Sri Sultan menghormati kekuasaan Republik Indonesia walaupun sesungguhnya Republik ini baru berdiri. Pejabat-pejabat RI itu rata-rata dalam kondisi miskin. Sultan sendiri yang kerap mengambil emas simpanannya untuk membiayai seluruh operasional pemerintahan. Sri Sultan memberikan tanpa dihitung bahkan pernah gaji pegawai Republiek belum terbayar Sri Sultan dengan dana kekayaan pribadi sendiri membiayai gaji-gaji pegawai republiek.

Tahu bahwa Yogyakarta menjadi pusat kendali Republik. Tentara Belanda tidak berani langsung mengebom Yogya. Hal ini terjadi karena Ratu Juliana dulu adalah teman sekolah Sri Sultan di Belanda. Mereka berdua dari SD sampai Kuliah berada dalam lingkungan yang sama. Sri Sultan dipanggil Juliana sebagai Hengky. Bahkan ada gosip Ratu Juliana memiliki cinta sejatinya pada Sri Sultan. Sebelum Yogya digempur pesan dari Kerajaan Belanda bahwa nyawa Sri Sultan tidak boleh dikutak-kutik. Karena sikap keras Juliana yang tidak memperbolehkan kekuatan militernya menyenggol Sri Sultan maka staff militer di Belanda mengambil kebijakan untuk mempengaruhi Sri Sultan agar berpihak pada Belanda.

Sri Sultan ditawari menjadi pemimpin pemerintahan bersama Indonesia-Belanda tapi Sultan menolak. Baginya Indonesia adalah tujuan hidupnya. Karena tidak sabar atas sikap keras Sri Sultan yang berdiri dibelakang pemerintahan Republik maka Belanda mau tidak mau harus menguasai Yogyakarta.

Pada tahun 1948 setelah terjadinya geger Madiun, Belanda punya taktik yang khas dengan caranya yang licik menikam pemerintahan Republik di Yogya. Belanda awalnya mengadakan perjanjian kerjasama latihan militer dengan TNI sebagai wujud gencatan senjata tapi kemudian malah dari Semarang pasukan Van Langen menerobos Yogya dengan Operasi Kraai. Sepuluh ribu penerjun payung menghujani udara Maguwo, Yogyakarta diserbu tanpa persiapan.

Saat itu yang jadi komandan keamanan Kota Yogya adalah Suharto (kelak jadi Presiden RI kedua).Tapi entah pasukan Suharto ada dimana. Letkol Latif Hendraningrat sendiri langsung mencari-cari Suharto tapi tidak ketemu. Sudirman masih terbaring sakit karena paru-parunya menghitam. Sedangkan Bung Karno cs sedang rapat di Gedong Agung.

Pasukan Van Langen dengan cepat masuk ke Gedong Agung. Tapi sebelumnya terjadi perdebatan keras. Sukarno menyerah atau melawan sekutu. Sukarno berpendapat bahwa dengan ia menyerah maka dunia internasional akan meributkan agresi militer Belanda dan memberikan dukungan bagi Indonesia. Tapi pihak Sudirman menghendaki diadakannya perlawanan total, Sukarno dan Hatta harus ikut berperang di pedalaman. Sukarno memilih tidak ikut cara Sudirman.

Sebelum ditangkap pasukan Van Langen Sukarno berpesan pada Sri Sultan agar keutuhan Republik Indonesia dijaga. Sultan hanya mengangguk namun sebagai Raja Jawa ia selalu memenuhi janji.

Sri Sultan berpikir keras dengan apa Yogyakarta harus mendapatkan kemenangan politiknya. Suatu sore Sri Sultan mendengar perdebatan melalui BBC bahwa Indonesia sudah tidak ada lagi. Delegasi Belanda di PBB menyatakan "Pemerintahan Illegal Republik Indonesia sudah Hilang secara de facto yang berkuasa adalah Belanda kota Yogya sepenuhnya dibawah kendali Pemerintahan Belanda". Mendengar hal itu Sultan mendapat ide untuk mengejutkan dunia Internasional. Dipanggilnya Suharto sebagai Komandan Wehrkreise X untuk membangun serangan kejutan. Lalu terjadilah Serangan Umum 1949 yang kemudian mengubah jalannya sejarah. Setelah serangan umum Pemerintahan Belanda di PBB kalah suara dan dukungan Internasional mendukung Pemerintah Republik Indonesia sehingga pada 27 Desember 1949 Belanda mengakui kemerdekaan RI. Karena Juliana sangat membenci Sukarno maka yang datang menandatangani adalah Hatta sementara di dalam negeri yang menandatangani adalah Sri Sultan Hamengkubuwono IX di depan AJ Lovink.

Penandatangan Pengakuan Kedaulatan adalah pengakuan de facto. Dan Republik Indonesia yang masih bayi benar-benar diselamatkan oleh Sri Sultan sebagai pengasuh yang benar-benar menjamin keselamatannya. Lalu setelah puluhan tahun sejarah hendak dilupakan. Masuknya kelompok-kelompok dogol di Jakarta dan menguasai Politik Indonesia. Hanya karena ingin menggusur kedudukan Sri Sultan sebagai kekuatan politik pada pertarungan 2014 maka mereka ingin menghapuskan status daerah istimewa Yogya sekaligus ingin menghilangkan kekuasaan de facto Raja Jawa yang berada dalam lingkungan bangsa Indonesia.

Benar kata Pram : "Sebuah bangsa yang tidak mengerti sejarahnya sendiri hanya akan melahirkan ketololan-ketololan". (ADHN).


Minggu, 06 Juni 2010

ISLAM DAN BARAT, BENTURAN YANG TAK KUNJUNG USAI (I dan II)

Kalam :

Pada saat saat kunjungan saya mengikuti rombongan Olympiade Mahasiswa ke Turki yang diprakarsai oleh Dikti( 2007), kami sempat sholat zuhur di bekas Gereja Sophia yang sedang di rehab untuk kesekian kalinya menjadi Mesjid ummat Islam hasil rampasan dari Raja Byzantium oleh tentara Ottoman.Di langit-langit Mesjid yang indah masih terpatri dengan mozaik indah Gambar Jesus, dengan tulisan 'Muhammad ' dan 'Allah' disebelahnya, menjadi symbol agama samawi di Dunia.
Pada Abad ke 7 M, agama Kristen merupakan agama resmi di Byzantium (Romawi Timur) yang salah satu negeri taklukkannya adalah Turki. Pada awal abad ke 7 itu juga Byzantium mampu mengalahkan Persia, dan pada saat bersamaan berkembangnya Islam di jazirah arab, justru Tentara Islam mengalahkan Byzantium dan sukses menguasai Asia, Syam, Palestina, Libanon, Jerusalem dan Mesir. Pada saat itu Khalifah Umar Bin Chattab merupakan Panglima Perang yang handal dan Berjaya.
Siasat untuk menghancurkan Islam sejak abad ke-7 Masehi, telah dimulai oleh Eropah, bermula dari sistem kepercayaan merambat ke bidang politik, dan kebudayaan. Benarkah Perang salib pada abad ke-12 M, tidak dimulai oleh orang Islam tetapi diprakarsai oleh Bani Suljug dan penguasa Byzantium? Bukankah motif awal dari konflik tersebut hanya semata-mata ingin memperluas wilayah dan kepentingan ekonomi?
Tulisan Prof Dr Abdul Hadi W.M guru besar Filsafat di Universitas Paramadina Jakarta, saya copy paste dibawah ini karena sarat dengan informasi berharga sebagai akar permasalahan terjadinya konflik yang berkepanjangan antara Negara-negara Arab dengan Eropah dan Amerika. Akankah kaum orientalis bisa merubah pikirannya yang 'keruh', terhadap eksistensi Islam? Pada abad ke-20 ini, Bukankah Obama sedikit banyaknya telah mengendurkan tekanan-tekanan politiknya terhadap perkembangan konflik Palestina – Israel? Salam (a.m.a) 



Islam dan Barat, atau Barat dan Islam adalah kisah benturan budaya dan peradaban yang panjang serta nyaris membosankan. Sejak 1300 tahun yang lalu, Eropa atau Barat terus menerus memandang Islam sebagai ancaman terbesar bagi kebudayaan dan peradaban mereka. Awalnya berkaitan dengan perbedaan sistem kepercayaan mereka. Baru kemudian merembet ke bidang politik, eknomi, kebudayaan dan militer. Sejak itu Eropa menyusun berbagai siasat untuk menghancurkan dan memporakporandakan Islam. Untuk memahami pergaduhan ini, kita dituntut menelusuri akar dan perjalanan sejarahnya. Yaitu sejak agama Islam muncul dan berkembang pesat pada abad ke-7 M.

Bersamaan dengan berkembanganya Islam di Jazirah Arab itu, Byzantium (Romawi Timur) baru saja mengalahkan Persia, saingan beratnya selama berabad-abad di medan perang Ninive, Iraq, sebuah wilayah subur di Timur Tengah dan strategis karena merupakan pintu gerbang masuk ke daratan Asia. Kemenangan di Ninive sangat penting bagi Byzantium untuk memuluskan ekspansinya ke Asia dan membuka jalur perdagangannya dengan negeri-negeri Timur, khususnya India dan Cina. Hambatan terbesar bagi Byzantium adalah kemaharajaan Persia yang sejak abad ke-2 SM telah tampil sebagai adikuasa baru di Asia.

Pada abad ke-7 itu pula agama Kristen telah mantap dan mapan sebagai agama resmi dari kekaisaran Byzantium. Doktrin Trinitas telah ditetapkan sebagai satu-satunya ajaran resmi dari agama Kristen dan pantang digugat. Madzab-madzab Kristen lain seperti Yaakibbah (Jacobian) dan Nasaritah (Nestoria) dianggap aliran sesat dan menyimpang, khususnya karena tidak mengakui ketuhanan Yesus. Pada akhir abad ke-6 M, kaisar Yustianus aliran-aliran yang menolak doktrin trinitas itu dilarang di seluruh wilayah yang berada di bawah kekuasaan Byzantium. Para pemimpin dan cendikiawan mereka diusir dari Konstantinopel, ibukota Byzantium.

Tidak lama setelah kemenangan tentara Byzantium di Nnive itu, pasukan kaum Muslimin menyapu bersih kemaharajaan Persia dan wilayah-wilayah yang dikuasai Byzantium seperti Syam (Syria), Palestina, Lbanon, Mesir, Yerusalem, Iraq dan Yaman. Wilayah-wilayah yang direbut kaum Muslimin ini sebagian merupakan wilayah bangsa Arab yang secara bergantian diduduki Byzantium dan Persia. Ninive merupakan ibukota kerajaan Hira. Pada tahun 590 M wilayah inii direbut penguasa Dinastii Ghazzan yang meerintah di Palestina dan Yordania. Kerajaan Ghazzan adalah negara vasal dari kekaisaran Byzantium. Akibat penaklukan itu, orang-orang Arab yang merupakan penduduk Hira, banyak yang mengungsi ke Jazirah Arab dan tinggal di Madinah.

Menjelang awal abad ke-7 M, Persia kembali merebut Hira. Byzantium kembali menyerang wilayah ini. Demikian pada tahun 614 M  tentara Byzantium dapat  memukul mundur tentara Persia.  Raja Hira melarikan diri ke Jazirah Arab.
Pada tahun 631 M khalifah Abu Bakar Sidiq mengirim misi dagang dan dakwah ke Hira, tetapi rombongan dari Madinah itu dibantai habis oleh penguasa Byzantium. Atas desakan penduduk Madinah yang berasal dari Hira, pasukan kaum Muslimin menyerbu Hira dan mengusir tentara Byzantium dari tanah air mareka.

Kemenangan kaum Muslimin ini disambut gembira di wilayah-wilayah Arab yang dikuasai Byzantium seperti Syam, Palestina, Libanon, Yerusalem dan Mesir. Para penganut madzah Nasaritah dan Yaakibah yang telah lama ditindas oleh penguasa Byzantium, meminta bantuan kaum Muslimin untuk membebaskan negeri mereka dari penjajahan Romawi dan Kristen Barat. Permintaan ini dipenuhi oleh khalifah Umar bin Khattab (634-644 M). Dalam peperangannya melawan pasukan pendudukan Byzantium itu memperoleh kemenangan yang gilang gemilang sehingga Syam, Palestina, Libanon dan Mesir jatuh ke tangan kaum Muslimin.

Semenjak itulah Eropa benar-benar menganggap bahwa Islam merupakan ancaman besar bagi kebudayaan dan peradaban mereka. Telah dikatakan bahwa anggapan ini berakar dalam perbedaan yang menyolok antara aqidah dan doktrin Kristen Eropa dengan aqidah dan doktrin Islam. Karena aqidah dan doktrin yang diajarkan Islam bertentangan dengan aqidah dan doktrin Trinitas Kristen, lahirnya agama Islam menanam perasaan benci yang mendalam dalam hati mereka. Betapa tidak. Doktrin Trinitas yang mereka agungkan digugat oleh ajaran Tauhid dari Islam. Yesus yang mereka yakini sebagai putra Tuhan, dipandang hanya sebagai nabi seperti halnya nabi lain sebelum Nabi Muhammad s.a.w. Islam juga menolak anggapan bahwa yang wafat di palang salib adalah Yesus, melainkan orang lain yang mirip Isa Almasih.
Lebih jauh orang Islam yakin bahwa Injil dalam bahasa latin yang ada ditangan orang Kristen bukan Injil asli yang diwahyukan kepada Nabi Isa dalam bahasa suryani (Syiria kuno). Memang seperti orang Kristen, Islam percaya pada hari kebangkitan,serta adanya dosa dan neraka. Tetapi orang Kristen mengecam keyakinan bahwa mereka yang masuk sorga mendapat pahala berupa kesenangan sensual. Maka lahirlah anggapan di kalangan orang Kristen Byzantium /Eropa bahwa orang Islam patuh pada ajaran agama dan berjuang membela ajaran agama mereka disebabkan pamrih sensual dan seksual. Kebencian bertambah-tambah karena dalam waktu relatif wilayah-wilayah Byzantium direbut oleh kaum Muslimin..

Persoalan-persoalan tersebut ditambah lagi dengan kenyataan bahwa akhir abad ke-8 M, setelah berhasil menguasai Andalusia dan semenanjung Iberia (Spanyol dan Portugal sekarang), pasukan kaum Muslimin berhasil menerobos wilayah Perancis, salah satu jantung utama peradaban Kristen pada masa itu. Sembilan abad kemudian pada abad ke-16 dan 17 M, peristiwa serupa terulang lagi. Pasukan Turki Usmani memporak-porandakan Eropa yang selama satu milenium membangun peradaban dan kebudayaan dengan tenang, tanpa gangguan yang berarti dari luar benua itu. Bahkan pada abad ke-18 dan 19 M, ketika kekuasaan kolonial Eropa (Spanyol, Portugis, Inggris, Belanda dan Perancis) telah mencengkram banyak negeri dunia termasuk wilayah kaum Muslimin yang luas, sekali lagi pasukan Turki Usmani yang perkasa menusuk jantung Eropa dan memporak-porandakan kota-kota mereka. Mereka hampir saja menguasai Hongaria dan Austria, pintu masuk utama ke Eropa Barat dan Skandinavia.

Kenyataan ini semakin memperkuat anggapan Barat bahwa Islam adalah agama pedang yang disebarkan melalui peperangan dan tindakan kekerasan, dan karenanya merupakan ancaman besar bagi peradaban Eropa. Untuk membendungnya merupakan kewajiban bangsa Eropa, sebab kalau dibiarkan tatanan dunia akan porak poranda disebabkan hadirnya agama yang lahir di padang pasir Arabia yang tandus itu. Namun Barat lupa bahwa lebih sepuluh abad sejak tahun 600 SM hingga abad ke-7 M saat lahirnya agama Islam, tidak henti-hentinya kemaharajaan Romawi dan Macedonia mengobrak-abrik wilayah yang dihuni orang-orang Semit dan Persia, yang nantinya akan berbondong-bondong memeluk agama Islam. Mereka lupa bahwa kerajaan-kerajaan nenek moyang bangsa Arab seperti Hira, Petra, Himyar, Palestina dan lain-lain telah berulang kali diserbu dan menjadi ajang rebutan kekaisaran Romawi dan Persia.

Selama beberapa abad pula orang Arab hidup di bawah penjajahan bangsa Romawi. Orang Arab baru memperoleh kesempatan merebut kembali wilayah nenekmoyang mereka setelah datangnya agama Islam. Itulah sebabnya, bagi bangsa Arab agama Islam dipandang sebagai agama yang membebaskan dan menyelamatkan, serta dapat mempersatukan mereka. Jadi pandangan mereka sangat berbeda dari pandangan orang Eropa yang menetapkan Islam sebagai sumber bencana dan malapetaka.

Perang Salib yang berlangsung selama hampir dua abad (1096-1270 M) dalam enam gelombang, menambah parah kebencian orang Eropa terhadap Islam, dan sebaliknya orang Islam terhadap Eropa Kristen. Orang Eropa jengkel karena tidak memperoleh kemenangan yang diharapkan dari peperangan yang lama itu dan tidak pula berhasil merebut Yerusalem tempat salib suci disimpan . Ketika itu kekuasaan Bani Saljug di wilayah Iraq, Iran dan sebagian Asia Tengah sedang mencapai puncaknya. Pada akhir abad ke-11 M Armenia, yang merupakan wilayah paling timur dari kekaisaran Byzantium ditaklukkan oleh pasukan Saljug. Perang dahsyat berkobar pada tahu 1071 di Manzicert, dekat perbatasan Armenia dan Anatolia. Tentara Byzantium mengalami kekalahan telak. Hasrat Byzantium untuk membalas kekalahannya itu berubah menjadi perang agama.

Dalam Encyclopaedia of World History (1956:255) William K. Langer menggambarkan sebab-sebab timbulnya Perang Salib I (1906-1099). Menurut Langer perang ini bermula dari permintaan bantuan pasukan dari kaisar Byzantium kepada Paus Gregorius VII. Setelah bala bantuan datang dari berbagai negara Eropa, berupa 300.000 tentara reguler, Paus Gregorius VII mengubah bantuan militer menjadi Perang Suci (Perang Salib) melawan tentara Islam yang dianggapnya kafir. Hasrat Byzantium untuk berperang ditambah lagi dengan berita-berita buruk yang disebarkan para peziarah Kristen yang berkunjung ke Yerusalem. Setelah mereka kembali ke kampung halamannya, mereka menebar issue bahwa orang Kristen di Yerusalem dan Palestina banyak yang dianiaya dan disiksa, serta wanita-wanita mereka diperkosa oleh tentara Saljug. Ini menimbulkan amarah kasir Byzantium di Kontantinopel. Berita pun segera tersebar ke seluruh daratan Eropa.

Ketika itu sedang terjadi pula pergolakan internal dalam tubuh gereja Katholik. Gereja Romawi dan Gereja Yunani Ortodoks saling bersaing merebut kepemimpinan umat Kristen. Paus Gregorius VII berkeinginan menjadikan Perang Salib itu sebagai upaya menyatukan Dunia Kristen. Pada saat Perang Salib sedang digodog, Paus Gregorius VII diganti oleh Paus Victor II dan Victor II diganti pula oleh Paus Urbanus II (1088-1099). Ketika Paus Urbanus II dinobatkan muncul pula Paus tandingan berkedudukan di Auvergne, Perancis, yaitu Paus Clement III (1084-1100). Kaisar Alexius dari Byzantium selain meminta bantuan Paus di Roma, juga menghimbau seluruh umat Nasrani di Eropa untuk membantu rencana dengan tentara salib, sebagai balas jasanya akan dilimpahi perangnya. Dalam imbauannya Kaisar Byzantium memnjanjikan bahwa barang siapa berani bergabung kekayaan dan memperoleh wanita-wanita Yunani yang cantik jelita.

Perang Salib tambah berkobar disebabkan khotbah keliling yang dilakukan seorang rahib bernama Peter the Hermit. Menurut sang rahib barang siapa yang ikut berperang membela kehormata agama Kristen akan mendapat pengampunan dosa, walaupun dahulunya ia seorang penyamun dan penjahat. Demikianlah tentara Salib berangkat ke medan perang pada bulan Agustus 1095 dan pada permulaan tahun 1096 perang pun berkobar. Meskipun tentara Salib mengalami kekalahan di Anatolia dan Armenia, mereka berhasil menguasai Yerusalem selama beberapa tahun.

Fakta-fakta yang telah dikemukakan cukup memberi gambaran bahwa sejak awal orang Eropa atau Barat memerlihatkan sikap bermusuhan terhadap Islam, baik Islam sebagai agama ataupun Islam sebagai kesatuan masyarakat yang memiliki kebudayaan dan peradaban berbeda dari mereka. Selama beberapa abad kekaisaran Byzantium di Konstantinopel berhasil membangun tembok tinggi yang memisahkan secara tegas antara dunia Islam di Timur dan dunia Kristen di Barat. Kesalahpahaman Eropa terhadap Islam adalah buah yaang dihasilkan oleh pembangunan tembok pemisah antara dua peradaban ini. Sumber-sumber Byzantium yang memandang Islam sangat buruk dalam semua aspek dari ajaran agamanya dijadikan kacamata Barat dalam memandang dan menyikapi Islam.

Dikatakan misalnya bahwa agama Islam tidak lebih dari aliran sesat dan bentuk kermutadan yang timbul dari agama Kristen. Dengan kata lain, Islam adalah ajaran Kristen yang menyimpang. Muhammad adalah nabi palsu, yang memperoleh pengetahuan agama dari seorang pendeta Kristen bernama Bahira. Kitab suci al-Qur`an pula dianggap sebagai kitab yang dibawa di atas tanduk lembu putih. Lebih jauh dikatakan bahwa Nabi Muhammad adalah tukang sihir yang berhasil meyakinkan orang banyak bahwa dia memperoleh wahyu dari Tuhan setelah melakukan ritual yang menjijikkan, yaitu melakukan hubungan seksual dengan banyak wanita di luar nikah.

Namun demikian pada abad ke-12, seusai Perang Salib I, keinginan mengetahui ajaran Islam secara lebih benar mulai muncul di kalangan terpelajar Eropa. Al-Qur'an mulai diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, begitu pula karya-karya penulis Muslim Arab dan Persia. Terjemahan al-Qur'an pertama dalam bahasa Latin ditulis oleh seorang sarjana Inggris Robert dri Ketton pada tahun 1143 M. Kemudian pada abad ke-13 dan 14 M , upaya memahami ajaran Islam ditumpukan pada dua hal; Pertama, mencari kemiripan ajaran al-Qur'an dengan Bibel; kedua, menyusun alasan-alasan logis untuk mengecam Nabi Muhammad s.a.w. sebagai nabi palsu. Mereka berpendapat bahwa seseorang yang tidak memiliki mukjizat seperti Isa Almasih tidak layak mengaku diri sebagai Nabi dan Rasul Tuhan. Dua hal inilah yang menjadi target utama serangan pemuka agama Kristen terhadap kaum Muslimin dan agama Islam.

Menurut mereka orang Islam terdorong melakukan jihad karena dua hal. Pertama, ingin membetulkan ajaran Kristen yang salah dan menyimpang dari tradisi monotheisme Ibrahim dan memperoleh pengakuan terhadap kenabian Muhammad. Mereka lupa bahwa Perang Salib, yang oleh mereka dipandang sebagai perang agama Kristen melawan kekafiran Islam, tidak dimulai oleh orang Islam. Apa yang dilakukan oleh Bani Saljug dan penguasa Byzantium sebelum Perang Salib meletus, semata-mata perang memperebutkan wilayah demi kekuasaan politik dan sumber-sumber ekonomi. Adalah penguasa-penguasa Kristen Eropa dan penguasa gereja yang pertama kali menyebut Perang Salib sebagai perang agama, perang antar budaya dan peradaban. Orang Islam tidak pernah melihat perang di Armenia itu sebagai perang agama.

Kecaman lain yang ditujukan kepada Islam ialah berkenaan dengan poligami yang dilakukan Nabi Muhammad s.a.w. Tetapi mereka lupa bahwa Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Sulaiman dan lain-lain mempunyai istri lebih dari satu, tetapi tidak membuat mereka berkeinginan untuk mengecam nabi-nabi ini. Mereka juga lupa bahwa dalam Perjanjian Lama (Old Testatamen) Nabi Luth dilukiskan berhubungan seksual dengan putrinya sendiri, karena ketika itu penduduk Sodom dan Gomorra hampir musnah. Gambar kemurtadan Islam dapat dilihat dalam Divina Comedia (Komedi Ketuhanan) karangan Dante, pengarang Italia yang masyhur pada abad ke-13 M. Dalam bukunya itu Nabi Muhammad digambarkan sebagai penghuni neraka yang paling rendah dan mendapatkan siksaan berat karena dosa-dosanya mengajarkan aliran sesat. Ibn Sina, Ibn Rusyd, dan bahkan Sultan Saladin pahlawan Perang Salib, dilukiskan mendapat hukuman ringan dari Tuhan.
Pada zaman Renaissan dan Reformasi (abad ke-15 – 16 M) pandangan Eropa terhadap Islam tidak berubah, padahal sikap dan pandangan mereks terhadap gereja, khususnya Gereja Katholik, semakin kritis. Polydare Virgil, ahli sejarah abad ke-15, mengulang pandangan Kristen abad pertengahan ketika menggambarkan Nabi Muhamad. Nabi dikatakannya sebagai tukang sihir, yang mendpat pelajaran agama dari pendeta Kristen dan ajaran sesatnya disebarkan melalui kekerasan dan janji-janji tentang kenikmatan seksual di sorga yang akan diperoleh jika seseoang berjuang di jalan Tuhan. Ensiklopedi yang disusun oleh Bartolomeus d'Hesbelot, Bibliothque Orientale, memulai entrinya dengan kalimat-kalimat serupa. Bahkan Edward Gibbon (abad ke-18) yang mengagumi Nabi Muhammad dalam bukunya The Decline and Fall of Roman Empire, merasa ogah untuk membenarkan risalah ketuhanan yang disampaikan Nabi Muhammad s.a.w.

Martin Luther, pendiri Protestanisme bersama-sama dengan Calvin dan Zwingli, menyamakan kemurtadan Muhammad dengan penyimpangan yang dilakukan oleh Gereja Katholik Romawi terhadap ajaran Nabi Isa a.s. Dalam sebuah dramanya berjudul La Fanatisme, ou Mahomet le prophete, Voltaire (akhir abad ke-18 M) menggambarkan bahwa ketika Nabi Muhammad akan wafat, beliau mewasiatkan kepada para penggantinya (khalifah) agar kejahatan-kejahatan yang dilakukan beliau dirahasiakan agar tidak merusak keimanan kaum Muslimin.
Pada permulaan abad ke-18, memasuki zaman Aufklarung (Pencerahan) sebenarnya sejumlah sarjana Eropa sedang sibuk membangun dasar-dasar pemahaman yang lebih luas tentang Islam dan kebudayaan Timur. Ketika itu pamor agama Kristen mulai luntur. Tetapi prasangka-prasangka yang dibangun oleh Kristen Byzantium belum bisa dikikis dalam jiwa manusia Eropa yang mulai sekular. Bahkan walaupun sejumlah sarjana dan pemuka masyarakat bersimpati pada kebudayaan lain, termasuk kebudayaan Islam, namun pemahaman mereka tentang segala hal masih tetap terkungkung oleh Eropanisme.
Khusus mengenai Islam, bertahannya prasangka lama itu antara lain disebabkan oleh ketakutan mereka terhadap ancaman tentara Usmani Turki, yang pada abad ke-18 M memang sangat kuat. Baru pada akhir abad ke-18 orang Eropa mulai yakin bahwa mereka dapat melakukan hubungan produktif dengan dunia Islam, bahkan dapat mengalahkan dan menguasai mereka. Perubahan sikap itu terjadi karena dua hal: Pertama, pada tahun 1798 secara dramatis Perancis menaklukkan Mesir tanpa mengalami banyak kesukaran. Untuk merebut hati orang Islam, Napoleon menggunakan jargon-jargon yang diambil dari ajaran Islam.
Kedua, setahun kemudian, 1799 pasukan Inggris memenangkan pertempuran di Mysore India melawan tentara Dinasti Mughal. Tidak lama kemudian pada permulaan abad ke-19 Rusia menaklukkan negeri-negeri kaum Muslimin di Kaukasus dan wilayah Asia Tengah yang lain. Belanda berhasil mengatasi perang anti-kolonial yang ditujukan kepadanya di pulau Jawa dan Sumatra, khususnya Perang Diponegoro di Jawa Tengah dan Perang Padri atau Imam Bonjol di Sumatra. Perang anti-kolonial ketiga yang paling berat dihadapi Belanda setelah Perang Diponegoro dan Padri, ialah Perang Aceh. Perang Aceh dipicu antara lain oleh seruan 'jihad' melawan kolonial oleh Syekh Abdul Samad al-Falimbangi.

Ketika itu sebenarnya orang Eropa telah mulai bebas dari kungkungan pandangan gereja dan agama Kristen, dan pemahaman terhadap Islam beserta kebudayaan dan peradabannya menjadi lebih mungkin. Apalagi setelah berkembangnya pemikiran humanisme Tetapi justru pada masa yang penuh peluang itulah, tumbuh dan berkembang orientalisme – suatu bangunan ilmu pengetahuan tentang dunia Timur, khususnya Islam, yang dirancang mengikuti metode dan kepentingan Barat. Setelah orientalisme berkembang inilah kampanye misionaris menentang Islam kian menjadi-jadi. Bersama-sama penguasa kolonial mereka berusaha melucuti kekuatan umat Islam secara politik, ekonomi, militer, budaya dan intelektual.

Di Hindia Belanda tokoh utama orientalisme yang berhasil mempengaruhi kebijakan pemerintah kolonial mengenai Islam ialah Snouck Hurgronje. Setelah berakhirnya Perang Diponegoro dan Padri, kaum orientalis membuat konstruksi ilmu yang akan diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan modern, terutama untuk kaum terpelajar Indonesia. Dalam konstruksi ilmu tersebut, Islam – kebudayaan, peradaban, sejarah dan agamanya – ditempatkan sebagai outsider dan dipandang sebagai sesuatu yang asing dalam sejarah kebudayaan bangsa Indonesia (Tauqik Abdullah 1997). Sementara itu citra Islam yang buruk terus menerus dipropagandakan ke khalayak masyarakat luas.

Salah satu buku penting yang berpengaruh dalam memberikan citra negatif tentang ialah buku Sir berhasil William Muir A Life of Muhammad, terbit di Bombay pada tahun 1851. Ketika buku ini terbit, pemerintah kolonial Inggeris sedang gencar menggalakkan missi dan zending Kristen. Yesus Kristus atau Isa Almasih diberi gambaran sebagai manusia superstar sedangkan Nabi Muhammad adalah utusan setan. Para missionaris tidak bosan-bosannya mengutip bagian dari buku William Muir ini dalam menyebarkan agama Kristen di kalangan orang-orang India yang beragama Hindu dan Islam. Dalam buku itu Nabi Muhammad disebut Mahound (roh jahat) yang menyebarkan agama melalui kekerasan dan kegiatan seksual. Bandingkan gambaran dalam buku Muir ini dengan gambaran dalam buku Salman Rushdi yang menghebohkan pada akhir 1980an The Satanic Verses.

Gambaran bahwa Islam merupakan agama kekerasan dan menghalalkan kebebasan seks, semakin kuat menghunjam benak bangsa Eropa pada abad ke-19. Akar penyebabnya ialah kenyataan bahwa pemerintah kolonial Eropa menghadapi sejumlah perlawanan sengit dari para ulama dan pemimpin tariqat sufi sebelum menaklukkan negeri Islam. Perlawanan kaum Muslimin berlangsung sengit sejak abad ke-18 hingga abad ke-20 M, khususnya di Aljazair, Lybia, Iraq, Iran, India, Afghanistan dan Indonesia. Dalam perangnya menentang kehadiran kolonialisme Eropa itu kaum Muslimin mengusung issu jihad melawan kekuasaan raja kafir. Itu tidak keliru, karena penjajahan bukan hanya menghancurkan kehidupan ekonomi dan kedaulatan politik kaum Muslimin, tetapi juga menghancurkan sendi-sendi kebudayaan dan kehidupan agama.

Pangeran Diponegoro diceritakan pernah mengatakan kepada utusan pemerintah Belanda yang menawarkan perdamaian kepadanya, "Jika orang Belanda mau memeluk agama Islam, kami tidak akan melakukan perlawanan dan akan menyambut anda dengan tangan terbuka." Ucapan serupa pernah dikemukakan oleh Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M) dari Aceh kepada kepala perwakilan dagang VOC. Iskandar Muda menawarkan orang Belanda memeluk agama Islam dan dengan demikian akan leluasa melakukan aktivitas perdagangan di Sumatra tanpa gangguan yang berarti. Ini menunjukkan bahwa motif perlawanan terhadap kolonialisme bukan sekedar masalah politik dan ekonomi.

Dalam bukunya yang telah disebutkan William Muir mengatakan, "Pedang Muhammad dan al-Qur'an adalah musuh paling berbahaya bagi Peradaban, Kebebasan dan Kebenaran yang dijunjung tinggi oleh dunia yang beradab!" Kurang lebih seperti inilah pemahaman tentang Islam yang hidup dalam jiwa dan pikiran para pemimpin Eropa, sebelum dan sesudah Perang Dunia II, dari zaman Napoleon sampai zaman Bush dan Tonny Blayr.

Gambaran tentang Islam sebagai agama kekerasan dan menghalalkan kekebasan seks dapat dilihat dalam banyak buku karangan sarjana dan pengarang Eropa abad ke-19 M. Misalnya dalam novel Gustave Falubert, novelis Perancis abad ke-19 dan buku Erdward Lane, seorang sarjana Inggris. Gambaran dan pemahaman serupa juga dapat dilihat dalam sajak "Hari Terakhir Olanda di Tanah Jawa" karangan Multatuli, novelis Belanda abad ke-19 yang masyhur karena novelnya Max Havelaar.
Dalam sajak ini Multatuli mengatasnamakan dirinya sebagai Sentot Alibasya, panglima perang tentara Diponegoro. Dikatakan misalnya bahwa, tentara Muslim Jawa tidak akan pernah puas jika hanya memperoleh kemenangan di medan perang. Mereka baru akan puas jika dapat menggauli noni-noni Belanda yang cantik dan montok setelah memenangkan pertempuran di medan perang. Pada bagian akhir sajak itu dikatakan, bahwa perang anti-kolonial tidak akan dihentikan sebelum, "Orang Jawa berlutut di depan Muhammad, dan dibebaskan bangsa yang terlembut, dari cengkraman anjing-anjing Kristen."

Memang selama dua abad ini tidak sedikit sarjana Barat yang berusaha memberikan pemahaman yang simpatik terhadap agama Islam dan kaum Muslimin. Itu terjadi sejak Goethe hingga Esposito. Konsili Vatikan yang kedua beberapa dasawarsa yang lalu, menyerukan pula agar umat Kristiani lebih meningkatkan toleransinya kepada kaum Muslimin, karena agama yang mereka anut adalah agama monotheis seperti agama Kristen. Tetapi sejauh mana seruan itu dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah Barat yang hegemonik, tidak seorang pun tahu. Begitu pula sejauh mana pengaruh pandangan para orientalis yang simpatik terhadap Islam dapat mengubah pikiran dan jiwa orang Eropa dan Amerika yang telah keruh, tidak seorang di antara kita dapat menjawabnya.

 
CATATAN :
1. G.H. Jansen (1979) dalam bukunya Militant Islam mengatakan bahwa konfrontasi Islam dan Kristen/Barat dimulai dari bidang agama dan spiritual. Penulis Kristen selalu menggunakan argumen licik terutama berkaitan dengan pribadi Nabi Muhammad s.a.w. Kemudian gambaran ini diperbaiki sedikit. Orang Islam digambarkan sebagai pemalas, apa dia Muslim Turki, Arab, Melayu atau India. Selain pemalas orang Islam digambarkan egosentrik dan senang seks. Sebetulnya banyak hal-hal baik dari Islam mereka ketahui, tetapi sengaja ditutup-tutupi.

 
2. Misionaris Kristen mengeluh orang Islam enggan diajak berdebat dan berdialog menyangkut kepercayaan agama mereka. Diam itu emas dan tidak mudah terpenting adalah senjata orang Islam sampai abad ke-17 M. Kegiatan misionaris semakin menonjol setelah Napoleon menaklukkan Mesir. Kegiatan missi dan zending Kristen pada abad ke-19 mempunyai hubungan erat dengan perluasan kekuasaan dari kaum penjajah. Karena mereka menjumpai perlawanan sengit dari orang Islam. Karena membiarkan dirinya menjadi alasan kekuasaan kolonial inilah orang Islam memandang mereka sebagai musuh.

 
3. Walau missi mereka gagal pada abad ke-18 M, tetapi pada pada abad ke-19 mereka yakin berhasil. Dugaan ini meleset. Orang Islam yang telah disekulerkan seperti di Indonesia dan mendapat pendidikan Barat justru menentang kolonialisme. Ini membuat penguasa Barat semakin jengkel.

Minggu, 16 Mei 2010

JENGIS KHAN, SANG PENAKLUK DAN HANCURNYA BAGHDAD


Kalam.
Sejarah masa lalu peradaban Islam sangat kental dengan perjoangan dan penderitaan ummat Islam, termasuk peperangan yang tidak berkesudahan. Sampai sekarang rakyat Palestina dipaksa bertekuk lutut kepada Bangsa Israel dan pembunuhan yang tidak berperikemanusiaan terjadi secara faktawi, ratusan  anak-anak  kecil tunas Bangsa pewaris Bangsa Palestina yang punya talenta dan basic kecerdasan tinggi, penghafal Al-quran tewas dimusnahkan tentara Zionis ketika perang berkecamuk menindas faksi Hamas. Apakah ini bukan salah satu cara pemusnahan Bangsa Arab (genocide)? Dan, yang paling musykil adalah ketika bala tentara Jengis khan menghancurkan semua kekayaan perpustakaan ilmu pengetahuan sebagai basic peradaban kemajuan Islam yang pernah mengalami  masa jaya pada abad ke tujuh masehi.  
Secara khusus tulisan Prof .Dr Abdul Hadi WM  Guru Besar Universitas Paramadina Jakarta saya  copy paste ke Blog ini, semoga pembaca mendapat pencerahan bahwa persaingan antar Bangsa yang berakhir dengan perang sangat mencemaskan dan menghancurkan peradaban manusia. Hanya Bangsa yang kuat dan mandiri,  punya 'keberhargaan diri' mampu bertahan pada pusaran dan gelombang perubahan, utamanya gelombang angkara murka  keserakahan manusia untuk menguasai  dan 'menjajah' Bangsa lain, salam



Ratusan ribu mayat tanpa kepala berserakan dan tumpang tindih memenuhi jalanam, parit, gorong-gorong, tepoan sungai dan lapangan-lapangan. Di sekitar tempat serakan mayat bangunan-bangunan megah dan indaj tinggal puing-puing dan rerontok. Asap mengepul dari bangunan-bangunan yang dibakar. Tentara dari pangkat rendah sampai tinggi sibuk memenggal kepala penduduk kota dan kemudian memisahkan menurut kelompok masing-masing: kepala wanita tersendiri, begitu pula kepala anak-anak dan orang tua.. Sungai Dajlah atau Tigris berubah menjadi hitam disebabkan tinta dari ribuan manuskrip. Perpustakaan, rumah sakit, masjid, madrasah, tempat pemandian, rumah para bangsawan dan harem sultan, toko dan rumah makan --- semuanya dihancurkan.
Demikianlah kota yang selama beberapa abad menjadi pusat terbesar peradaban Islam itu pun musnah dalam sekejap mata. Setelah puas pasukan penakluk itupun bersiap-siap pergi tanpa penyesalan sedikit pun. Mereka kini hanya sibuk mengumpulkan barang-barang jarahan yang berharga: Timbunan perhiasan yang tak ternilai harganya, berkilo-kilo batangan emas dan uang dinar, batu permata, intan berlian – semua dimasukkan ke dalam ratusan karung dan kemudian diangkut dalam iringan gerobak dan kereta yang sangat panjang.
Penyair Sa`di (1184-1291 M) pernah menyaksikan peristiwa serupa sebelumnya, yaitu di kota Shiraz. Dia berhasil menyelamatkan diri dan merekam peristiwa yang dia saksikan dalam sajaknya:

Tibalah sudah waktunya bagi langit
Mencurahkan hujan darah yang lebat ke haribaan bumi
Begitulah kebinasaan menyapu bersih
Kerajaan al-Mu`tashim, khalifah orang mukmin
Ya Muhammad! Apabila Hari Pengadilan datang
Angkatlah kepala Tuan dan lihat kesengsaraan umatmu ini

Saksi lain menulis: “Para musisi dan penyanyi dipanggil agar bernyanyi dengan riang gembira, sementara bangsawan-bangsawan kota diperintahkan merawat kuda-kuda mereka. Kitab salinan al-Qur`an yang tidak ternilai harganya dilempar dan diinjak-injak.” Juwayni, seorang sejarawan abad ke-13 M, yang berhasil melarikan diri dari Bukhara ketika kota itu diserbu beberapa tahun sebelumnya, melihat bagaimana kota kelahiran Imam Bukhari ahli Hadis yang mayshur itu diratakan dengan tanah. Tulis Juwayni: “Mereka datang, merusak, menghancurkan, membunuh, memperkosa wanita muda dan tua, menjarah harta dan akhirnya pergi dengan tenang dan puas hati”.
Demikian gambaran sekilas kebengisan dan teror yang dilakukan tentara Mongol di lebih separoh daratan Asia dan Eropah Timur sejak awal hingga pertengahan abad ke-13 M. Baghdad, ibukota kekhalifatan Abbasiyah, mendapat giliran agak akhir, pada bulan Februari 1258 M. Serbuan kali ini dirancang dari Transoxiana di Asia Tengah dan dipimpin oleh salah seorang cucu Jengis Khan yang tidak kalah bengis dari kakeknya. Di antara catatan sejarah mengenai kebiadaban orang-orang Mongol ialah catatan sejarawan terkemuka Ibn `Athir (w. 1231 M) dan ahli geografi Yaqut al-Hamawi (w. 1229 M). Menurut mereka tokoh-tokoh Muslim terkemuka – amir, panglima perang, tabib, ulama, budayawan, ilmuwan, cendekiawan, ahli ekonomi dan politik, serta saudagar kaya – tewas dalam keadaan mengenaskan. Kepala mereka dipenggal, dipisahkan dari badan, karena khawatir ada yang masih hidup dan berpura-pura mati.
Timbul pertanyaan: Jenis manusia dan bangsa macam apakah orang-orang Mongol pada abad ke-13 itu? Mengapa mereka tiba-tiba muncul menjadi kekuatan yang menggemparkan dunia beradab dan dapat menaklukkan wilayah yang sangat luas. Dari ujung timur negeri Cina sampai ujung barat Polandia, dari batas utara Rusia hingga batas selatan Teluk Parsi – semua ditundukkan dan dikuasai hanya dalam waktu kurang lebih 40 tahun?

Jengis dan Kutula Khan
Untuk mengenal watak suatu bangsa, dan kekuatan bangsa tersebut dalam kurun sejarah tertentu, kita dapat bercermin pada pemimpinnya dan bagaimana pemimpin tersebut menempa serta mengorganisasi bangsanya. Tokoh sentral bangsa Mongol pada abad ke-13 M ialah Jengis Khan serta anak cucunya yang perkasa seperti Ogotai, Batu, Hulagu dan Kubilai Khan. Jengis telah berhasil memimpin bangsa Mongol menaklukkan daratan Asia yang menyebabkan keturunannya memerintah dan menguasai negeri-negeri yang ditaklukkannya itu selama beberapa abad. Dialah yang menempa bangsa Mongol menjadi bangsa yang tangguh, berani dan nekad.
Namanya ketika kecil ialah Temujin. Ayahnya Yasugei adalah seorang khan (raja) yang mengepalai 13 kelompok suku Borjigin, salah satu suku utama Mongol-Turk yang paling berani dan gagah perkasa. Sebagai khan kecil Yasugei tunduk kepada khan yang lebih tinggi, Utaq Khan. Ketika Temujin baru berusia 13 tahun terjadilah perebutan kekuasaan dalam suku Borjigin. Ayahnya mati terbunuh disebabkan panah beracun dari salah seorang lawan politiknya. Karena masih muda Temujin tidak diakui sebagai penggantinya. Malahan keselamatan dirinya serta ibu dan adik-adiknya terancam.
Keluarga Yasugei melarikan diri dan mendapat perlindungan dari salah seorang saudaranya dari suku Nainan. Pada tahun 1182 Temujin menjadi remaja yang tangkas serta berani, dan berhasil mempersunting salah seorang putri keluarga terkemuka suku itu, yaitu Bortai. Bortai mendampingi Temujin sampai akhir hayat dan setia mengikuti suaminya ke daerah-daerah peperangan.
Bakat Temujin sebagai pemimpin telah kelihatan pada waktu berusia 20 tahun. Segala seluk ilmu perang dia pelajari, begitu pula ketangkasan menunggang kuda dan penggunaan segala jenis senjata perang. Secara diam-diam dia mengumpulkan para pengikut ayahnya dan melatih mereka dengan disiplin keras. Pada waktu yang tepat dia pun menyerang bekas lawan politik ayahnya dan berhasil merebut kembali kedudukannya sebagai khan suku Borjigin. Tidak berapa lama sesudah itu dia berhasil pula menyatukan suku-suku Mongol dan Turk yang terpencar-pencar di wilayah luas antara sungai Dzungaria dan Izdryah. Pada tahun 1202 M Huraltau, majlis besar suku-suku Mongol Turk, memberi pengakuan kepada Temujin sebagai Khan seluruh orang Mongol dengan gelar Jengis Khan. Artinya raja diraja dan dalam bahasa Arab dipanggil Sayyid al-Muthlaq.
Salah satu faktor keberhasilan Jengis Khan ialah kebengisan dan kekejamannya dalam memperlakukan lawan-lawan politik yang dikalahkannya. Apabila pihak lawan telah ditundukkan, para pemimpinnya lantas ditangkap dan kemudian direbus hidup-hidup dalam air panas yang sedang mendidih dalam belanga besar. Pengangkatannya sebagai khan besar seluruh orang Mongol semakin memperkuat keyakinan dirinya dan keyakinan bahwa pasukan tentaranya sangat kuat. Inilah yang mendorong Jengis mulai berpikir bagaimana menaklukkan negeri-negeri di sekitarnya yang wilayahnya sangat luas dan makmur, seperti Cina, Khwarizmi di Asia Tengah, Persia, India Utara serta Eropah Timur.
Jengis mulai melatih lebih keras pasukan tentaranya. Dia merekrut sebanyak-banyaknya orang Mongol dari berbagai suku dan mengorganisasikannya menjadi kekuatan militer yang besar. Tentaranya dilatih dengan disiplin keras. Teknik-teknik teror dan kekejaman yang canggih juga diajarkan kepada mereka. Percobaan pertama untuk menguji keunggulan tentaranya ialah dengan menyerbu Cina Utara yang dikuasai bangsa Kin. Alasan penyerbuan cukup kuat: Bangsa Kin sering menyerang Mongolia dan membunuh pemimpin mereka dengan kejam. Dalam serbuan itu dengan mudahnya tentara Mongol dapat menundukkan Cina Utara. Penduduk dan pemimpin mereka dibunuh, kecuali orang cerdik pandai, seniman, pengrajin, guru, rohaniwan, dokter dan ahli strategi perang.
Sebagaimana tokoh besar lain Jengis Khan mempunyai tokoh idola yang ikut membentuk kepribadian dan arah cita-citanya. Idolanya itu ialah tokoh utama sebuah cerita rakyat Mongolia yang populer Kutula Khan. Menurut cerita tersebut Kutula Khan bertubuh besar, suaranya bagaikan bunyi guruh dan guntur menyambar puncak gunung. Tangannya yang kuat bagaikan beruang dengan mudah dapat mematahkan tubuh orang semuda mematahkan anak panah. Walau udara dingin pada musim gugur dia dapat tidur dengan nyenyak dekat api pediangan tanpa memakai baju. Percikan api yang melukai tubuhnya tidak dia pedulikan, seolah-olah gigitan nyamuk saja. Dalam sehari dia makan seekor domba dan satu guci susu.
Kepada seorang jenderalnya Jengis pernah bertanya: “Apakah kebahagian terbesar dalam hidup ini, menurut pendapatmu?” Jenderalnya menjawab: “Berburu di musim semi mengendarai seekor kuda yang tangkas dan baguis!” “Bukan!” jawab Jengis Khan. “Kebahagiaan terbesar ialah menaklukkan musuh, mengejar mereka sampai tertangkap, kemudian merampas harta milik mereka, memandangi kerabat dekat mereka meratap dan menjerit-jerit, menunggangi kuda-kuda mereka, memeluk istri dan anak-anak gadis mereka serta memperkosa mereka.”
Ogotai, salah seorang putranya, mempraktekkan betul-betul apa yang dikatakan ayahnya. Apabila Ogotai dan tentaranya berhasil menduduki kota, dia akan memerintahkan ratusan gadis berbaris dan kemudian beberapa gadis paling cantik dipilihnya untuk dirinya. Yang agak cantik untuk jenderal-jenderalnya dan selebihnya untuk perajurit-perajurit yang lebih rendah pangkatnya. Amir Khusraw, penyair Persia abad ke-13 M yang melarikan diri dan tinggal di India, memberi gambaran seperti berikut tentang orang-orang Mongol itu: “Mereka mengendarai unta dan kuda dengan tangkas, tubuh mereka bagaikan besi, wajah membara, tatapan mata garang, leher pendek, telinga lebar berbulu dan memakai anting-anting, kulit kasar penuh kutu dan baunya amat tidak sedap.”
Penulis lain mengatakan bahwa mereka seperti keturunan anjing saja, wajah rajanya seperti binatang buas dan berkata bahwa Tuhan mencipta mereka dari api neraka.” Sejarawan Ibn `Athir melaporkan bahwa ketika Bukhara diserbu, 30 ribu tentara kerajaan Khwarizmi tidak berkutik menghadapi keganasan dan kebengisan mereka. Juwaini, sejarawan abad ke-13 yang lain, menulis dalam bukunya Tarikh-I-Jehan Gusan: “Jengis Khan naik ke atas mimbar masjid dan mengaku sebagai cemeti Tuhan yang diutus untuk menghukum orang-orang yang penuh dosa.”

Perang Dengan Negeri Islam
Awal permusuhan dan peperangan dengan negeri Islam bermula dari peristiwa tahun 1212 M. Pada suatu hari tiga orang saudagar Bukhara bersama puluhan rombongannya tiba di wilayah Mongol dan menuju ibukota Karakorum. Entah mengapa orang-orang Mongol menangkap mereka dan kemudian menyiksanya. Sedangkan barang dagangannya dirampas. Tidak lama setelah peristiwa itu Jengis Khan mengirim 50 orang saudagar Mongol untuk membeli barang dagangan di Bukhara. Atas perintah amir Bukhara Gayur Khan, mereka ditangkap dan dihukum mati. Jengis sangat marah dan merancang menyerbu kerajaan Khwarizmi dan negeri lain di Asia Tengah. Penyerbuan itu baru terlaksana pada tahun 1219, hanya selisih tiga tahun setelah tentara Mongol menaklukkan seluruh wilayah Cina.
Pada tahun 1227 M Jengis Khan meninggal dunia , sebelum seluruh wilayah Khwarizmi dan Asia Tengah, termasuk Afghanistan dan India Utara, berhasil ditaklukkan. Dia digantikan putranya Ogotai (1229-1241 M). Di bawah pimpinannya semakin banyak wilayah taklukkan Mongol. Kekuasaan mereka mencapai Sungai Wolga dan Polandia. Sebagian besar orang Mongol telah memeluk agama Buddha, namun beberapa bangsawan dan istri mereka ada yang memeluk agama Kristen. Pengganti Ogotai ialah Kuyuk (1246-1249 M) dan Kuyuk digantikan oleh Mangu (1251-1264), putra sulung Tulul dan Tulul ialah adik bungsu Ogotai. Pada masa kepemimpinan Mangu inilah konflik terjadi dalam keluarga Jengis Khan.
Entah apa sebabnya pada suatu hari Mangu menuduh Ogul Ghaimi, bekas permaisuri Ogotai yang beragama Kristen, bermaksud menggulingkan kekuasaannya dan menghasut orang Mongol yang beragama Buddha melakukan makar. Ogul Ghaimi dihukum mati dan hampir semua keturunan Ogotai dibunuh. Keputusan tersebut didukung oleh Kubilai Khan, yang telah menjadi kaisar Cina, dan Hulagu. Cucu Ogotai, Kaidu yang menjadi panglima di Subutai, tidak berhasil melaksanakan niatnya membalas dendam. Ia malah dipaksa menyerahkan wilayah kemaharajaan Kara Kita (Xinjiang, Cina) kepada Mangu. Begitulah sejak itu kekuasaan Mangu menjadi bertambah luas.
Sebenarnya serangan terhadap Baghdad tidak pernah terpikirkan oleh Mangu, sebab di samping tentara Abbasiyah masih dianggap kuat dan berbahaya, beberapa ulama yang menjadi penasehat penguasa Mongol dapat meyakinkan bahaya serangan tersebut. Menurut para ulama bagaimana pun juga khalifah al-Mu`tashim ialah pemimpin kaum muslimin dan barang siapa yang menistanya pasti akan mendapat balasan setimpal dari Tuhan. Penyerbuan ke Baghdad terjadi setelah Mangu memerintahkan Hulagu membasmi Istana Benteng Alamut dan wilayah yang dikuasai orang-orang Hassasin., yaitu cabang dari sekte Ismiliyah (Syiah Imam Tujuh). Orang-orang Hassasin sangat berbahaya karena sering merampok dan membunuh para saudagar, termasuk saudagar Mongol.
Ketika mendapat perintah saudaranya itu Jenderal Hulagu juga mendapat pesan khusus dari istrinya Dokuz-Khatun yang beragama Kristen. Dokuz-Khatun mempunyai hubungan dengan pemimpin pasukan Perang Salib yang sedang berperang dengan tentara Islam merebut Yerusalem pada waktu itu, dan berkonspirasi dengan misionaris Kristen untuk menghancurkan kaum Muslim. Dia meminta kepada suaminya agar setelah menghancurkan Benteng Alamut (di utara Afghanistan sekarang) segera menaklukkan Iran dan Iraq. Demikianlah sebelum menaklukkan dan membasmi pengikut Hassasin di Alamut, Hulagu dan ribuan tentaranya berangkat dari Transoxiana. Mula-mula dia menyerbu Merw, Rayya dan Nisyapur, kemudian Hamadhan dan dari situ berputar menuju dataran tinggi Marenda serta menghancurkan Istana Benteng Alamut dan membinasakan ribuan pengikut Hassasin.
Setelah itu pasukan Hulagu menyerbu Azerbaijan dan Armenia, yang dengan mudah dapat menaklukkanya. Gerakan selanjutnya ialah ke arah selatan memasuki wilayah al-Jazirah. Setelah beristirahat agak lama dan mengatur strategi perang, di antaranya mengirim mata-mata, pada hari Minggu 4 Syafar 656 H (Februari 1258 M) pasukan Hulagu bergerak mendekati kota Baghdad. Walaupun perlawanan yang diberikan oleh tentara Abbasiyah cukup sengit, namun tidak begitu sukar bagi Hulagu untuk mengalahkan dan menghancurkan mereka.
Catatan yang cukup menarik tentang kekalahan tentara kaum Muslimin Baghdad itu terdapat dalam buku Tarikh al-Islam (hal. 206-7) karangan sejarawan terkenal abad ke-13 M Muhyiddin al-Khayyat: “Sejak bertahun-tahun lamanya telah timbul pertentangan tajam antara pengikut Sunni dan Syiah, juga antara pengikut madzab Syafii dan Hanafi. Pertumpahan darah telah sering pula terjadi dalam pertikaian yang timbul di antara golongan-golongan yang saling bertentangan itu.Pada saat itu khalifah yang berkuasa ialah al-Mu`tashim, sedangkan wasirnya Muayyad al-Dien Ibn al-Qami, seorang tokoh Syiah terkemuka.
Amir Abu Bakar, putra khalifah, dan Panglima Rukhnuddin al-Daudar sudah lama menaruh dendam kepada wasir al-Qami. Pada suatu hari dia memerintahkan tentara mengobrak-abrik tempat tinggal orang Syiah. Peristiwa ini dirasakan sebagai pukulan hebat oleh wasir terhadap dirinya. Diam-diam dia berkorespondensi dengan Hulagu dan mendorong panglima Mongol dari Transoxiana itu segera berangkat merebut ibukota Baghdad.
Hulagu pun datang dengan ribuan tentaranya pada bulan Syafar 656 H dan mengepung Baghdad. Dengan persetujuan khalifah Panglima al-Daudar membawa pasukan tentara Baghdad untuk mengusir tentara Mongol. Tetapi malang tidak dapat dielakkan. Pasukannya kalah telak dan dia sendiri tewas dengan kepala terpisah dari badan. Sisa pasukannya menyelamatkan diri ke balik tembok ibukota yang kukuh dan sebagian lagi melarikan diri ke Syria.
Setelah itu wasir al-Qami menemui Hulagu, dan atas persetujuan Khalifah al-Mu`tashim, dilakukan perundingan dengannya. Wasir dan pengiringnya pulang ke dalam kota, dan setelah terjadi kericuhan dia pun berkata kepada khalifah: “Hulagu Khan berjanji akan tetap menghormati dan mengakui Tuan sebagai Khalifah, seperti mereka mengakui Sultan Konya. Bahkan dia hendak mengawinkan seorang putrinya dengan putra Tuanku, Amir Abu Bakar!”
Muhiyiddin al-Khayyat selanjutnya melaporkan bahwa Khalifah al-Mu`tashim disertai seluruh pembesar kerajaan dan hakim beserta keluarga mereka sebanyak 3000 orang keluar dari istana menemui Hulagu. Pada mulanya mereka disambut dengan baik, tetapi sekonyong-konyong dibantai satu persatu oleh perajurit-perajurit Mongol. Selama 40 hari lamanya perajurit Hulagu Khan membunuh, menjarah, memerkosa wanita. Rumah-rumah ibadah, perpustakaan, madrasah, istana, dan gedung-gedung lain dihancurkan hingga luluh lantak. Buku-buku agama, filsafat, ilmu, sastra dan lain-lain-lain diceburkan ke sungai Tigris hingga air sungai itu berwarna hitam oleh tinta naskah yang diceburkan. Bayi dalam gendongan dibantai bersama ibu mereka. Wanita hamil yang kurang cantik parasnya ditusuk perutnya. Hanya gadis-gadis cantik yang selamat dari pembantaian sebab mereka memang diincar untuk dijadikan obyek pemuasan hawa nafsu mereka. Sejak itulah Dinasti Ilkhan Mongol berkuasa di bekas wilayah kekuasaan kekhalifatan Abbasiyah, termasuk Persia yang wilayahnya ketika itu membentang luas meliputi sebagian Asia Tengah dan Afghanistan sekarang di samping Iran dan Iraq..

Orang Mongol Memeluk Islam
Dalam perjalanan sejarah sering terjadi hal yang musykil dan ganjil serta tak terbayangkan oleh siapa pun sebelum peristiwa itu terjadi. Di Cina orang-orang Mongol yang menguasai negeri itu dengan kekejaman serupa hanya dalam dua generasi berbondong-bondong memeluk agama Buddha yang berkembang di Cina. Penganut Konfusianisme dan Taoisme mengalami tekanan berat. Di Persia dan Asia Tengah sebaliknya, hanya dua tiga generasi kemudian bangsa Mongol beramai-ramai memeluk agama Islam. Tidak hanya di situ, mereka juga menjadi pelindung kebudayaan dan peradaban Islam yang termasuk paling gigih dan lama dalam sejarah.
Tentu saja prosesnya berliku-liku. Pemimpin Mongol pertama yang memeluk Islam ialah Barkha Khan (1256-1266 M), cucu Jengis Khan dari putranya Juchi Knan yang berkuasa di Eropa Timur dan Tengah. Bersama ratusan pengikutnya dia memeluk Islam berkat keakabannya dengan sejumlah sufi dan pemimpin tariqat di sekitar lembah Wolga. Sultan Bharka inilah yang membantu Sultan Baibar dari Mesir dalam menghaapi serangan Hulagu Khan dan tentara Salib pada ahun 1260 M. Sultan Mongol lain yang paling awal memeluk Islam ialah Abagha (1265-1282), kemudian disusul putranya Tagudar Khan (1281-1284 M). Namun karena tindakannya memberi peluang besra bagi perkembangan Islam, dia diadukan oleh pemuka-pemuka bangsa Mongol kepada Kubilai Khan di Cina. Rebutan kekuasaan terjadi dan Tagudar mati terbunuh. Dia digantikan oleh putranya Arghun yang memeluk agama Kristen.
Penggantiu Arghun adalah Baidu Khan (1293-1295 M). Pada masa inilah terjadi peristiwa paling sejarah. Setelah dia meninggal putranya Ghazan Khan (1295-1302 M) naik tahta. Pada mulanya memeluk agama Buddha, tetapi ketika naik tahta dia mengumumkan diri memeluk agama Islam. Ghazan lahir pada 4 Desember 1271 M. Usianya ketika naik tahta genap 24 tahun. Pada umur 10 tahun dia diangkat menjadi gubernur Khurasan, Iran Utara. Pendmaping dan penasehatnya ialah Amir Nawruz, putra Arghun Agha yang telah menjadi gubernur di Persia Utara selama 39 tahun. Amir Nawruz adalah salah seorang pembesar awal yang memeluk agama Islam secara diam-diam. Atas usahanya Ghazan Khan memeluk Islam.
Ajakan Arghun kepada Ghazan Khan untuk memeluk Islam bermula ketika Ghazan sedang berjuang merebut tahta kerajaan dari saingan utamanya Baidu. AmirNawruz berkata, “ Berjanjilah Tuanku, apabila kelak Allah menganugerahkan kemenangan kepada Tuan, sebagai ucapan syukur Anda mesti memeluk agama Islam!” Atas petunjuk dan nasehat Amir Nawruz Ghazan Khan memperoleh kemenangan dengan mengalahkan pasukan Baidu di medan perang. Dia naik tahta pada tanggal 4 Sya`ban 644 H = 19 Juni 1295 M. Janjinya untuk memeluk Islam dipenuhi. Bersama 10.000 orang Mongol lain, termasuk sejumlah pembesar, bangsawan dan jenderal, dia mengucapkan dua kalimah syahadat di depan Syekh Sadrudin Ibrahi, seorang ulama sufi masyhur pada zamannya dan putra tabib atau dokter terkemuka pengikut Ibn Sina bernama al-Hamawi. Dalam sejarah tercatat pula bahwa Sultan Ghazan inilah raja Mongol pertama yang mencetak uang dinar dengan inskripsi Islam. Selama masa pemerintahannya yang singkat seni dan kebudayaan Islam kembali berkembang dengan suburnya. Dia mendatangkan banyak pelukis Cina ke istananya untuk mengajarkan seni lukis kepada orang-orang Persia dan Mongol.
Sultan Ghazan wafat pada 17 Mei 1304 M disebabkan konspirasi politik yang ingin menobatkan sepupunya Gaykathu yang beragama Buddha. Kematiannya ditangisi di seluruh Persia. Dia bukan hanya seorang negarawan, tetapi pencinta seni, khususnya arsitektur, seni kriya dan sastra. Dia juga pencinta ilmu pengetahuan alam, mempelajari astronomi,, kimia, mineralogy, metalurgi dan botani. Dia menguasai bahasa Arab, Cina, Tibvet, Persia, Hindi dan Latin. Penggantinya Uljaytu (1304-1316 M) meneruskan kebijakannya. Tetapi raja Mongol paling saleh di Persia ialah Abu Said (1317-1334 M). Di bawah pemerintahannya kebudayaan dan seni Islam kembali berkembang marak di Persia. Pada masa ini pulalah bangsa Mongol dan keturunan mereka yang telah bercampur dengan orang Turk dan Persia tidak merasa menjadi orang asing di Persia dan Asia Tengah.
Penaklukan dan pendudukan bangsa Mongol atas Persia dan Baghdad tidak hanya dirasakan di Asia Barat, Timur Tengah dan Asia Tengah. Tetapi juga di anak benua India dan Asia Tenggara. Dalam bukunya Atlas Budaya Islam (1992), Ismal R Faruqi menulis: “Sebagai akibat penaklukan itu terjadi perpindahan besar-besaran orang Islam dari Iran, Iraq, dan negeri Arab ke Asia Tenggara. Oleh sebab itu sejak abad ke-13 M wilayah ini (Asia Tenggara) menyaksikan maraknya eperluasan kekuatan Islam. Ulama, para sufi terkemuka, tentara yang tidak aktif lagi, seniman, tabib, para pengrajin dan semua anggota masyarakat dari berbagai lapisan, etnis, ras, golongan, dan aneka kepakaran berbondong-bondong datang ke Nusantara untuk mencari kehidupan yang aman dan perlindungan, jauh dari kekejaman yang terjadi selama terjadi peperangan dan penaklukan…” Dua pelabuhan penting yang digunakan untuk berlayar ke India dan Indonesia adalah pelabuhan Aden diYaman dan Hormuz di Teluk Persia. Tempat-tempat penting di Nusantara bagi masuknya para muahjirin itu ialah pelabuhan-pelabuhan di sepanjang pesisir umatra dari Samudra Pasai sampai Palembang di pantai timur dan Barus di pantai barat, kemudian mengalir ke pelabuhan-pelauhan utama di pulau Jawa seperti Tuban, Gresik, Jepara, Surabaya dan Cirebon.
Dampak penaklukan Mongol yang lebih besar tentu saja juga dialami negeri-negeri sekitarnya. Dampak yang paling nyata hingga sekarang ialah munculnya etnis-etnis Muslim campuran Mongol, Turk, Persia dan Cina Han di Asia Tengah, Rusia, dan Cina. Etnis-etnis ini menjadi penduduk negara-negara seperti Uzbekistan, Turkmenistan, Kazakhtan, Tajikistan, Kyrgistan dan lain sebagainya. Dinasti-dinasti besar dan kecil juga bermunculan dari keturunan mereka menjadi penguasa di banyak negeri Asia, khususnya Asia Tengah, sejak abad ke-13 sampai abad ke-19 M. Yang paling terkenal ilah Dinasti Mughal di India yang didirikan oleh Babur pada awal abad ke-15 M. Babur adalah keturunan Jengis Khan dari pihak ayah dan Timur Lenk dari pihak ibunya. Bersama tentaranya dari Ferghana ia mengembara melintasi Afghanistan dan akhirnya merebut Delhi. Tetapi impiannya untuk mendirikan kesultanan Mughal di India baru tercapai di tangan putranya Humayun dan cucunya yang masyhur Sultan Akbar. Dinasti ini berkuasa di India hingga awal abad ke-19 M. Kekuasaannya berakhir setelah dotaklukkan oleh Inggeris dan rajanya yang terakhir Bahadur Syah dibuang ke Myanmar, yang juga merupakan jajahan Inggeris ketika itu.
Peranan Dinasti Mughal di India sangat penting bagi penyebaran kebudayaan Islam Persia di anak benua itu dan Nusantara. Sampai akhir masa kekuasaannya bahasa Persia dijadikan bahasa pergaulan intelektual dan kebudayaan. Tetapi berbeda dengan Dinasti Safawi yang juga muncul pada abad yang sama, Dinasti Mughal tetap mempertahankan madzab Sunni sebagai anutannya, sedangkan Dinasti Safawi memilih mazhab Syiah.
Jengis Khan menurut gambaran pelukis Mongol.
Suasana Karakorum, ibukota Mongol pada abad ke-13 M, setelah penaklukan Jengis Khan dan keturunannya atas negeri Tiongok, Persia dan lain-lain. Kota Karakorum didatangi pedagang Arab, Persia, Cina, Turk dan lain.