Selasa, 19 Oktober 2010

“Kembalikan Pancasila sebagai Roh Bangsa”


Kalam.
       Sungguh, judul di atas sangat  menyentak sanubari kita, betapa rawannya posisi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ditengah-tengah perubahan yang tidak berujung setelah terjadi Reformasi jatuhnya Rejim penguasa Orde baru yang otoritarian dan  koruptif selama 32 tahun menguasai negeri ini.
        Pancasila  yang pada waktu itu telah menjadi satu-satunya Ideologi Bangsa, Filsafat Negara dan merupakan Pandangan hidup Bangsa, kini terlupakan dan ditinggalkan beramai-ramai baik oleh Negara maupun Partai Politik yang dengan  buta hati menutup pedoman perilaku ber Negara dan bermasyarakat, menjadi anomaly !    Padahal, salah satu tujuan Pancasila sebagai ideology Negara adalah untuk mencapai cita-cita bangsa Indonesia itu sendiri seperti yang tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945, pada alinea keempat- - dimana Ideologi Pancasila juga merupakan Azas kerohanian untuk mewujudkan Pandangan hidup, pedoman hidup dan pegangan hidup masyarakat Indonesia - - (Notonagoro).
       Coba bayangkan, pergeseran model korupsi antara Orde Baru dan masa reformasi sekarang. Kalau dahulu dikuasai oleh kroni dan keluarga  Soeharto, maka sekarang lebih massif, sampai-sampai setiap Bupati , Gubernur maupun Menteri dan pejabat negeri serta jajaran penegak hukum ikut rame-rame tanpa risi dan malu sedikitpun ikut banca’an menguras dan menggerogoti uang Negara. Mereka seolah tidak takut kena hukuman, karena antara sisa hukuman dan keuntungan hasil hasil korupsi masih berlimpah, malah lamanya hukuman masih bisa di-negosiasikan melalui makelar hukum yang merupakan mafia di institusi penegakan hukum. 
        Selain kasus Gayus misalnya, Seorang  pejabat  pajak lainnya ditemukan mentransver uang sebesar 1 triliun ke- rekening istri dan kedua putrinya, jelas-jelas tidak diketahui asal usulnya. Mengapa pola tingkah laku yang bermartabat dan  bermoral tidak tertanam pada sanubari insane Indonesia?apakah karena minimnya sosialisasi nilai-nilai Pancasila baik secara lisan maupun tertulis tidak tercermin di dalam kode etik Institusi? serta lemahnya pemahaman agama serta pengamalannya?Mengapa pelaksanaan Pancasila secara murni dan kosekwen dilupakan?Atau, apakah penindakan hukum terlalu ringan hingga tidak menimbulkan efek  jera?Rusaknya tatanan hukum dan hancurnya moral para penyelenggara Negara akan membawa Negara bangsa ini kepada kehancuran peradaban yang tak terperikan.
        Dari kasus mafia pajak Gayus di Pengadilan Jaksel 19 oktober membuka borok kejaksaan yang membeli   surat rencana tuntutan (Rentut) dua lembar seharga 1 milyar. Transaksi ini dilakukan untuk mengetahui berapa tuntutan jaksa yang diarahkan kedirinya. Dan ternyata persis setelah tuntutan dibacakan sesuai dengan permintaan Gayus Tambunan,  Rentut tersebut  ditandatangani oleh  Pohan Lasphy Direktur Penuntutan Pidana  Umum, Kejagung, serta Jampidum Hamzah Tanja,  jatuhlah hukuman 1 tahun hukuman percobaan Apalagi yang kita banggakan di Negara Pancasila yang konon menjunjung tinggi supremasi hukum  tetapii  manusia  dibalik  the man behind the gun, cacat moral?
       Sebagai Ideologi Negara, seyogianya Pancasila merupakan dasar dalam kehidupan berbangsa. Juga merupakan sumber dari segala sumber hukum yang menjadikan tertib hukum  untuk mencapai tujuan dan cita-cita nasional. Didalam implementasi Pancasila sebagaii pembangunan pendidikan,  ternyata BHP dianulir oleh Mahkamah Konstitusi karena dibelokkan kearah liberalisasi pendidikan. Di dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi seyogianya system perekonomian Pancasila yang berbasis pasal 33 harus sepenuhnya menjadi landasan filosofisnya di dalam pelaksanaannya kenyataannya  diterapkan sebagai liberalism, kapitalisme bahkan neo liberalism yang mendewakan pasar bebas, pertumbuhan dan individualism.
      Pancasila sebagai basis pembangunan politik dan hukum pun masih banyak menyisakan exercise yang harus disesuaikan untuk kemaslahatan dan tertib sosial masyarakat bangsa. Di dalam konstitusi dinyatakan system ketatanegaan adalah Presidential cabinet, ternyata pelaksanaannya adalah system parlementer. Seyogianya  pelaksanaan kedaulatan  rakyat oleh DPR dijalankan secara musyawarah dan mufakat di dalam perwakilan, malah diselewengkan dengan membentuk badan  Sekretariat gabungan koalisi, yang berada di luar parlemen.  Sila ke-dua, Kemanusiaan yang adil dan beradab ternyata diterima oleh masyarakat sebagai sinyal kosong, ditengah  maraknya  perang suku, kelompok dan Gangster dengan terjadinya berbagai tindakan anarkhisme. Bukankah semua fenomena ini menunjukkan tidak  konsistennya para pemimpin,  terhadap komitmen bernegara? malah secara tegas dapat dikatakan, bahwa  telah terjadi manipulasi, pembiaran dan penyelewengan terhadap ideology Pancasila.
      
      Kita kembali kepada sejarah,  bukankah Pancasila  dalam perspektif Negara kesatuan merupakan wujud consensus nasional karena telah disepakati oleh para pendiri  Negara  di dalam sidang-sidang BPUPKI?Bukankah pada sidang pertama BPUPKI tgl 29 mei sd 1 juli 1945- - tgl 1 juni,  Bung Karno pertama kali berpidato tentang Pancasila?. . .”Saudara-saudara!  dasar Negara telah saya sebutkan, lima bilangannya. Inikah Panca Dharma? bukan! Nama Panca dharma tidak tepat disini. Dharma berarti kewajiban, sedangkan kita membicarakan dasar…..namanya bukan Panca dharma, tetapi ….saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa ….namanya ialah Pancasila. Sila artinya azas atau dasar dan di atas kelima  dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi”.(dalam 20 tahun Indonesia Merdeka, Deppen RI 1965).
       Kedalaman kajian  kelima sila dari Pancasila  sebagai rumus I,  yang dikemukakan oleh Soekarno sebenarnya telah melalui  perenungan yang mendalam yang mungkin belum tersosialisasi secara umum; pertama, kebangsaan Indonesia, mufakat dan demokrasi sama dengan marhaenisme, juga sama dengan nasionalisme San Mincu I milik Dr. Sun Yatsen (mintsu,min chuan, min sheng/nasionalisme, demokrasi dan sosialisme)  - - termasuk kesejahteraan umum dan keadilan sosial, Kedua, Internasionalime atau Perikemanusiaan sama denganInternasionalisme (kosmopolitanisme)  milik A. Baars. Ketiga,  Prinsip ketuhanan diambil dari pendapat-pendapat para pemimpin Islam yang berbicara terlebih dahulu.
       Kalaulah benang merah lahirnya Pancasila sebagai Ideologi Negara yang pada tgl 22 juni 1945 di syahkan oleh Panitia Sembilan, sebagai Piagam Jakarta dimana Pancasila berubah menjadi rumus ke II, maka pada tgl 18 agustus 1945  berubah lagi dengan  rumus ke III, dengan menghilangkan kalimat “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Tgl 18 agustus 1945 PPKI berhasil menetapkan Pembukaan UUD 1945 sekaligus dengan UUD 1945, serta memilih Presiden dan WakilPresiden untuk pertamakalinya setelah Proklamsi kemerdekaan 17 agustus 1945.
       Mungkinkah perubahan esensial dari rumus Pancasila yang termaktub di dalam Piagam Jakarta yang diterima oleh sidang BPUPKI tgl 17 juli 1945 menjadi rumus Pancasila   oleh PPKI yang ke III, dianggap tidak legitimate? Semoga ini bukan sebagai  alasan  pemicu hilangnya  Roh Pancasila  karena antara golongan nasionalis dan agama seolah-olah “tertanam bibit ketidak ikhlasan” menerima Pancasila sebagai Ideologi negara. Semoga Kebesaran jiwa dan kenegarawanan tokoh Islam masa lalu dan masa kini tetap konsisten karena  sangat berpengaruh menjaga dan memelihara momentum kesejarahan  ini,  sampai akhir zaman.
       Hal lainnya  yang merupakan dinamika rumusan Pancasila walaupun pada Mukaddimah UU Dasar sementara RIS rumusan IV dan V Pancasila masih berubah secara redaksional, dan sampai kepada Pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945, Pancasila yang lahir tgl 1 Juni tersebut ternyata masih di interpretasikan oleh Soekarno sebagai  Tri sila dan Eka Sila(gotong royong).
      Barulah  pada perjalanan selanjutnya Pengertian Pancasila sebagai dasar Negara yang termaktub di dalam Pembukaan UUD 1945, sebagaimana tertuang di dalam memorandum DPR-GR 9 juni 1966 dan Oleh TAP MPR no IX/MPR/1978 menegaskan bahwa kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum di Indonesia.
       Dari sejarah panjang lahirnya Pancasila dapatlah di simpulkan ; pertama, bahwa penetapan Pancasila yang terkandung di dalam pembukaan UUD 1945 oleh PPKI tgl 18 agustus 1945, merupakan perwujudan dan penjelmaan seluruh rakyat Indonesia yang merdeka. Kedua Negara Indonesia adalah Negara Pancasila\; Negara harus tunduk kepadanya, membela dan melaksanakan semua perundang-undangan yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila.   
       Semoga tumbuh kesadaran baru tentang Pancasila sebagai Pandangan hidup bangsa, ideology, pegangan  hidup. Eksintensi Pancasila harus tetap di pertahankan, sesuai dengan Inpres no. 12, th 1968 bahwa pengucapan, penulisan dan rumusan Pancasila sebagai dasar Negara RI nyang syah dan benar adalah sebagaimana yang tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945.
       Pada Seminar Pancasila di Yoyakarta menjelaskan bahwa Pancasila  merupakan kesatuan organis dimana antara sila yang satu dan sila lainnya saling mengkualifikasi secara hirarkis pyramidal, dan berporos kepada sila pertama yaitu ketuhanan Yang maha Esa. Seandainya terlahir sebuah strategi yang direncanakan secara komprehensif yang mengintegrasikan resources dan kapabilitas bagaimana meraih tujuan kemakmuran dan keadilan sosial  dengan basis Pancasila, maka kiranya bangsa ini tidak perlu belajar kenegara tetangga maupun latin, untuk menjadi Negara sukses.
       Laporan wartawan Kompas terbitan senin 18 oktober 2010, sesuai judul di atas menarik untuk direnungkan seperti saya copy di bawah ini, semoga menjadi inspirasi adanya  perubahan  persepsi dan aksi sebagai jawaban adanya rongga kosong yang mengisi perjalanan bangsa  selama  12 tahun pasca reformasi, beku  tanpa makna ideology. (a.m.a)
      
         Aktualisasi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, baik pada tataran kebangsaan, Negara maupun  masyarakat, sangat mendesak. Kalau  Pancasila tidak segera dikembalikan sebagai roh bangsa Indonesia dikhawatirkan  akan muncul ideology alternative yang akan dijadikan landasan perjuangan  dan pembenaran bagi gerakan – gerakan radikal.
       Hal itu diungkapkan pengamat politik dari CSIS, J. Kristiadi, dalam diskusi berpikir ulang  tentang “Bhineka Tunggal Ika melalui Gadget” yang digelar Institute for multicultalism and Pluralism Studies, sabtu (16/10) di Yogyakarta. Hadir sebagai pemakalah dalam diskusi ini pengamat politik Yudi Latif dan Seno Gumira Ajidarma.
       Dalam makalahnya Kristiadi mengungkapkan, tiadanya ideology yang  memberikan arah perubahan politik dikhawatirkan memunculkan gerakan-gerakan radikal, baik  yang bersumber dari rasa frustasi masyarakat  dalam menghadapi ketidak pastian  hidup maupun akibat dari manipulasi  dari sentiment primordial. “Gerakan-gerakan radikal radikal semacam ini tentu  sangat  berbahaya karena mengancam kebhineka tunggalika-an serta memutar kembali proses demokratisasi kepada situasi yang mendorong  munculnya kekuatan yang otoritarian maupun memicu anarki sosial  yang tidak berkesudahan” paparnya.
       Tidak mustahil, kalau Pancasila tidak segera kembali sebagai  roh bangsa Indonesia, dikhawatirkan akan muncul ideology alternative yang akan dijadikan landasan perjuangan dan pembenaran bagi gerakan-gerakan radikal.

Pemersatu
        Yudi mengungkapkan, perbedaan-perbedaan akan berjalan damai apabila Negara bisa menjadi pelindung bagi semua pihak dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak individu, termasuk hak beribadah. Apabila Negara  tidak mampu, akan memunculkan eksklusivisme  dan fundamentalisme. “Negara bisa menjadi pemersatu dan pemecah belah” ungkapnya (RWN).                 

Selasa, 05 Oktober 2010

Sebuah Surat Imajiner buat sahabat Eddy Hartawan Siswono Ketum Lasykar Merah Putih


Oleh ; Abdul muin angkat
 
    Seminggu yang lalu masih terbaca di Wall Fb mu bung pamit untuk dirawat di Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutera, mohon doa teman-teman untuk cepat sembuh. Tidak ada yang mengira tiga hari kemudian, engkau terbaring di rumah duka RSPAD dengan selimut Sang Saka merah putih di kawal oleh dua prajurit ber baret hijau dari Kostrad, sebelum di semayamkan di peristirahatan terakhir mu, di Sandiego Hill, Karawang. 
   Tiba-tiba kami merasa kehilangan yang dalam, seorang sahabat yang sangat peduli kepada teman, hormat kepada senior, dan santun menyapa semua orang, terpatri dalam, di sanubari kami. Sosok yang selalu berpenampilan parlente, yang ramah, dan selalu dikawal oleh anggota Lasykar kini telah tiada. Rasanya baru kemarin Bung hadir pada Resepsi Pernikahan ananda Farah di Balai Sudirman bulan juli lalu, - - dan menyapa pengantin;…" Tu bapakmu itu sahabatku". Kami terharu… dan Besok sudah dapat dipastikan, ribuan orang kader Lasykar dengan loreng merah putih, dengan segumpal rasa duka, akan beriringan mengantarmu ke tempat pembaringanmu terakhir. 
    Lama kami tercenung bersama Sahabatmu yang satu lagi, Herman Lakollo, anak Ambon yang katamu juga adalah gurumu, duduk disamping peti jasadmu di Rumah Duka RSPAD. Satu demi satu para pentakziah mendekati Jasadmu untuk memberikan penghormatan dan doa Selamat jalan. Dari siang sampai magrip para-senior, Mas Hayono Isman, Ketum Kosgoro Effendi Yusuf, para pejabat militer, Polri dan anggota Ormas, Parpol datang ke Rumah Duka dan menyampaikan rasa belangsungkawa. Rasa duka itu tergurat di wajah mereka karena mereka sungguh menyayangimu.
    Sebuah pertanyaan muncul di benak kami, Sebesar itu Ormas Lasykar merah putih bagaimana kelanjutannya? Apakah Bung Eddy sudah mempersiapkan penggantinya? Akan kah Visi Misi perjoangannya bisa dilanjutkan?Semoga saja para pimpinannya bisa menangkap gerak dinamika Organisasi ini sebagai Ormas yang mandiri dan tegak di dalam mempertahankan NKRI, Pancasila dan UUD 1945. Sebuah Ormas Nasionalis yang taat kepada Pemerintahan yang Syah, masih sangat dibutuhkan oleh Negara Bangsa ini sebagai penjaga, pemelihara Moral obligation Bangsa.
    Ketika suatu hari Bung mengatakan bahwa pola perjuangan dan pengorganisasian Mas Isman di Kosgoro menjadi Blue Print Lasykar Merah Putih,saya merasa kagum, sejauh itu bisa menghayati Pedoman Perjoangan yang yang merupakan bagian yang ingin mepertahankan Filosofi Pancasila dan UUD 1945, guna terwujudnya NKRI. Inspirasi Pengabdian, Kerakyatan dan Solidaritas, ternyata harus di imlementasikan secara in concreto oleh Isman-Isman kecil - -yang ber –Reinkarnasi dan ber kolaborasi di dalam denyut kehidupan bermasyarakat di seluruh negeri. . ." Loyalitas dan Integritas didalam Pengabdian ternyata lebih baik di luar Kosgoro itu sendiri". 
    Hal kedua yang dapat dipelajari dari gerakan-gerakan 'Mas Darto perang' Sang Ajudan Bung Karno, sebagai orang keduanya Mas Isman sangat komunikatif dengan tentara, namun anak-anak TRIP Jawa timur yang dikenal sebagai Tentara pelajar, anak rakyat malah lebih kreatif dan berani mati. Bukankah relasi historis ini yang menjadikan kepemimpinan Bung Edy disegani karena selalu berinteraksi dan berkomunikasi dengan TNI? Mana mungkin dua tentara baret hijau mengawal peti jenazah yang terbaring itu selama berada di rumah duka RSPAD?Terkawalnya Lasykar merah putih di dalam gerakan-gerakan sosialnya bisa dibaca dari adanya benang merah komitmen kesejarahan TNI, tumbuhnya sikap kebangsaan yang merupakan resultante rasa kebangsaan plus paham kebangsaan.
    Dengan berbagai 'pengguruan-internal' di kawah candradimuka, disertai kerendahan hati yang selalu bung kemukakan kepada setiap orang, ternyata semua hal-hal positip di dalam diri setiap pemimpin bisa dipadukan secara komrehensif-integratif, menjadi suatu kekuatan membesarkan Lasykar merah putih. Banyak pemimpin kepemudaan yang muncul tapi kehilangan sumber ketauladanan, akhirnya minus idealism. Sampai kini, saya masih teringat apa yang ditulis oleh mas Isman; . . ."dikala Ia bertunas, lindungi, dikala berakar, sirami dan dikala berbuah, amalkan".Kalau kita mau jujur makna terdalam dari himbauan ini 
   Adalah konsistensi, dan ini sangat banyak dilupakan, bukan hanya oleh kader biologisnya Mas Isman, akan tetapi sudah merambah sampai kepada kader geneologisnya, sungguh ironis. Tranformasi nilai-nilai perjoangan Trip(sebagai cikal bakal Kosgoro) yang mengorbankan 44 jasad suhada bangsa melawan Penjajah,terbujur dan diam membisu tanpa ada yang hirau. Jiwa martir inilah seyogianya di jalankan sebagai amanah, akan tetapi hanya bung yang bisa menangkap sinyal ini, dengan satu kekuatan moral force Lasykar merah putih! Harga diri, martabat, hati yang mulia, dan kebesaran jiwa adalah sebuah dignity. Ini merupakan harga mati, bukankah internalisasi nilai-nilai dari empat unsure diatas merupakan karakter seorang pemimpin? Sejujurnya Bung Edy termasuk dalam kategori ini, karena bung adalah seorang Pemimpin yang berkarakter. Tidak menghamba kepada institusi lain dan dilecehkan.
    Bung Edy yang sedang tenang dialam baka, di dalam Teori kepemimpinan Transformasional, dijelaskan bahwa proses hubungan antara pemimpin dengan pengikut selalu didasari oleh nilai-nilai serta keyakinan asumsi tentang visi misi organisasi. Bagaimana mengkomunikasikan serta mengartikulasikan visi tersebut adalah suatu seni kesuksesan tersendiri sehingga gerakan tersebut dikenal masyarakat. Bukankah juga Doktrin pengabdian, kerakyatan dan solidaritas menjadi basis pergerakan Lasykar merah putih ini?
    Dalam buku From Transactional to Transformational leadership; Learning to share the Vision , Organizational Dinamic , Bass mengatakan bahwa Kepemimpinan Transformational harus mewujudkan empat ciri utama, yaitu pertama kharismatis, kedua inspirasional yang menghasilkan trust, ketiga, stimulasi intlektual, dan keempat, perhatian secara individual (individualized
consideration). Untuk keempat unsure tersebut rasanya Bung Edy memiliki semuanya secara paripurna, dan factor inilah yang membawa kesuksesan Lasykar Merah putih secara organisatoris.
    Akhirul kalam ternyata kebutuhan akan hadirnya pemimpin penerobos (Breakthrough leadership) di era global ini seperti kehadiran sosok Bung Edy adalah sesuatu yang merupakan condition sine quanon untuk memperkuat memelihara serta mengaktualisasikan nasionalisme baru Indonesia. Diperlukan sosok pemimpin yang berperan sebagai dinamisator, komunikator,innovator dan sekaligus integrator, dan ternyata ini bukan sebuah mimpi.
    Di dalam peristirahatanmu yang abadi, kami akan selalu mendoakanmu dan kami akan tetap mengenangmu sebagai tokoh Transformatif yang mampu meng implementasikan Tri Dharma PKS dan Pedoman Perjoangan secara nyata, dan itu telah Bung Eddy buktikan, sekurang-kurangnya dalam kapasitas dibawah bayang-bayang Mas Isman. Jakarta 5 okt 2010 (a.m.a).