Senin, 29 November 2010

Mengapa Yogyakarta disebut Daerah Istimewa?


Kalam

Pewarisan nilai-nilai kejoangan semasa Proklamasi sampai Perang kemerdekaan satu dan dua merupakan benang merah yang harus di sampaikan sejujurnya kepada anak bangsa, yang merupakan penerus kemerdekaan sampai akhir zaman. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta  yang pernah menjadi pusat pemerintahan  sebelum dipindahkan ke Bukit Tinggi dibawah Syafrudin Prawira negara, juga merupakan sejarah yang wajib di ketahui  dan dikenang oleh generasi penerus. Sama halnya dengan sejarah Daerah istimewa Aceh, Daerah khusus ibukota Jakarta sampai ke Papua.

Apa yang dilontarkan oleh Presiden SBY beberapa waktu yang lalu tentang istilah  Monarki  dalam hubungannya dengan pembahasan tentang RUU Daerah Istimewa Yogyakarta, serta merta mendapat tanggapan yang kontraversial dari masyarakat. Apakah perlu mempersoalkan hal-hal yang sudah dipahami oleh seluruh warganegara sebagai sejarah lahirnya negara Indonesia merdeka? Apakah masih  perlu penataan sistem ketatanegaraan baru dalam perspektif demokrasi barat? Bukankah berdasarkan permusyawaratan sebagai basis 'local wisdom', serta dukungan Sultan Hamengkubuwono IX, posisi tawar Indonesia dimata dunia internasional menjadi lebih kuat? kontribusi  pemikiran dan ketegasan Sri sultan untuk menyatakan kesultanan Yogyakarta berada dibawah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah rahmat sekaligus amanah bagi  Dwi tunggal Soekarno - Hatta untuk memimpin kembali Indonesia merdeka. Bukti konkret adalah serangan Yogya kembali yang dilancarkan oleh Soeharto.

Mempersoalkan kembali masalah Monarki, apakah monarki absolut ataupun monarki kultural, rasanya kurang bijaksana.Monarki di Inggris, Belanda maupun di Thailand sangat berbeda dengan di Indonesia. Kita adalah negeri terjajah selama ratusan tahun, dan berhasil mengusir penjajahan karena keberanian luar biasa dari para pejoang kemerdekaan.Banyak kerajaan-kerajaan yang menyeberang menjadi anteknya Belanda, tetapi Kesultanan Yogya  konsisten untuk memilih dan berada dibawah naungan Republiken. Kekhususan inilah yang perlu dikenang dan dilestarikan, karena kalau alasannya adalah seorang Sultan  dan paku alam otomatis menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur, biarlah itu menjadi kekhususan yang abadi, tidak perlu dipersoalkan, apakah mereka harus  dipilih langsung menurut demokrasi barat. Rakyat yogya  yang merupakan representasi rakyat Jawa, secara tulus ikhlas pernah menorehkan sejarah memberikan pengorbanan dan pengabdian melalui Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Kraton Yogya yang merupakan pusat budaya jawa, pusat persembunyian pejuang, tidak pernah mengingkari bahwa musyawarah untuk  rakyat adalah nilai tertinggi. Pengejawantahan  demokrasi bukan abdi paduka, atau sabdo pandito ratu ; Seorang Sultan adalah simbol demokrasi dalam konteks musyawarah, karena di dalam dirinya sudah terpatri komitmen kerakyatan. Dan ini, sudah teruji selama puluhan tahun bahwa komitmen kerakyatan itu tetap terpelihara dengan baik, dibuktikan dengan kepemilikan tanah kraton oleh rakyat tidak pernah dipersoalkan. Oleh sebab itu, apakah dengan demokrasi barat yaitu demokrasi 1/2 + 1, interpretasi pembahasan RUU tersebut harus dimenangkan ketimbang demokrasi kekeluargaan yang sudah terpelihara sejak dahulu kala? Padahal musyawarah telah  hidup di dalam kerapatan adat istiadat suku-suku di Indonesia, haruskah  dikalahkan karena kepentingan politik tertentu? Mengapa Pilkada yang belum pernah di evaluasi oleh pemerintah, akan tetapi sudah menjadi rahasia umum bahwa telah terjadi manipulasi dan 'money politic', dijadikan pembenaran untuk mempersoalkan legitimasi seorang Gubernur?Kenapa demokrasi barat di dewakan padahal melalui prosedur transaksi politik? Bukankah pemberian suara tanpa pamrih oleh rakyat lebih berkualitas, dan merupakan pencerminan keikhlasan dan keadilan? Rasanya,   kita telah  kehilangan nurani sebagai bangsa yang berbudi luhur dan  Insan yang ber Ketuhanan, tega  melupakan sejarah, dengan alasan 'kedaulatan rakyat' bukan 'kedaulatan tuanku'.

Tulisan dibawah ini mungkin secara lebih lengkap mengupas sejarah masa lalu, agar membuka kembali cakrawala berpikir kita ke masa lalu menerima kenyataan sejarah apa adanya, untuk lebih memantapkan visi masa depan, menuju Indonesia moderen. Tulisan ini dikirim oleh sahabat Anton dwisunu Hanung Nugrahanto, melalui Face Book dan saya masukkan ke dalam Blog saya sebagai tulisan yang sangat berharga untuk dibaca oleh generasi penerus.( a.m.a )  
     

Pernyataan SBY yang kelewat dungu dan tidak memahami sejarah serta perasaan orang Yogya membuat banyak pihak meradang, begitu juga dengan Sri Sultan Hamengkubuwono X. Kenapa SBY bisa tidak mengerti sejarah Yogyakarta dimana Sri Sultan Hamengkubuwono IX pada waktu itu mempertaruhkan kedudukan politiknya, tidak mempedulikan tawaran Ratu Juliana yang akan memberikan kedudukan Sri Sultan HB X sebagai Pemimpin Koalisi Indonesia-Belanda dan Menggadaikan kekayaannya untuk berlangsungnya Pemerintahan Republik Indonesia. Generasi muda ada baiknya mengetahui asal usul kenapa Yogyakarta diberikan status wilayah Istimewa sebagai konsesi politik dan penghargaan Pemerintahan Republik Indonesia terhadap peranan rakyat Yogya yang gantung leher mempertaruhkan eksistensi Republik Indonesia.

Tak lama setelah Proklamasi 1945, pemimpin pusat macam Sukarno, Hatta, Subardjo dan Amir Sjarifudin menyatakan bahwa "Eksistensi pengakuan pernyataan Pegangsaan harus didukung kekuatan riil di daerah, Belanda atau pihak asing hanya akan mengakui kemerdekaan itu bila kekuatan-kekuatan daerah mendukung" memang pada hari-hari pertama Jawara Banten sudah mendukung pernyataan kemerdekaan RI dengan mengirimkan pendekar-pendekarnya mengamankan Jakarta. Kekuasaan Jepang di seluruh wilayah Banten direbut oleh para pendekar. Tapi kekuasaan pendekar itu bukan jenis kekuasaan formal yang teratur rapi. Begitu juga dengan dukungan jago-jago silat Djakarta dan Bekasi yang kemudian membentuk laskar bersendjata untuk langsung tarung di jalan-jalan Cikini sampai Kerawang. Kekuasaan Informal langsung mendukung Sukarno. Tapi bagaimana dengan kekuasaan formal yang telah didukung administrasi rapi dan memiliki massa pengikut jutaan. Kekuasaan formal itu terletak di Solo dan Yogyakarta.

Solo dan Yogyakarta disebut dengan daerah Voorstenlanden, atau daerah yang diberi kekuasaan khusus oleh Hindia Belanda sebagai buntut perjanjian Giyanti 1755. Setiap terjadi suksesi Belanda sebagai pemerintah pusat bernegosiasi terus menerus dengan raja baru untuk menambah konsesi wilayah dan peraturan-peraturan baru. Lama kelamaan daerah Voorstenlanden hanya sebatas wilayah Yogyakarta dan Surakarta seluruh wilayah Mataram asli semuanya masuk ke dalam pemerintahan Hindia Belanda. Namun wilayah boleh direbut tapi pada hakikatnya rakyat Jawa Tengah dan Sebagian Jawa Timur menganggap raja mereka berada di Solo dan Yogya. Seperti orang Madiun yang lebih berorientasi pada Mangkunegaran atau Blitar yang menganggap Yogya lebih representatif ketimbang Solo. Namun terlepas dari itu semua raja-raja Yogya dan Solo dianggap bagian dari trah resmi raja-raja Jawa.

Pengumuman kemerdekaan Indonesia dilakukan pada sebuah rumah di Pegangsaan ini artinya : Kemerdekaan itu lahir bukan dalam situasi formal. Pemerintahan pendudukan Jepang tidak lagi pegang kuasa di Indonesia setelah Hiroshima dan Nagasaki di bom atom dan Hirohito dipaksa menandatangani surat pernyataan kalah tanpa syarat dihadapan Jenderal MacArthur dan sebarisan perwira AS bercelana pendek. -Pemerintahan Jepang dipaksa oleh pihak sekutu sebagai pemenang perang untuk mengamankan seluruh aset-aset di wilayah Asia yang diduduki Jepang termasuk Indonesia. Namun perwira-perwira samurai itu juga sudah pernah berjanji pada sebarisan kaum Nasionalis untuk memerdekakan Indonesia, tapi tujuan kemerdekaan itu adalah membentuk : Persekutuan bersama Asia Timur Raya. Kemerdekaan itu ditunda beberapa kali sehingga sempat membuat berang Sukarno. Namun pada malam 16 Agustus 1945 Laksamana Maeda dengan garansi dirinya pribadi membantu kemerdekaan Indonesia sebagai bentuk pemenuhan janji. Hanya saja statement kemerdekaan dikesankan bukan dari Jepang.

Dan Sukarno butuh formalitas. Ia butuh rakyat Jawa, hatinya orang Jawa untuk berdiri dibelakang dia setelah pengumuman kemerdekaan. Sementara Tan Malaka sendiri yang belakangan muncul meragukan kemampuan Sukarno menggalang dukungan rakyat secara utuh, Tan Malaka bilang pada Subardjo "Suruh Sukarno cepat cari dukungan di tingkat daerah, dia jangan bermain di wilayah elite melulu". Apabila tidak mendapat dukungan formal minimal di Jawa maka sekutu dengan cepat bisa melikuidir Indonesia.

Barulah pada pagi hari saat Sukarno sedang rapat dengan beberapa menteri datang sebuah surat kawat (telegram) dari Yogyakarta. Sukarno membuka telegram itu dan langsung melonjak dari tempat duduknya. Mukanya yang sedari awal kusut kurang tidur sontak gembira. Di depan menterinya Sukarno berkata "Surat ini adalah langkah awal eksistensi secara de facto bangsa Indonesia, sebuah functie yang bisa mendobrak functie-functie selanjutnya. De Jure kita sudah dapatkan secara aklamasi pada Proklamasi Pegangsaan tapi De Facto surat ini menjadi pedoman kita semua". Surat 5 September 1945 yang berisi maklumat itu berasal dari Sri Sultan yang berisi bahwa :

Pertama : Bahwa daerah istimewa Ngayogyokarto Hadiningrat bersifat kerajaan adalah daerah Istimewa dari negara Republik Indonesia.

Kedua, bahwa kami sebagai kepala daerah memegang kekuasaan dalam negeri Ngayogyakarto Hadiningrat dan oleh kerna itu berhubung dengan keadaan dewasa ini segala urusan pemerintahan Ngayogyokarto Hadiningrat mulai saat ini berada ditangan kami dan kekuasaan lainnya kami yang pegang.

Ketiga : Bahwa perhubungan antara Negeri Ngayogyokarto Hadiningrat dengan pemerintahan pusat negara Republik Indonesia bersifat langsung dan kami bertanggung jawab atas negeri kami langsung kepada Presiden Republik Indonesia.

Tiga poin dalam isi surat itu sesungguhnya adalah sebuah negosiasi politik kepada Pemerintahan Republik Indonesia dari kekuasaan Yogya. Bahwa Raja Yogya bersedia masuk ke dalam struktur Indonesia apabila kekuasaan di Yogyakarta terjamin oleh Pemerintahan RI. Sesungguhnya Sri Sultan membuat statement ini adalah kecerdasan Sri Sultan karena ia tidak mau kelak Yogya akan banjir darah oleh revolusi sosial kemudian Yogya dipimpin oleh kelompok-kelompok revolusioner yang tidak bertanggung jawab. Pandangan visioner Sri Sultan ini terbukti jitu : Beberapa waktu kemudian, Kesultanan Deli di Sumatera Timur dan Surakarta terjadi revolusi sosial. Seluruh bangsawan Deli dibantai oleh pasukan yang mendukung terjadinya gerakan anti kerajaan sementara di Surakarta yang sebelumnya diberikan status juga oleh Jakarta sebagai DIS : Daerah Istimewa Surakarta, terkena serbuan pasukan Tan Malaka yang menolak adanya pemerintahan Swapradja, akibatnya status DIS dihapus karena para penguasa Solo tidak bisa mengendalikan keadaan yang take over Solo malah anak-anak muda yang tergabung dalam Tentara Pelajar. Saat itu Sunan Pakubuwono XII dan Sri Mangkunagoro VIII masih bimbang mau berpihak pada Republik atau menunggu Belanda datang. Pada tahun 1940-an seluruh penguasa Kasunanan Solo, Mangkunegaran, Pakualaman dan Kasultanan Yogyakarta adalah raja-raja baru yang terdiri dari anak muda berusia 30-an tahun. Rupanya Sunan PB XII dan Mangkunegoro VIII tidak memiliki kejelian politik seperti Hamengkubuwono IX yang masuk langsung ke dalam struktur pemerintahan RI dan mengendalikan Angkatan Bersenjata serta mengamankan rakyat Yogya dari "Kekacauan-Kekacauan Revolusi".

Tindakan Sultan yang cepat ini justru menguntungkan jalannya sejarah Republik Indonesia di kemudian waktu, karena Sultan dengan kekuasaannya menciptakan suatu daerah kantong yang terkendali. Daerah kantong inilah yang kemudian dijadikan basis perjuangan menegakkan pemerintahan Republik setelah sekutu masuk ke Tanjung Priok. Saat sekutu masuk yang kemudian diboncengi NICA membuat penggede-penggede Republik terancam nyawanya. Sjahrir sendiri pernah merasakan mobilnya diberondong peluru. Hampir tiap malam Sukarno berpindah-pindah tempat karena diburu pasukan intel Belanda, bahkan sering Sukarno tidur di kolong tempat tidur. Hal ini jelas membuat pemerintahan tidak berjalan efektif. Adalah Tan Malaka sendiri yang menganjurkan agar Jakarta segera dikosongkan dari pemerintahan Republik dan Pemerintahan menyingkir ke pedalaman sembari mengefektifkan pemerintahan. Tapi pedalaman mana yang bisa dikendalikan.

Dan Hatta menjawab : "Yogyakarta adalah tempat yang tepat, karena di wilayah sana semua rakyatnya dikendalikan oleh Sultan hanya saja apakah Sultan akan menjamin kita" mendengar ucapan Hatta, Sukarno memerintahkan stafnya menghubungi Sri Sultan. Dalam pembicaraan tidak resmi ditelepon, Sri Sultan berkata :"Saya Sultan Yogya, Sabdo Pendhito Ratu. Menjamin bahwa Pemerintahan Republik Indonesia aman di Yogyakarta" Jaminan Sri Sultan inilah yang dijadikan titik paling penting keberadaan Republik Indonesia ditengah ancaman serbuan pasukan bersenjata Belanda.

Akhirnya dicapai kesepakatan bahwa untuk menghadapi sekutu dan melobi penggede-penggede sekutu adalah Sutan Sjahrir yang ditinggalkan di Jakarta sementara Presiden dan Wakil Presiden sebagai lambang kekuasaan negara dibawa ke Yogyakarta dengan Kereta Luar Biasa (KLB) yang sekaligus memboyong seluruh keluarga mereka. Keberangkatan KLB itu juga menandai perpindahan Ibukota. Peristiwa itu terjadi pada 4 Januari 1946.

Di Yogyakarta, Sri Sultan bertanggungjawab penuh terhadap keselamatan seluruh penggede Yogya. Seluruh pejabat ditempatkan dilingkungan Keraton. Sukarno ditempatkan di Gedong Agung dan Sri Sultan menghormati kekuasaan Republik Indonesia walaupun sesungguhnya Republik ini baru berdiri. Pejabat-pejabat RI itu rata-rata dalam kondisi miskin. Sultan sendiri yang kerap mengambil emas simpanannya untuk membiayai seluruh operasional pemerintahan. Sri Sultan memberikan tanpa dihitung bahkan pernah gaji pegawai Republiek belum terbayar Sri Sultan dengan dana kekayaan pribadi sendiri membiayai gaji-gaji pegawai republiek.

Tahu bahwa Yogyakarta menjadi pusat kendali Republik. Tentara Belanda tidak berani langsung mengebom Yogya. Hal ini terjadi karena Ratu Juliana dulu adalah teman sekolah Sri Sultan di Belanda. Mereka berdua dari SD sampai Kuliah berada dalam lingkungan yang sama. Sri Sultan dipanggil Juliana sebagai Hengky. Bahkan ada gosip Ratu Juliana memiliki cinta sejatinya pada Sri Sultan. Sebelum Yogya digempur pesan dari Kerajaan Belanda bahwa nyawa Sri Sultan tidak boleh dikutak-kutik. Karena sikap keras Juliana yang tidak memperbolehkan kekuatan militernya menyenggol Sri Sultan maka staff militer di Belanda mengambil kebijakan untuk mempengaruhi Sri Sultan agar berpihak pada Belanda.

Sri Sultan ditawari menjadi pemimpin pemerintahan bersama Indonesia-Belanda tapi Sultan menolak. Baginya Indonesia adalah tujuan hidupnya. Karena tidak sabar atas sikap keras Sri Sultan yang berdiri dibelakang pemerintahan Republik maka Belanda mau tidak mau harus menguasai Yogyakarta.

Pada tahun 1948 setelah terjadinya geger Madiun, Belanda punya taktik yang khas dengan caranya yang licik menikam pemerintahan Republik di Yogya. Belanda awalnya mengadakan perjanjian kerjasama latihan militer dengan TNI sebagai wujud gencatan senjata tapi kemudian malah dari Semarang pasukan Van Langen menerobos Yogya dengan Operasi Kraai. Sepuluh ribu penerjun payung menghujani udara Maguwo, Yogyakarta diserbu tanpa persiapan.

Saat itu yang jadi komandan keamanan Kota Yogya adalah Suharto (kelak jadi Presiden RI kedua).Tapi entah pasukan Suharto ada dimana. Letkol Latif Hendraningrat sendiri langsung mencari-cari Suharto tapi tidak ketemu. Sudirman masih terbaring sakit karena paru-parunya menghitam. Sedangkan Bung Karno cs sedang rapat di Gedong Agung.

Pasukan Van Langen dengan cepat masuk ke Gedong Agung. Tapi sebelumnya terjadi perdebatan keras. Sukarno menyerah atau melawan sekutu. Sukarno berpendapat bahwa dengan ia menyerah maka dunia internasional akan meributkan agresi militer Belanda dan memberikan dukungan bagi Indonesia. Tapi pihak Sudirman menghendaki diadakannya perlawanan total, Sukarno dan Hatta harus ikut berperang di pedalaman. Sukarno memilih tidak ikut cara Sudirman.

Sebelum ditangkap pasukan Van Langen Sukarno berpesan pada Sri Sultan agar keutuhan Republik Indonesia dijaga. Sultan hanya mengangguk namun sebagai Raja Jawa ia selalu memenuhi janji.

Sri Sultan berpikir keras dengan apa Yogyakarta harus mendapatkan kemenangan politiknya. Suatu sore Sri Sultan mendengar perdebatan melalui BBC bahwa Indonesia sudah tidak ada lagi. Delegasi Belanda di PBB menyatakan "Pemerintahan Illegal Republik Indonesia sudah Hilang secara de facto yang berkuasa adalah Belanda kota Yogya sepenuhnya dibawah kendali Pemerintahan Belanda". Mendengar hal itu Sultan mendapat ide untuk mengejutkan dunia Internasional. Dipanggilnya Suharto sebagai Komandan Wehrkreise X untuk membangun serangan kejutan. Lalu terjadilah Serangan Umum 1949 yang kemudian mengubah jalannya sejarah. Setelah serangan umum Pemerintahan Belanda di PBB kalah suara dan dukungan Internasional mendukung Pemerintah Republik Indonesia sehingga pada 27 Desember 1949 Belanda mengakui kemerdekaan RI. Karena Juliana sangat membenci Sukarno maka yang datang menandatangani adalah Hatta sementara di dalam negeri yang menandatangani adalah Sri Sultan Hamengkubuwono IX di depan AJ Lovink.

Penandatangan Pengakuan Kedaulatan adalah pengakuan de facto. Dan Republik Indonesia yang masih bayi benar-benar diselamatkan oleh Sri Sultan sebagai pengasuh yang benar-benar menjamin keselamatannya. Lalu setelah puluhan tahun sejarah hendak dilupakan. Masuknya kelompok-kelompok dogol di Jakarta dan menguasai Politik Indonesia. Hanya karena ingin menggusur kedudukan Sri Sultan sebagai kekuatan politik pada pertarungan 2014 maka mereka ingin menghapuskan status daerah istimewa Yogya sekaligus ingin menghilangkan kekuasaan de facto Raja Jawa yang berada dalam lingkungan bangsa Indonesia.

Benar kata Pram : "Sebuah bangsa yang tidak mengerti sejarahnya sendiri hanya akan melahirkan ketololan-ketololan". (ADHN).


Kamis, 18 November 2010

Akhir Sejarah BUMN Strategis?!


Kalam;
                Mengapa industry strategis PT Krakatau Steel yang menjadi kebanggaan Bangsa Indonesia, yang susah payah di bangun oleh Bung Karno selaku ‘founding father’ bangsa, bersama Soviet Uni, beralih kepemilikan? PT KS yang  menjadi pemasok bahan baja guna  mensuplay industry hilir permesinan masa depan, harus dijual ke asing?Logika apa yang digunakan kalau bukan tindakan anasionalis? Informasi yang agak tertutup mensinyalir bahwa  PT Krakatau sekarang (sejak September 2010), hanya memiliki 30% saham dan 70% telah diserahkan ke Posco sebuah perusahaan Korsel. Dilain pihak ada yang menyebut bahwa kepemilikan PT Krakatau masih 80 % dan asing 20%. Mana yang benar dari kedua informasi tersebut?
                Terus terang saya tidak mengerti bagaimana anggota-anggota DPR  periode 2004 – 2009 yang  konon dipilih rakyat  untuk membangun negeri ini tega meloloskan penjualan saham kepemilikan PT KS kepihak asing, dan semua nya dilakukan secara ‘diam-diam’. Apakah tidak ada control dari partai politik, untuk setiap anggota yang melakukan tindakan melawan hati nurani dan merugikan rakyat? Itu adalah tindakan sebelum  isu Penjualan IPO merebak di bursa efek, dan  yang sangat  mengejutkan kita. Pemberitaan mengenai  harga jual sangat rendah, sebesar Rp 840 sangat melukai perasaan apalagi 35 % diperuntukkan kepada asing. Kita juga tidak tahu peruntukan  65 % atau sekitar 3 juta lembar saham, siapa saja kelompok yang mendapatkan kesempatan emas itu, apakah termasuk para politisi yang bersekongkol melepas penjualan kepihak asing? Masih perlu pembuktian dan investigasi.
                Pada sesi  kedua,  penjualan  melesat mencapai  selisih harga Rp 400,dari modal awal, dan investor asing ternyata melakukan aksi menjual kembali sahamnya dengan keuntungan, triliunan rupiah. Alasan Menteri BUMN sambil tertawa di TV mengatakan bahwa penjualan ini merupakan rencana yang sudah diperhitungkan membawa keuntungan bagi investor asing ‘memancing’ agar mereka tertarik untuk menanamkan sahamnya untuk jangka panjang. Ternyata yang terjadi kebalikannya, bukankah pernyataan ini merupakan penghianatan kepada rakyat, dan merugikan Negara?
                Tak lebih apa yang dilaksanakan Negara saat ini adalah implementasi dari ‘washington consensus’ tentang 10 resep generic yang direkomendasikan kepada Negara berkembang pada saat terjadinya krisis ekonomi di amerika latin, (brazil, argentina, mexico). 3 pilar utama  yang diprioritaskan adalah 1)kebijakan fiscal/pajak, 2)privatisasi BUMN, 3)liberalisasi pasar (market fundamentalism). Anehnya, Malaysia dengan contoh Petronas, mengalami kemanjuan yang mengesankan tanpa menjual BUMN nya kepada asing. Tidak seperti Indonesia, pemerintahnya tidak mau didikte karena prinsip kemandiriannya begitu kokoh sehingga  secara professional mereka mengungguli Pertamina.
                Apa yang sudah dipertontonkan Negara adi daya terhadap kegagalan kapitalisme, liberalism, dan Neo liberlisme adalah bukti keserakahan ‘manusia’ tentang pasar bebas, sehingga menimbulkan bangkrutnya 100 lebih Bank besar di Amerika termasuk Lehman Brothes yang usianya ratusan tahun.Pemerintah tidak mampu mengawasi  krisis financial  yang mengglobal. Mengutip Profesor Laurence Kotlikoff dari Boston University, dalam Jurnal Finance and Development terbitan IMF edisi September, menulis ; “utang AS saat ini mencapai 200 triliun dollar AS (1.791 kuadriliun), atau 14 kali lipat dari jumlah utang yang selama ini dipublikasikan” - - Kotlikoff menyebutkan, bahwa kondisi keuangan AS  sudah jauh lebih parah dari Yunani, dan butuh penanganan radikal (kompas 16 nov 2010). Pada saat  Negara-negara Amerika latin meninggalkan paham kapitalisme, liberalism dan Neoliberalisme, karena gagal membawa kemakmuran bagi negerinya asalnya,  masihkah kita akan mengalami  keterjerembapan yang sama, dengan meniru secara mentah-mentah dan taat kepada  sebuah paham asing,  yang telah gagal?.
                Di dalam pokok pikiran  keputusan Muktamar 1 abad  Muhammadyah, yang disampaikan kepada Ketua MPR Taufik Kiemas (12/11 di Senayan), Din Syamsudin mengkonstatasi;  “bahwa saat ini telah terjadi distorsi dan deviasi  cita-cita nasional yang telah dirumuskan oleh pendiri bangsa - - -kita tidak mampu menerjemahkan cita-cita nasional dan mengatasi globalisasi” pungkasnya
                Secara kritis kita mengamati  bahwa sejak Rejim Orde baru, system perekonomian  yang dilaksanakan adalah dualism antara system kapitalisme, liberalism dan sosialisme (Ekonomi kerakyatan). ‘Pembagian kue ‘ pembangunan yang di janjikan Soeharto pada saat itu hanya angan-angan dengan memberikan seluas-luas nya fasilitas kepada konglomerat Indonesia dengan mengharapkan trickle down effect. Kala itu Presiden Soeharto diam-diam sangat concern terhadap pembinaan pertanian, koperasi dan usaha menengah kecil.

                Dalam tulisannya di Kompas  8 november 2010, Christianto Wibisono, menjelaskan bahwa dalam system ideology kapitalisme liberal barat, Anatole kaletsky, melalui bukunya “capitalism 4.0, the birth of new economy in the aftermath of crisis, ia membagi kapitalisme dalam empat tahap - - - dan pada tahap capitalism 4.0, tak perlu lagi dipertentangkan antara intervensi Negara  dan prinsip pasar bebas, tak boleh ada ekstrimisme yang berdampak negative. Bujukan dan perangkap ini tentu patut di pertimbangkan secara hati-hati sehingga pemerintah bisa menerapkan ‘pasar’ yang regulative dan tidak bertentangan dengan ideology  Pancasila.
Namun perbedaannya, pada  periode pemerintahan SBY sekarang dilaksanakan tanpa tuntunan GBHN dan membengkaknya utang luar negeri lebih tiga kali utang Rejim Orde baru, sekitar 1. 7oo triliun. Menurut Ichsanuddin Noorsy, pengamat ekonomi dari LSKP, mengatakan bahwa terus naiknya nilai utang pemerintah akan mengancam stabilitas ekonomi dalam negeri;”utang naik merupakan prestasi bagi paham neoliberal, tapi ancaman bagi negara yang menjunjung tinggi kemandirian ekonomi”.
Pertumbuhan ekonomi pun tidak menjamin terasakannya kemakmuran di tingkat ‘grass rooth’. Pemerintah yang telah mengklaim penurunan tingkat kemiskinan sampai tahun 2008 sebesar 15 % atau 35 juta penduduk miskin, padahal  sesuai dengan ukuran PBB data tersebut masih kontraversial. jika dibandingkan dengan  data BPS, pendapatan perkapita sebesar Rp 205 ooo/ bulan (kota) dan Rp 161 ooo/bulan (desa), maka hitungan layak hidup per-orang perhari hanyalah dibawah 1 dollar AS. Sedangkan hitungan PBB berkisar 2 dollar AS. Dengan perhitungan demikian saja maka tingkat kemiskinan penduduk sudah lebih dari  30 % dari sekitar 240 juta penduduk Indonesia.

Kembali kepada kebijakan BKPM yang membuka keran investasi asing dengan seluas-luasnya dengan segala kemudahan. Sri Edi Swasono menolak investasi asing menguasai bidang-bidang  strategis di Indonesia apalagi mendominasi. Sependapat dengan Sri, Kurtubi  juga menyatakan bahwa bila investasi asing tidak dibatasi akan mengakibatkan pemerintah kesulitan untuk mensejahterakan rakyat. “Pemerintah sekarang menerapkan system konsesi colonial, - - yang hanya menerima setoran dan pajak”.  Sri Edi Swasono menanggapi ketua BKPM Gita wiryawan  yang cenderung  menetapkan kebijakan pasar bebas dalam pengelolaan penanaman modal di Indonesia, Sri  menegaskan  bahwa ini merupakan pelanggaran konstitusi (pasal 33, UUD 45, harian Rakyat merdeka 9 /11/ 2010).
Ditengah gencarnya usaha restrukturisasi dan revitalisasi BUMN oleh pemerintah, termasuk rencana melikuidasi 10 BUMN yang mengalami kerugian besar,dan hutang yang sulit dibayar, Tulisan Hendri Saparini  seorang econom dari econit, dengan judul di atas, menarik untuk di telaah, walau terkesan sangat ‘skeptis’ terhadap kebijakan  Negara yang semakin tidak terbendung menjual asset Negara yang sangat strategik, kepihak asing. Secara khusus saya copy paste dari Kompas terbitan 15 nopember 2010, untuk memperkaya tulisan2 di Blog ini,  semoga bermanfaat.(a.m.a)

PT Krakatau Stell  akhirnya mencatatkan  saham di bursa efek Indonesia pada 10 nopember 2010. Pelaksanaan  initial  public offering (IPO) tersebut menyisakan banyak tanda tanya.
Kecurigaan terhadap adanya perdagangan  yang melibatkan  orang dalam (insider trading), misalnya penetapan harga saham  PT Krakatau Stell  pada batas bawah penawaran Rp 850 juga belum diselidiki sungguh-sungguh. Terbukti pada hari pertama nterjadi kenaikan harga saham mendekati 50%,bahkan pada hari kedua masih naik lagi hingga Rp1.340 pada harga penutupan.
Tidak hanya itu,  intial public offering (IPO)  PT KS juga menciptakan kekecewaan public yang sangat besar karena BUMN yang sangat strategis dengan mudahnya diprivatisasi  tanpa didahului dengan  langkah terobosan untuk menyelamatkan. Bahwa kinerja PT KS masih jauh dari potensinya, itu memang benar, naik karena salah kelola yang bersifat internal, sehingga menimbulkan inefisiensi, KKN, dan lai-lain maupun akibat absennya kebijakan pendukung yang memadai.
Keputusan pemerintah yang terlalu cepat melakukan privatisasi lewat IPO telah menghilangkan peluang Indonesia menjadikan PT KS sebagai BUMN yang dapat diandalkan dalam mendukung pembangunan  ekonomi nasional.  Padahal dengan strategi yang  out of the box, sebagaimana  pernah dilakukan  PT PLN atau Telkom, masalah keuangan dan manajemen yang  yang jamak dihadapi BUMN dapat diselesaikan  tanpa harus melakukan pengalihan kepemilikan.
Tambahan lagi, sebelum melakukan IPO, PT KS telah melakukan kerjasama dengan pihak lain yang akan  berpengaruh terhadap masa depan PT KS. Informasi yang  hanya sepenggal ini mengakibatkan public, percaya IPO adalah pilihan terbaik karena dengan hanya melepas 20 % saja, PT KS akan mendapatkan Rp 2,6 Triliun. Oleh kare itu, saat proses dan persyaratan administrasi  IPO telah dipenuhi, tidak ada hal yang perlu diperdebatkan dalam IPO PT KS. Padahal persoalannya tidak sesederhana itu.
 Potensi  dilusi  saham

         Selama ini public tidak mendapatkan  informasi bahwa sebelum merencanakan  IPO, sebenarnya PT KS telah bekerjasama dengan (join venture)dengan Pohang Iron & Stell Company (Posco), sebuah perusahaan  besi dan baja  asal Korsel. Kerja sama dibuat lewat  memorandum of agreement (MOA) desember 2009, setelah tahun 2007 publik menolak rencana pemerintah  melakukan strategic sale  denga Mittal Stell Company NV. PT KS  akhirnya melakukan kerjasama dengan Posco, tetapi public pun bertanya-tanya tentang pemilihan Posco sebagai partner strategis tanpa proses  beauty contest.
                Kerjasama Posco – KS (JV Posco – PT KS) sangat penting untuk dibeberkan ke public karena sangat terkait dengan IPO  PT KS  dan jadi bagian penting privatisasi oleh pemerintah terhadap  PT KS. Publik harus mendapatkan informasi bahwa dalam kerjasama  JV Posco – PT KS, kepemilikan PT KS akan menjadi minoritas, sedangkan Posco mayoritas. Mengapa kepemilikan saham penting? Bukankah  JV Posco - KS  hanya anak perusahaan? Toh kepemilikan pemerintah di perusahaan induk tetap minoritas?
                Kepemilikan saham sangat terkait kemampuan menyediakan  modal dalam pembiayaan  proyek bersama. Dalam kerjasama JV Posco – KS, Posco akan memberikan manajemen, teknologi, permesinan, dan modal  kerja, sedangkan PT KS menyetor asset berupa tanah dan dana segar. Dana IPO Rp 2, 6 Triliun tentu sebagian besar akan digunakan sebagai setoran modal PT KS ke JV Posco – KS.
                Dengan meningkatnya  kebutuhan dana ekspansi, PT KS tentu harus terus menambah  jumlah asset/ tanah yang disetorkan dan / atau menjual saham yang dimiliki untuk mempertahankan kepemilikan sahamnya. Saat ini jumlah  tanah yang  disetorkan  sudah lebih dari 380 Hektar, meningkat tiga kali lipat dalam waktu kurang dari setahun sejak MOA. Saat                  pencatatan PT KS, Menteri Negara BUMN  juga mengatakan BUMN  tersebut akan segera  menjual kembali sahamnya sebesar 10 %  dalam waktu dekat.
                Dengan perkembangan ini, tak ada yang dapat menjamin anak tak akan lebih besar  lebih besar dari   induknya dan secara perlahan akan terjadi dilusi saham PT KS pada JV Posco – KS. Kekhawatiran ini bukan omong kosong. Pada desember 2009, kepemilikaqn saham PT KS pada JV Posco – KS dimungkinkan  hingga 45 %. Namun, pada September 2010 dilaporkan kepemilikan PT KS 30 % dan JV Posco 70 %!
                Pihak dengan kepemilikan lebih besar tentu saja akan memiliki peluang mengambil kebijakan  dan menentukan jalannya perusahaan. Pengalaman menunjukkan di blok cepu, Pertamina tak mendapatkan posisi kunci untuk menentukan  arah bisnis. Jadi jangan heran apabila sejak awal Posco akan memilih posisi manajemen yang strategis dalam JV Posco – KS, seperti direktur umum, keuangan, dan business development termasuk posisi manager-manager strategis yang menentukan besarnya investasi, perusahaan kontraktor, pemasok dan lain-lain.
                Mengapa ini penting jadi pertimbangan? Posco adalah  perusahaan milik pemerintah Korsel. Meskipun kepemilikan minoritas, tapi punya  golden share  sehingga ber hak menentukan kebijakan penting di Posco. Pemerintah Korsel pasti akan melakukan berbagai  kebijakan  untuk kepentingan nasionalnya.
Kesalahan fatal
                Tidak terlalu salah untuk mengatakan langkah privatisasi PT KS lewat IPO adalah kesalahan fatal. Salah besar apabila gugatan poblik (citizen lawsuit) yang kami lakukan dikira mengada-ada. Terlalu banyak alasan strategis yang dapat kami ajukan untuk menolak privatisasi  PT  KS apalagi Indonesia sangat memerlukan  dukungan industry baja yang dapat diarahkan untuk mendukung pembangunan ekonomi.
                Kuantitas dan kualitas infrastruktur yang terbatas sangat memerlukan pasokan baja. Belum berkembangnya industry permesinan nasional juga memerlukan dukungan BUMN  baja. Industri baja juga menjadi bagian penting pembangunan industri strategis pertahanan keamanan. Penguasaan kepemilikan pemerintah  terhadap PT KS sebagai satu-satunya  BUMN baja tentu sangat penting.
                Apabila ternyata pihak yang diuntungkan dari kebijakan  IPO  PT KS, atau rencana privatisasi  BUMN-BUMN  strategis lain seperti Pertamina adalah mereka yang mendapatkan amanah  rakyat untuk mengambil kebijakan public, maka rakyat hanya bisa menangis  karena mereka tahu bahwa praktek perampokan BUMN akan terus terjadi, tetapi tidak tahu cara membuktikan  dan menghentikannya.(HS,Ekonom, pendukung citizen lawsuit penjualan saham PT KS).

Senin, 15 November 2010

Mengenang Mas Isman di HUT ke- 53 Kosgoro (10 nop 1957 - 10 Nop 2010)

Oleh ; Abdul Muin Angkat


Saudara Isman,

Jiwamu tidak mati, tidak mungkin mati.

Engkau, seperti kita sekalian, berasal dari Tuhan.
Dan engkau telah kembali kepada Tuhan, seperti kita sekalian
Pada waktunya juga.
Innalillahi wa inna ilaihi rojiun !
(Sambutan DR. H.Roeslan Abdul gani pada 40 hari wafatnya Mas Isman di
Gedung Nasional Jakarta).

Pasca Mubes IV Kosgoro th 1978 di Semarang, adalah era baru atau angin baru bagi Kosgoro yang berhembus kencang. Mas Isman (alm), Pendiri Kosgoro tgl 10 Nopember 1957, di Semarang gencar mengkritisi Pemerintahan Soeharto c/q Golkar untuk menyuarakan 'semangat kerakyatan' dan pembaharuan system politik yang authoritarian dan represif Orde baru. 

Tak salah kalau Sarwono Kusumaatmadja politisi yang 'bersinar' kala itu dikancah perpolitikan nasional, kepincut, dan ikut masuk Kosgoro sebagai salah satu Ormas yang berbasis kebangsaan. Ketika pada satu ketika ditanyakan apa alasan persisnya mau 'ke kosgoro'? beliau enteng menjawab': …"Karena Kosgoro yang dipimpin oleh Oleh para eks Pelajar pejoang - - bersikap terbuka - - dan kritis terhadap Pemerintah. . ."

Ibarat gayung bersambut, Sarwono berkiprah di Kosgoro, dan oleh mas Isman diberi tanggung jawab untuk memimpin Grup Diskusi Nasional dan Badan Fortanas. Kedua badan inilah yang menjadi ujung tombak kaderisasi kosgoro yang secara teratur melakukan dialog dan debat terbuka antar kader dan yang pada gilirannya menjadi 'clearing house' guna meluruskan visi misi kejuangan organisasi.

Sesuatu yang tidak bisa disangkal eksistensi Kosgoro (salah satu eks Kino yang berpengaruh) sebagai penopang kekuatan Sekber Golkar yang memenangkan Pemilu 1971 dengan suara 62,8 % merupakan tonggak hegemoni Golkar pada Pemilu-Pemilu selanjutnya, di zaman Orde baru. Maka tidak salah apabila Sejak saat itu kader-kader Golkar yang berbasis di Kosgoro muncul dipermukaan duduk dalam cabinet Ordebaru, dan jabatan penting lainnya. Sebut saja misalnya, Martono, Soeprapto, Siswono Yudohusodo, Hayono Isman, Agung Laksono, Theo Sambuaga, Marzuki Achmad, Sunaryo Hadade, Bambang W. Soeharto, ………dst.

Dalam buku Peran Historis Kosgoro oleh Ramadhan KH, Suhardiman selaku ketua Umum SOKSI berpendapat bahwa dibawah kepemimpinan Mas Isman berhasil meng-integrasikan kekuatan Tri Karya (Kosgoro, Soksi, MKGR) sebagai pilar utama Golkar. Walaupun dalam format tersebut ada pilar A(bri) B(irokrat) namun pilar O(organisasi dalam Golkar) terutama Tri karya masih dominan mewarnai perjalanan Golongan Karya. Disorganisasi terjadi secara faktual setelah terjadinya pengendalikan Golkar diluar paham 'kekaryaan' sebagaimana dimaksudkan para pendiri. Tiga kekuatan paham tersebut adalah HMI (personifikasi Abdul Gafur), Sosialis (Midian Sirait), Katolik (Cosmas Batubara).

Keinginan Mas isman untuk tetap mempertahankan 'trade mark' dalam suatu kekuatan Tri karya yang mewarnai Partai Golongan Karya terhenti setelah almarhum tiada, dan ternyata sudah lama terkontaminasi oleh paham lainnya. Sejak tahun 1978 ternyata Golkar dan partai politik sudah menghapuskan 'politik' sebagai pemikiran untuk mempersoalkan 'keadilan' bagi rakyatnya, justru mencari dan membagi kekuasaan untuk kepentingan kelompok. 

Adalah bukti sejarah yang tidak dapat dihapus bahwa pemuda pelajar pejoang yang tergabung dalam TRIP Jawa timur adalah 'kumpulan pelajar yg gila perang' (di dunia; hanya Vietnam dan Indonesia yg punya tentara pelajar yg heroic), yang telah mengorbankan 44 suhada terbujur damai, menjadi martir pada Perang Kemerdekaan sepanjang 1945 sd 1950, yang mengusir tentara pendudukan Inggris dan Jepang di Surabaya - - dan setelah mana mereka mendirikan Kosgoro pada tahun 1957 - - sebagai Organisasi perjoangan baru, untuk membuktikan komitmen dan krenteg untuk tetap mengabdi kepada Bangsa dan Negara. Mas Isman sebagai eks Komandan Trip berujar; …"Mari beralih dari Brigade Pertempuran ke Brigade Pembangunan".

Tokoh Pejuang Nasional

Selasa, 14desember 1982, jenazah Mas Isman yang seharusnya di makamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, atas permintaan keluarga, dikebumikan di Pemakaman Umum Tanah Kusir, agar lebih dekat dengan rakyatnya. Rencana ibadah Umroh nyaris terlaksana seandainya Alkhalik tidak memanggilnya segera tgl 12 desember 1982, jam 02.12, kembali ke rahmatullah dengan tenang di RS Dr. Soetomo Surabaya. Suasana haru yang menggayut para pelayat semakin diliputi rasa haru yang dalam ketika jenazah di semayamkan di Jl. Cikditiro 34, di rumah kediaman almarhum. Lagu 'Temanku Pahlawan' lirih dinyanyikan remaja Trip lamat-lamat, - - Teringat ku kan padamu Pahlawan Indonesia/ waktu kau akan kembali ke alam yang baka/ Terbayang roman muka mu yang suci dan bersih/ Saat tiba kan menghadap kehadirat Ilahi/ Dengan tulus ikhlas kau korbankan jiwamu/ Kau basahi bumi dengan darah kesatriamu/ Tak akan lenyap jasamu daripada ingatan/ Perjuangan ku teruskan sampai ke akhir zaman.


Jenderal Surono, selaku Menko Kesra mewakili Pangab/Menhamkam M. Yusuf, bertindak sebagai Inspektur Upacara. Mengikuti upacara yang berlangsung khidmat, berbagai lapisan masyarakat tumplek di area Makam, bukan hanya kader-kader Kosgoro, teman seperjuangannya semasa di Trip, sejumlah Menteri dan para anggota DPR/MPR, dan masyarkat luas,ikut mengantarkan Almarhum ke peristirahatan terakhirnya.

Dalam pidatonya Surono mengemukakan bahwa almarhum Mas Isman adalah seorang Tokoh Pejuang Nasional, baik pada masa merebut dan mempertahankan kemerdekaan selaku komandan Trip di Jawa Timur, maupun dalam masa pembangunan dewasa ini, selaku Ketua Umum Kosgoro. Figur Mas Isman termasuk salah seorang pejuang yang berani, ulet dan tekun dalam mencapai cita-cita perjuangan. Almarhum berani mengatakan yang salah terhadap apa yang disadarinya sebagai suatu kesalahan, dan berani pula mengatakan benar, apa yang dianggap benar. 

Dilingkungan pemuda pada umumnya, para eks tentara pelajar dan pemuda pejuang pada khususnya, beliau dikenal sebagai tokoh berwibawa, diterima secara luas, selalu bersifat terbuka, dan menunjukkan ciri sebagai seorang democrat yang baik. Dikalangan para generasi muda, beliau dikenal sebagai seorang Pembina yang sabar, bersikap edukatif, persuasive, dan berpandangan jauh kedepan. Tak salah kalau Mas Bambang Soeharto di dalam sambutan selaku Ketua Dewan Penasehat Kosgoro, dalam resepsi Ultah ke 53 tgl 10 Nopember di Jl. Teuku Cikditiro 34, mengatakan bahwa lahirnya Kosgoro yang yang ingin menguji 'krenteg'para pejuang '45 untuk berkiprah dalam pembangunan karena 'tidak kerasan' dalam situasi pergolakan politik dan intrik diantara kesatuan bersenjata dewan banteng, dewan gadjah dan seterusnya, - --"Kosgoro bukan pengekor, tapi harus menjadi pelopor- -".

Tradisi Perjuangan yang Mandek

Melihat aktualisasi pelaksanaan Demokrasi pasca reformasi sekarang dimana terlihat adanya gap antara das solen dan das sein maka apa yang terjadi pada sekitar tahun '51 sd '57 saat pergolakan politik menjelang kelahiran Kosgoro, hampir sama, karena kurangnya komunikasi politik antara Parpol dan Ormas sehingga terjadinya 'diskrepansi' antara lembaga politik dengan realitas politik. 


Lembaga politik sebagai kekuatan supra struktur terlalu dominan, sehingga sangat mengganggu berjalannya aspirasi masyarakat dan tidak tertampungnya secara genuine ide-ide pembangunan masyarakat. Terjadilah pemborosan sumber daya manusia, sumber daya alam, potensi maupun dana yang tergerus untuk kepentingan politik, tetapi tidak membawa kemaslahatan kepada rakyat kecil. Contoh sederhana adalah pelaksanaan "pilkada" yang justru melenceng kearah penggunaan demokrasi secara tidak terkontrol karena terjadinya manipulasi dan money politic. Fenomena  gonjang ganjing politik semasa Orde baru di kritisi oleh Mas Isman  agar warna 'kekaryaan' tetap taat azas seperti kelahiran Sekber Golkar terdahulu sebagaimana  analisis di bawah ini.

Pertama, pandangan Mas Isman terhadap perlunya kekuatan baru untuk menampung 'kekaryaan' dari kekuatan non Abri (baca; TNI), dan golongan afilisasi lainnya, sebenarnya bukanlah dimaksud sebagai reprentasi dari Partai Golkar sekarang, tetapi lebih dimaksudkan kepada usaha mengamalkan dan mengembangkan karya-karya kemasyarakatan secara demokratis. Pembinaan demokrasi sesungguhnya tidak mutlak hanya diberikan kepada Parpol, akan tetapi juga secara adil dipangku oleh Ormas kebangsaan, Ormas lainnya, sebagai pertanggung jawaban golongan-golongan terhadap perjalanan demokrasi. (yang dimaksudkan golongan karya (kecil) bukanlah Golongan Karya (besar) yang berkonotasi politik tertentu sebagaimana dijelaskan di dalam Pedoman Perjuangan Kosgoro).


Kedua, Pandangan Mas Isman terhadap pentingnya pemeliharaan dan penciptaan iklim politik yang stabil dan konstruktif, dalam rangka kontinuitas pembangunan, dalam kehidupan nasional. Tradisi perjoangan yang merupakan rantai perjalanan kebangsaan dari angkatan '28, angkatan '45, angkatan '66 serta angkatan reformasi, sekarang ini kehilangan 'greget' karena seolah-olah terpisah satu sama lain. 

Apa yang dimaksudkan sebagai orde reformasi menggantikan peran Orde baru, tidak diikuti dengan paradigm baru sebagai satu model pembangunan kedepan kearah mana bangsa ini mau dibawa oleh para pemimpinnya. Apa yang pernah dikumandangkan oleh mahasiswa ketika 'menjatuhkan' Rezim Soeharto 12 tahun yang lalu, hampir tidak bermakna dan dilupakan dan sampai sekarang karena tidak pernah dirumuskan kembali untuk di evaluasi.
Apakah Pemerintah konsisten terhadap pembangunan yang berbasis pada pasal 33 UUD'45? Mengapa iklim Kapitalisme, liberalism dan neo liberalism pada kenyataannya tetap dilaksanakan secara kasat mata? Mengapa gaya/ sistem perpolitikan nasional lebih liberal dan menghilangkan aspek musyawarah dan mufakat? Pertanyaan tersebut hanyalah ingin menjelaskan bahwa perjalanan demokrasi seperti yang dipikirkan oleh Mas Isman di dalam buku "Mengenang Mas Isman" (Kasno widjojo; 1995) ternyata masih relevan saat ini.

Ketiga, pandangan Mas Isman terhadap kepemimpinan adalah lahirnya seorang pemimpin yang mampu berkomunikasi dan bisa menangkap getaran jiwa rakyat, khususnya pada masyarakat terbesar bangsa ini yaitu para petani.. Dengan tidak adanya komunikasi yang intens terhadap rakyat dan pemimpinnya, maka akan terjadi disharmoni dan jurang yang dalam diantara keduanya. Pemimpin tidak tahu aspirasi rakyat, selanjutnya rakyat tidak tahu apa yang dikehendaki pemimpin. Kekuasaan yang sejatinya diikhlaskan oleh rakyat di dalam proses demokrasi, dalam prakteknya berobah menjadi kelaliman. Yang memimpin minta dijunjung, yang dipimpin malah terbebani.

Secara komprehensif–integratif Mas Isman jauh hari sudah memprediksi bahwa perjuangan bangsa di fokuskan memerangi keterbelakangan, kebodohan, kemelaratan dan kemiskinan yang masih mencengkram kehidupan rakyat. Dengan kalimat yang lebih indah adalah untuk melancarkan pembangunan yang bisa mengangkat tingkat kehidupan rakyat. Yang menjadi tantangan adalah, mampukah transformasi pembangunan dari masyarakat terkebelakang (baca; Negara berkembang) diarahkan, menjadi Negara modern yang makmur dan sejahtera? 

Terhadap pertanyaan ini, penulis membandingkan bahwa Brazil sebuah Negara yang juga pada tahun 1998 mengalami nasib yang sama dengan Indonesia, terkena krisis ekonomi global, akhirnya hanya dalam hitungan 12 tahun dibawah Presiden Luna, bisa memakmurkan 20 juta rakyat miskin, terangkat derajad kehidupannya menjadi kelas menengah yang makmur dan sejahtera. 

Padahal sebenarnya sumber daya manusia dan alam Indonesia jauh lebih baik daripada Negara Brazil. Indonesia yang dijuluki masyarakat yang toto tentrem loh jianawi masih terpuruk dalam angka 15 % (35 juta) rakyat Indonesia masih dibawah garis kemiskinan oleh PBB, (2008), dengan perhitungan pendapatan percapita/perhari Rp. 205.000 /per bulan (di kota) dan rp 165 000/per bulan ( di desa). Sejatinya kalau mau jujur, kebutuhan hidup perhari rakyat Indonesia adalah 2(dua) dollar maka diperkirakan sebanyak 100 juta rakyat masih dikategorikan Miskin, di Indonesia. 

Keempat, pandangan Mas Isman terhadap terhadap 'kegotong royongan'.Jiwa dan pengertian gotong royong, membawa Bangsa ini kepada pengertian yang bersatu, kekeluargaan dan saling tolong menolong; yang kuat membantu yang lemah dan atau sebaliknya, yang lemah meminta bantuan kepada yang kuat, yang pintar membantu yang kurang pintar atau sebaliknya, yang kaya membantu yang miskin atau sebaliknya, Yang kuasa melindungi yang tidak kuasa atau sebaliknya. Pergaulan dalam pengertian hal diatas, dikenal dengan sebutan "Ojo dumeh", yang artinya, janganlah kita mentang-mentang berkuasa, mentang-mentang kaya, mentang-mentang pintar, lantas kita berbuat sekehendak hati pada orang lain. 

Apa yang dicita-citakan mas Isman dalam konteks kegotong royongan di atas untuk membawa Negara bangsa ini kepada kehidupan lebih baik, bersatu, bersifat kekeluargaan dan mantaati Pancasila secara konsekwen, ternyata jauh panggang dari api. Dengan kekuasaan yang semena-mena, BUMN Krakatau Stell, yang diperjuangkan dengan susah payah oleh Bung karno ternyata di jual ke pasar modal, 35 % saham di jual ke- pihak asing. Bukankah ini bertentangan dengan pasal 33 UUD '45 yang menyatakan bahwa seluruh hasil bumi, air dan udara di gunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat? Namun, apa yang terjadi pada BUMN strategis Krakatau Stell dewasa ini?  ternyata Hendri Saparini menguak tabir di Kompas 15 nopember 2010, bahwa sekarang kepemilikan PT 'KS' hanya 30 % dan Posco 70% sebuah perusahaan dari Korea Selatan. Akankah rakyat 'menangis' tanpa bisa berbuat apa-apa?

Kelima, pandangan Mas Isman terhadap Pahlawan Bangsa, perintis kemerdekaan dan seluruh rakyat yang telah memberikan segala-galanya demi kemerdekaan. Jadikanlah pengorbanan mereka sebagai pengingat dan penghati-hati di dalam menjalankan misi perjoangan yang belum selesai - - karena pengorbanan rakyat demikian besarnya terhadap perjoangan bangsa, hendaknya selalu dipupuk sikap rendah hati - - -luwes dalam penampilan namun tetap tegas dalam berpegang pada prinsip-prinsip perjoangan. Jangan sekali-kali menyakiti hati rakyat, jangan angkuh dan suka menakut-nakuti rakyat.

Perpecahan dan Rekonsiliasi

Di dalam kenyataan perpecahan Kosgoro antara dua kubu yaitu kubu Agung laksono yang menamakan dirinya Kosgoro 1957, dan kubu Mas Hayono isman, yang disebut sebagai kubu Kosgoro independen. Masihkah ada kemungkinan dua kubu berseteru untuk kembali ke khittah? Tentu, rambu-rambu kepentingan politik jangka pendek merintangi jalannya rekonsiliasi tersebut. Karena Kosgoro '57 telah menjadikan dirinya di dalam AD/ART menjadi onderbouw Partai Golkar? dan menafsirkan "kekaryaan" Kosgoro identik dengan GOLKAR (huruf besar), atau karena salah menafsirkan Kosgoro adalah salah satu kino dalam pembentukan Sekber Golkar, sehingga otomatis Kosgoro merupakan bagian dari Golkar.

Padahal di dalam Pedoman Perjoangan jelas dinyatakan Kosgoro adalah 1) golongan karya (huruf kecil) dan 2) Kosgoro adalah koperasi yang bernaung di bawah Gerakan koperasi Indonesia. Secara eksplisit juga dinyatakan bahwa Kosgoro tidak ber-afiliasi dengan partai manapun. Bukankah pengingkaran daripada prinsip dasar ini telah dilanggar oleh Kosgoro '57?


Selama masih ada kepentingan politis sesaat yang menjadi akar terjadinya dua Kosgoro, maka rekonsiliasi yang diharapkan sukar akan terwujud. Persaingan dan ambisi diantara dua figure utama, antara Mas Hayono Isman dan Mas Agung Laksono yang berkepanjangan, mengakibatkan cita-cita Kosgoro menjadi mimpi dialam realitas. Kekuatan itu telah musnah sesaat keikhlasan berkorban tercerai berai di dalam hati generasi pelanjut, yang tidak menangkap sinyal dan getaran jiwa perjuangan Mas Isman. 

Di dalam kesatuan Trip (Tentara Republik Indonesia Pelajar) yang merupakan cikal bakal Kosgoro, selama bergerilya lebih lima tahun, sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai perang kemerdekaan yang diakhiri tahun 1951, rasa solidaritas dan kohesifitas sesama lasykar begitu erat sehingga mampu menjadi kekuatan dahsat untuk mengusir kaum penjajah yang berusaha masuk kembali menancapkan kuku kolonialnya di bumi pertiwi.

Transformasi nilai-nilai kejuangan yang dilakoni eks pejuang Trip, diwaktu malam berjaga dengan senapan ditangannya, masih terlintas dalam pikiran mereka: …"rakyat yang melarat-menderita ditengah-tengah alam yang subur makmur, - - - tergugah pikiran dan tekad untuk mengangkat derajad kehidupan rakyatnya". Masihkah nilai-nilai kejuangan tersebut menjadi prinsip dasar kejuangan Kosgoro di alam pembangunan? Atau apakah doktrin Pengabdian, kerakyatan dan solidaritas hanya menjadi pemanis dan lipstik di bibir? Pertanyaan ini semoga menggugah para generasi penerus Kosgoro terutama para kader biologis maupun kader geneologis langsung dari Mas Isman.

Model Kepemimpinan Mas Isman

Sebenarnya model kepemimpinan yang bagaimana yang diperankan oleh Mas Isman di dalam kiprah perjoangannya sejak dari Pendiri TKR Pelajar Surabaya tahun 1945, Komandan Trip, Duta besar, Asisten VI Pangab berpangkat Mayjen, serta Ketua Umum Kosgoro? 


Model Kepemimpinan situasional. Teori ini memiliki kecenderungan terhadap dua hal yaitu konsiderasi dan inisiasi. Konsiderasi merupakan kecenderungan pemimpin yang menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan, seperti membela dan memberi masukan kepada bawahan. Sedangkan inisiasi, merupakan kecenderungan pemimpin memberikan instruksi kepada bawahan, dipengaruhi oleh adanya mekanisme kerja yang terstruktur di dalam pelaksanaan tugas. 

Semasa hidupnya di- rumah kediaman jalan Cikditiro 34, semua tamu dan teman-teman seperjuangan diterima dengan baik, bahkan pengurus Kosgoro dari daerah bisa langsung bertemu dikamar beliau tanpa aturan protokoler. Almarhum sangat memperhatikan keadaan keluarga, sangat akrab kepada anak buah terutama kepada mereka yang masih lemah kehidupan ekonominya. Dalam pengelolaan manajemen organisasi, fungsi serta tanggung jawab tugas, dilakukan secara terbuka dan akuntabel. Penempatan pengurus dibahas secara objektif sesuai dengan kemampuan dan latar belakang pendidikannya.

Model kepemimpinan transformative. Teori Transformasional oleh Burns (1978), menekankan bahwa seorang pemimpin perlu memotivasi bawahannya untuk melakukan tanggung jawab mereka lebih dari yang mereka harapkan, Mereka harus mampu mendefinisikan, mengkomunikasikan dan mengartikulasikan visi organisasi, dan bawahan harus menerima dan kredibilitas pemimpinnya. Menurut Bass (1988), seorang pemimpin transformasional merupakan pemimpin yang kharismatik, dan merupakan peran sentral membawa organisasi mencapai tujuan. 

Dari uraian diatas, bagaimana seorang pemimpin bisa mengkomunikasikan dan mengartikulasikan visi organisasi didapatkan dari Forum Orientasi dan Tatap Muka (Forta) yang diselenggarakan sebagai wadah kaderisasi untuk mensosialisasikan Pedoman Perjuangan Kosgoro keseluruh wilayah, dan menangkap potensi dan program unggulan apa yang akan dikembangkan di satu daerah sesuai aspirasi yang berkembang. 

Dengan bukti terselenggaranya Satuan pendidikan, semula sebanyak 400 institusi, dan terbentuknya koperasi dan puluhan Bank perkreditan rakyat, menandakan program sosial ekonomi Kosgoro di dukung oleh masyarakat luas. Kerjasama Pertanian dengan pihak Jepang di Lampung, PT. Mitsugoro. Disamping itu, pemberian Beasiswa kepada mahasiswa berprestasi, tapi tidak didukung dana yang memadai di perguruan tinggi negeri, dibantu oleh Yayasan Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Mitsui-kosgoro. Kosgoro yang bekerjasama dengan perusahaan MITSUI&CO.,LTD. - Jepang, berhasil memberi bantuan beasiswa dan menjadikan jumlah Alumni penerima sampai saat ini, mencapai 1000 orang yang tersebar diseluruh negeri. 

Semua yang dikerjakan Mas Isman sangat monumental, tetapi apakah kepemimpinan Kosgoro setelah 28 tahun pasca Mas Isman, masih melahirkan kepemimpinan situasional dan transformasional, yang juga memiliki serangkaian kompetensi yang bersifat antisipatif, cepat dan komunikatif? Di dalam era perubahan dan era globalisasi sekarang, nampaknya sebuah organisasi kemasyarakatan harus mampu menerjemahkan visi, misi baru untuk berkompetisi secara sehat dan inovatif. Seperti pesan Mas Isman sebelum wafat, kalian janganlah seperti bebek-bebek kalau suatu saat saya sudah tiada. Atau benarkah sinyalemen James F. Bolt (2009), bahwa telah terjadi krisis pengembangan kepemimpinan, karena para pemimpin kita memang missing in action? Wallahu alam bis sawab.(a.m.a)
  
  

    
  
    
    
  
    
  



















 

Sabtu, 06 November 2010

Perspektif Etika dan Relevansi Kunjungan DPR ke Yunani.

Oleh: Abdul muin angkat
 
Kalam

Akibat ribut-ribut pada Sidang- sidang DPR, terutama pada Sidang paripurna DPR RI yang dipimpin oleh Marzuli Ali dimana kelihatannya secara tidak etis, ketua Sidang menutup persidangan secara sepihak, tanpa meminta persetujuan kepemimpinan kolektif, terjadi keributan kecil di mana beberapa anggota DPR yang tidak puas mengerumuni meja pimpinan untuk melakukan protes keras, dengan memukul meja sidang.Sang Ketua DPR di anggap telah melakukan tindakan yang anti demokrasi. 

Akhir-akhir ini ketika Goncangan gempa dan Tsunami melanda kepulauan Mentawai Sang Ketua mendapat banyak cercaan bahkan makian di Face book, menanggapi pernyataannya - -" yang menyalahkan penduduk tinggal di Pantai dan menyarankan untuk pindah ke Pulau". Terlihat bahwa Sang Ketua kurang peka dan tidak mempunyai kepedulian sosial, padahal beliau adalah wakil rakyat yang seyogianya memperjuangkan aspirasi konstituennya, rakyat Sumatera selatan yang sangat dekat dengan Kepulauan Mentawai. 

    Kasus kedua terjadi ketika 'si poltak' panggilan akrab Ruhut Sitompul mengucapkan kata-kata tidak senonoh pada saat 'interupsi' meminta waktu berbicara kepada pimpinan Gayus Lumbun di Komisi III. Dengan meneriakkan kata 'bangsat'! semua orang terperangah, dan Gayus mengancam akan mengeluarkan Ruhut dari persidangan. Kosa kata yang 'sarkastis' mengemuka di ruang sidang terhormat, yang ditonton jutaan rakyat sambil ngedumel. . ." anggota DPR kasar, dan gak tahu sopan santun" - - mereka sangat menyayangkan perilaku orang terdidik yang bergelar Profesor, Doktor dan Sarjana- - terlibat adu mulut tanpa mengindahkan etika persidangan. Bukankah mereka juga adalah mantan pengacara yang telah mengerti seluk beluk ber-acara di pengadilan?

    Kasus ketiga, dengan telah terhukumnya empat orang terpidana anggota DPR periode 2004-2009, dan menyusul 26 orang tersangka yang sekarang masih dalam proses penyidikan oleh KPK. Terbukti bahwa telah terjadi degradasi moralitas para penyelenggara Negara, khususnya para anggota parlemen yang seharusnya menjadi panutan kepemimpinan di negeri ini, justru terperangkap oleh tindakan tidak etis, disuap untuk menggoalkan terpilihnya seorang Deputi Bank Indonesia Miranda Goeltom.

Etika
 
    Etika merupakan cabang aksiologi yang intinya membicarakan masalah-masalah predikat nilai, 'benar' atau 'salah', 'susila' (moral), atau 'tidak susila' (immoral). Etika juga membicarakan sifat-sifat yang menyebutkan seseorang susila atau bajik. Kualitas atau atribut yang disebut kebajikan (virtues) yang dilawankan dengan kejahatan-kejahatan (vices) yang menyebabkan seseorang disebut sebagai 'tidak susila'.Masalah kesusilaan dan ketidak susilaan menurut Kattsoff ternyata tidak jumbuh hanya dengan seks. Artinya, seseorang yang tidak susila bukan berarti selalu dibidang seks. Orang yang mencuri, yang tidak adil atau yang kejam juga dapat dipandang sebagai orang yang tidak susila.

   Makna 'Etika' dipakai dalam dua macam arti. Yang pertama apabila dikatakan "saya pernah belajar etika" maka maksudnya adalah bahwa Etika merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-perbuatan manusia. Yang kedua, apabila dikatakan Ia bersifat etis, atau Ia seorang yang jujur, atau korupsi merupakan tindakan tidak susila. Atau 'kebohongan' adalah tindakan yang tidak susila; maka ' 'bersifat etik' dalam hal ini setara dengan 'bersifat susila'.Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa perbuatan korupsi dan kebohongan adalah tindakan tidak etis.

   Konsep yang pokok dalam etika adalah moralitas, yaitu suatu gagasan yang relative formal tentang apa yang merupakan perilaku benar dan salah, baik dan buruk, nilai moral, asas moral, aturan moral, pertimbangan moral yang mengatur tingkah laku manusia dalam kehidupan sosialnya. Salah satu turunannya adalah etiket sopan santun, dimana seseorang seharusnya berkata santun apabila berada pada forum-forum terhormat, atau di perkantoran. Maka ketika kita mendengar seorang anggota DPR, si 'Poltak" menuding si Gayus, bangsat! Maka tindakan ini betul-betul melanggar etiket sopan santun, apalagi kalau dipertontonkan di dalam forum terhormat sidang-sidang komisi di DPR. 

   Etika deskriptif, merupakan cabang sosiologi untuk mengetahui apa yang dipandang betul atau tidak betul. Pengetahuan ini dapat mencegah berkembangnya rasa kedaerahan. Namun perbedaan yang besar dalam adat istiadat juga telah menimbulkan pendirian bahwa tanggapan-tanggapan kesusilaan bersifat nisbi, misalnya saja bagaimana kebiasaan menerima tamu pada suku tertentu yang belum tentu sama persepsinya dengan suku lainnya.

   Etika normative, sebagai ilmu pengetahuan yang menetapkan ukuran-ukuran atau kaidah-kaidah yang mendasari adanya penilaian terhadap perbuatan manusia.Apa yang pantas dan tidak pantas, apa yang patut dan tidak patut, Dalam hal ini ditetapkan apa yang seharusnya dikerjakan, dan apa yang seharusnya terjadi, dan yang memungkinkan orang untuk menetapkan apa yang bertentangan dengan yang seharusnya terjadi. William Frankena menjelaskan bahwa etika normative berusaha pertama-tama untuk memperoleh suatu kumpulan pertimbangan yang dapat diterima 1) tentang kewajiban moral, (pertimbangan deontis) 2) tentang nilai moral (pertimbangan aretaic) dan 3) tentang nilai non moral.Sedangkan metaetika membuat suatu teori tentang arti dan pembenaran dari ketiga jenis pertimbangan di atas. 

   Etika kefilsafatan meng-analisis makna apakah yang terkandung oleh predikat kesusilaan, dengan menyelidiki penggunaan predikat dalam pernyataan dalam kenyataan hidup sehari-hari. Sebagai mahluk individu, mahluk sosial serta mahluk Tuhan, maka tanggung jawab etis yang di dalamnya tumbuh kesadaran etis akan tetap mempertahankan eksistensi manusia mencapai titik equilibriumnya di dalam gerakan bandulnya, antara apa yang seharusnya dikerjakan dan apa yang tidak seharusnya dikerjakan, atau apa yang patut dan tidak patut untuk dikerjakan.

Anggota DPR belajar Filsafat Etika?

    Seandainya anggota DPR RI mau belajar dan kuliah Etika di Sebuah fakultas Filsafat UGM, atau Fakultas Budaya di UI, atau STF Drijkarkara Jakarta, mungkin tepat sasaran dan tepat tujuan, karena dapat ditempuh dalam dua sampai tiga semester. Tapi coba bayangkan studi banding selama tiga sampai empat hari ke Yunani, makna apa yang di dapat dari kunjungan tersebut? Atau hanya ingin menyaksikan sisa-sisa reruntuhan bangunan, semasa Socrates 400 SM?atau hanya ingin membaca sejarah tentang Yunani sebagai pusat peradaban dunia?

    Istilah Yunani philosophia berasal dari dua kata, philein = mencintai ( to love) dan sophos = bijaksana (wise), atau Sophia = kebijaksanaan (wisdom). Dari definisi tersebut dapatlah di simpulkan bahwa filsafat adalah 'mencintai sifat bijaksana' maka, filsuf hanyalah teman yang mencintai kebijaksanaan.Menurut sejarah filsafat Yunani kuno, Pythagoras (580-500SM) adalah orang yang pertama kali memakai kata philosophia. Ketika Ia ditanya apakah ia orang yang bijaksana, pythagoras dengan rendah hati menyebut dirinya sebagai philosophos, yaitu pencinta kebijaksanaan (lover of wisdom).

    Para filsuf tidak hanya puas dengan pertanyaan apa (what) atau mengapa (why) tetapi para filsuf melakukan refleksi tentang apa yang mereka perbuat dan mengadakan pemeriksaan secara kritis terhadap dasar pengetahuan. Socrates (469-399 SM); tidak hanya tertarik untuk memperoleh pengetahuan tentang jenis kehidupan yang dianggap paling bernilai, namun juga ia mengadakan pemeriksaan tentang dasar suatu kehidupan yang lebih bernilai dibanding dengan kehidupan yang lain.

    Plato (427-347 SM), menulis tentang masyarakat yang dicita-cita kan(ideal society), dimana terwujud keadilan yang sempurna dan juga meneliti makna 'keadilan', serta meneliti pelbagai cara untuk menetapkan apakah sesuatu masyarakat dikatakan adil ataukah tidak. Aristoteles (384-322 SM), sebagai murid Plato, tidak hanya menulis buku tentang fisika, biologi dan psikologi, tetapi juga menulis tentang logika, dan juga epistemology (teori pengetahuan).

    Untuk memperoleh jawaban yang berupa kebenaran, para filsuf mengadakan dialog (Tanya jawab). Kata dialog berasal dari kata Yunani dialectic yang berarti bercakap-cakap. Dalam filsafat Yunani, dialectic berarti kemahiran (art) untuk mencari kebenaran melalui percakapan. Menurut Socrates, dialog merupakan kegiatan kefilsafatan yang pokok dan penting. Kebenaran tidak pernah selesai, sehingga perlu mendengar pendapat dan buah pikiran orang lain. Karena itu, dalam melaporkan dan menerangkan filsafat, Socrates dan Plato menggunakan bentuk dialog.

    Satu pelajaran penting yang perlu di rewind kembali, adalah ketika komisi III DPR-RI melakukan Fit and proper test kepada calon Kapolri Timur Prodopo. Dalam Tanya jawab dan dialog yang dilakukan tidak tergambar proses dialog yang sebenarnya dimana penggalian informasi sedalam-dalamnya, dan jawaban yang diberikan sama sekali tidak menuju kepada pencarian hakekat kebenaran. Ketika Sudding dari Hanura bertanya tentang reformasi cultural di tubuh Polri, Pradopo hanya menyinggung sedikit tentang grand design Polri tanpa menjelaskan paradigm baru pengembangan staf, profesionalisme dan budaya organisasi yang sudah lapuk dan perlu direformulasi . Ketika ada pertanyaan tentang dimana posisi Pradopo sebagai Kapolres Jakarta barat, ketika kasus Trisakti pecah, hanya di jawab sebagai pembelaan diri atas perintah atasan, sama sekali tidak memberikan makna jawaban , dan tidak diteruskan dengan pertanyaan penyelidikan lainnya. 

    Tentu, yang dijadikan kambing hitam adalah persoalan minimnya waktu. Akan tetapi bagi kita yang menyaksikan proses dialog tersebut, terkesan bahwa proses dialog yang dilaksanakan sangat datar, dan hampir-hampir tidak berimplikasi terhadap pencarian kebenaran yang mencerahkan. Ternyata, Fit and proper test tidak di disain untuk menggali atau menyelidiki keterangan yang sedalam-dalamnya seperti yang dikemukakan oleh Poedjowiyatno, tentang filsafat. Apa yang dikemukakan di dalam usaha mengkritisi dan menggali performance kepemimpinan, dan tanggung jawab sebagai pejabat public, tidak tampak secara jelas. Atau, lebih jauh lagi semua jawaban yang dipaparkan, sangat normative, dan dalam kapasitas yang biasa-biasa saja. Padahal, bukankah pada era globalisasi sekarang sangat dibutuhkan kepemimpinan yang tranformatif, cerdas dan ber visi jauh kedepan?

Etika penyelenggara Negara

    Etika adalah aturan tingkah laku manusia mengenai tindakan benar dan salah, baik dan buruk yang merupakan aturan moral atau pertimbangan moral. Kalau dihubungkan dengan sebutan 'penyelenggara negara' sekurang-kurangnya terkait dengan fungsi legeslatif, maka aturan tingkah laku ini sangat berhubungan dengan anggota DPR/DPD. Di dalam system ketatanegaraan Tryas Politika, bahwa pembagian kekuasaan antara eksekutif, legeslatif dan judikatif tidak dilakukan secara sendiri-sendiri akan tetapi saling mengisi dan berjalan harmonis, dimana tidak di mungkinkan antara satu kekuasaan dengan lainnya, saling meng-intervensi.

    Sebutan 'semangat penyelenggara negara' terdapat di dalam Pokok pikiran yang keempat yang terkandung di dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, ialah Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Oleh karena itu Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah (eksekutif) dan lain-lain penyelengara Negara (legeslatif dan judikatif) untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. 'semangat pemimpin pemerintahan'yang dimaksudkan bukan 'perseorangan' tetapi secara dinamis meliputi tanggung jawab berbangsa dan bernegara. "Semangat' dimaksud berkonotasi menjaga dinamika dan momentum pelaksanaan UUD sesuai dengan pokok-pokok pikiran Pembukaan UUD 1945, tanpa henti. 

    Kalau Etika politik dihubungkan dengan 'semangat penyelenggara negara' maka secara individual akan berimplikasi kepada performance setiap anggota DPR, yang menurut Kant, bersifat Imperatif kategoris. Artinya seorang anggota DPR, diwajibkan untuk berperilaku sesuai dengan budi pekerti kemanusiaan yang luhur yang terkadung dalam Pancasila, al; 1)Menjalankan syariat agama sesuai Ketuhanan YME, 2) menjauhi tindakan asusila 3) menghargai HAM, 4)menghargai hak-hak politik, 5)menghargai hak-hak hukum, dan penegakan hukum 6) menjaga persatuan dan kesatuan, 7) menjaga asas musyawarah dan menghargai pendapat orang lan, 8)bersikap adil, 9)mementingkan kepentingan umum daripada kelompok/golongan , 10)berwawasan kebangsaan, 11) mempercepat proses pencapaian tujuan Negara, 12) memberantas korupsi 13) membantu pemerintah memerangi kemiskinan. 

    Memegang teguh cita-cita moral rakyat, dimaksudkan adalah bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum.Oleh sebab itu didalam melaksanakan UUD 1945 dengan segala UU. Dan peraturan derifatnya guna mencapai tujuan bernegara mencapai kebahagiaan nasional lahir dan bathin, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa (segenap bangsa dan seluruh tumpah darah), nilai-nilai Pancasila sebagai Pokok kaidah Negara yang fundamental ( staat fundamental norm) seyogianya dilaksanakan secara murni dan kosekwen. Pancasila adalah asas cultural, asas religius, asas kenegaraan Bangsa Indonesia, sekaligus merupakan asas kerohanian bangsa, karena masing-masing sila merupakan satu kesatuan bulat dimana antara sila yang satu dengan sila lainnya saling mengkualifikasi.

    Dengan penjelasan diatas secara personal, setiap anggota DPR selayaknya bersikap etis dalam melaksanakan tanggung jawab bernegara sesuai dengan tuntunan kelima sila Pancasila secara utuh. Peta geologis perpolitikan di Indonesia, sekarang ini, telah dibedah oleh Rocky Gerung dalam sebuah tulisannya di Prisma (2009), Intlektual dan kondisi politik. Pertama, adalah politik 'dagang sapi' adalah susunan kualitas yang paling dangkal, karena di dalamnya terdapat transaksi politik, tanpa visi ideologis, mengumpulkan kekuasaan dengan cara pragmatis, tanpa tahu akumulasi kekuasaan ditujukan untuk apa. Kedua, pelembagaan 'negara hukum',diselenggarakan secara rutin untuk tujuan demokrasi menjamin stabilitas politik dan sirkulasi elite melalui regularitas suksesi. Ketiga, politik adalah perjuangan keadilan diselenggarkan dalam distingsi ideologis yan jernih dan melalui kesadaran etis yang tinggi. 

   Selanjutnya dikatakan, perlunya pembenahan konstruksi etis politik kita, dimana Politikus dipahami sebagai sekedar 'binatang politik', yaitu mahluk tanpa etika, yang mengejar kepentingan dengan, 'menghalalkan segala cara'. Padahal istilah itu bertentangan dengan pengertian etis Aristotelian, yaitu bahwa manusia berbeda dengan binatang, justru memiliki kualitas menjalankan keadilan. Karena itu istilah manusia sebagai zoon politicon, hendaknya diterjemahkan sebagai 'binatang (mahluk) yang berpolitik'. Politik adalah kualitas yang tidak dimiliki binatang, dan karena itu manusia justru meninggikan wawasan dan kualitas antropologisnya melalui politik.

   Pancasila sebagaimana tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan keseragaman sistimatikanya melalui Inpres no. 12 th 1968, tersusun secara hirargis pyramidal. Setiap sila (dasar/asas) memiliki hubungan yang saling mengikat dan menjiwai satu sama lain sedemikian rupa sehingga tidak dapat dipisahkan. Melanggar satu sila dan mencari pembenaran pada sila-sila lainnya adalah tidakan sia-sia. Usaha untuk memisahkan sila-sila dalam kesatuan yang utuh dan bulat menyebabkan Pancasila akan kehilangan esensinya sebagai dasar Negara.

Pelanggaran Etika bernegara

    Apa yang dilakukan oleh empat orang terpidana anggota DPR yang telah dijatuhi hukuman oleh Pengadilan negeri, tentang kasus korupsi, dan kepada 26 anggota DPR lainnya yang diduga menerima suap pada saat pemilihan Deputy Gubernur Miranda Gultoem, merupakan tindakan yang tidak etis, melanggar norma-norma ketidak patutan yang bertentangan dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab, dan sila kelima Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 

    Sebuah pertanyaan lain. Ketika terjadi letusan 'Merapi' yang ketiga kalinya 5 november 2010, dan mengakibatkan 109 orang tewas dan 78 orang terkena luka bakar masuk rumah sakit akibat tumpahan 'whedus gembel', sebaran awan panas 1000 derajad celcius, yang yang meluncur dari puncak Merapi, meluluh lantakkan perkampungan dibawahnya, serta korban Tsunami di Mentawai yang telah mencapai korban diatas angka 445 orang, padahal belum mendapatkan bantuan, mengapa justru ditinggal pergi oleh para pemimpinnya? 

   Bukankah seharusnya para 'penyelenggara negara' mentaati tanggap darurat sebagai sebagai peringatan agar semua pejabat public focus kepada tugas dan fungsinya untuk menahan diri tidak bepergian ke Luar negeri? Dimana perasaan empati dan rasa solidaritas dalam konteks menjaga kohesifitas rasa kebangsaan di dalam Negara Pancasila? Dan ternyata bukan hanya komisi III yang bepergian ke Luar negeri, tetapi komisi VIII DPR pun ikut rame-rame, (bersama keluarga) berangkat ke Arab Saudi, untuk mengawasi pelaksanaan haji yang dikoordinir boleh Departemen Agama. Bahkan Gubernur Sumatera barat tega meninggalkan rakyatnya. Pergi ke Jerman road show untuk sebuah kegiatan pameran budaya. 

   Apakah etis meninggalkan Negara yang sedang mengalami bencana justru di tinggalkan oleh para pemimpinnya memprioritaskan tugas lain, padahal Tupoksi nya adalah masalah bencana? Persoalan patut, dan tidak patut, pantas dan tidak pantas adalah persoalan etika kenegaraan yang seharusnya sudah dipahami oleh seorang politisi dari partai-partai yang duduk didalam parlemen. Apabila kader partai tidak bisa memahami persoalan etika, maka patutlah dipertanyakan bahwa telah terjadi degradasi moral dan hilangnya rasa kebangsaan.
    
   Terlanggarnya sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab yang dijiwai oleh Ketuhanan Yang Maha Esa, sangat nyata dan seharusnya tidak akan pernah terjadi, kalaulah kaderisasi anggota partai dilakukan secara baik dan benar. Seorang kader partai sebelum dicalonkan sebagai anggota legeslatif, seyogianya sudah lulus tahap-tahap kaderisasi berjenjang, sebagai prasyarat untuk lolos calon dan terutama, sudah memahami wawasan kebangsaan, dan tugas-tugas pokok sebagai anggota parlemen meng-agregasi kepentingan rakyatnya. 

   Setelah duduk dan terpilih sebagai anggota parlemen, maka seketika itu loyalitas nya kepada Negara lebih menonjol dan diatas segala-galanya, daripada memperjuangkan kepentingan golongan bahkan kepentingan pribadi, loyality to my party end, when loyality to my country begins. Kalimat ini pernah diucapkan ketika SBY, memberikan ceramah umum kepada politisi muda se-Indonesia, dibawah 30 tahun, kamis 4 november di Pekan Raya Jakarta, Kemayoran.

Kesimpulan

    Dari paparan di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa 
1. Anggota DPR yang bersumber dari Partai politik belum memahami secara utuh etika  bernegara terutama etika persidangan yang seharusnya menjadi basic awal yang telah diberikan dalam kurikulum pengkaderan sebagai anggota partai. 

2) Lemahnya wawasan kebangsaan para anggota parlemen, menandakan perlunya kursus Lemhannas yang diwajibkan kepada setiap anggota DPR agar mampu menerjemahkan kepentingan nasional diatas kepentingan golongan.

3)Pelaksanaan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum dan Ideologi Negara tidak dijalankan secara konsekwen oleh para penyelenggara Negara.

4) Keberangkatan anggota DPR ke Yunani tidak lebih dari perjalanan rekreatif ketimbang studi banding karena sebenarnya belum pernah dilakukan survai nasional mengenai etika dan tugas masyarakat adat di dalam setiap permusyawaratan suku apabila seseorang di tuduh 'melanggar adat istiadat'.

Saran
  1. Percepatan peningkatan mutu anggota Partai dimasa depan dengan melakukan kaderisasi internal mutlak dilakukan, agar memahami prinsip-prinsip dasar ber-organisasi, memahami etika persidangan, memperkaya wawasan kebangsaan.
  2. Seleksi calon-calon legeslatif harus dilakukan secara transparan, adil , dan dengan menitik beratkan semata-mata kekuatan kognitif, melainkan harmoni antara IQ,EQ dan SQ. Dengan criteria yang demikian, diharapkan anggota DPR memiliki performance dan standar mutu minimal yang layak dibanggakan dan memenuhi harapan rakyat sebagai penyelenggara Negara yang berbudi luhur dan mempunyai moralitas yang tinggi.
  3. Anggota Badan kehormatan DPR, yang melakukan evaluasi etik terhadap anggotanya, seyogianya di pilih dari para anggota yang mempunyai martabat, dedikasi dan telah teruji didalam kinerja partai tanpa memiliki cacat politis.
  4. Sependapat dengan Daniel dhakidae, dalam Prisma, (2009) Diperlukan 'political engineering baru', untuk mengontrol kuasa parlementarisme dimana perlemen mensub-ordinasi kekuasaan eksekutif, atau sebaliknya politik kehilangan independensi menjadi sub-ordinasi kepada fungsi kenegaraan yang khas, l' unique lieu 'etatique. (am.a).