Selasa, 31 Januari 2012

Indonesia, Apa yang kau kejar?



   


Kalam;

    SBY adalah presiden Indonesia yang sangat tersohor, dan pada performance nya yang begitu memukau, rakyat Indonesia merasa sangat antusias memilih menjadi Presiden nya untuk kedua kali. Bayangkan dengan suara tidak kurang dari 60 persen rakyat mendukung menjadi Presiden untuk kedua kalinya.
    Tapi yang terjadi setelah terpilih hanya pencitraan demi pencitraan, seolah-olah dengan modal dukungan rakyat SBY tidak berani melakukan kebijakannya untuk menjalankan pemerintahan dan memimpin Negara sebagaimana yang telah di atur di dalam pembukaan UUD 1945. SBY tersandera oleh kepentingan partai politik lainnya; Sekretariat bersama partai politik!!!
    Decision making! Itulah persoalan besar dari Ilmu Manejemen. Kekurang cepatan dan ketidak tepatan untuk mengambil keputusan adalah persoalan yang tidak putus-putusnya di dalam suatu Negara. Persoalan bangsa ini terlalu banyak yang di tunda dan menumpuk tanpa ada penyelesaian. Bukankan seorang pemimpin harus mampu menjalankan organizing, actuating,sincronizing, serta controlling? Tapi mengapa yang dipertontonkan adalah pembiaran dan pendiaman? Negara ini seolah-olah ada dan tiada. Tanpa ada Presiden, rakyat toh bisa bekerja dan cari makan sendiri. "auto pilot" telah terjadi begitu lama di Negara ini tanpa disadari.
    Apa yang dilakukan SBY terhadap Negara ini ?Rasanya tidak ada sesuatu pun yang terkesan di dalam hati rakyatnya. Apalagi kalau dibandingkan dengan Bapak pembangunan Soeharto. Untuk itulah tulisan Hendri Saparini, Kompas 22 nopember 2011 kita masukkan di Blog muin_angkat blogspot.com. semoga bermanfaat.




    KTT ke -19 ASEAN di Nusa Dua Bali, pekan lalu merupakan pertemuan pemimpin ASEAN kedua tahun ini setelah sebelumnya dilaksanakan di Jakarta, Mei 2011.
    KTT ASEAN kali ini menarik disimak karena dibarengi KTT ASEAN Plus Three (Jepang, China, dan Korsel) pada 18 november. Pada 19 nopember, dilanjutkan dengan KTT ke-6 Asia Timur yang dihadiri para pemimpin ASEAN serta Australia, China, India, Jepang, Korsel, Selandia Baru, Rusia dan AS. Hampir semua Negara yang hadir dalam rangkaian KTT ASEAN di Bali telah memiliki kemitraan komprehensif dengan Negara-negara yang hadir. Indonesia termasuk sangat agresif, misalnya lewat economic partnership agreement (EPA) dengan Jepang dan Comprehensif partnership dengan AS.
Posisi ASEAN
    ASEAN mempunyai posisi sangat penting bagi ekonomi dunia dan akan menjadi penentu bagi masa depan Asia Timur dalam menggeser hegemoni economy dunia. ASEAN penting karena akan menjadi pendukung ekonomi Negara industry Asia seperti China, India, Korsel, Jepang, Australia dan Selandia Baru.
    Bagi China Negara-negara ASEAN adalah pemasok berbagai kebutuhan energy dan bahan baku. Bagi ASEAN China juga pasar penting bagi ekspor mereka. ASEAN juga penting bagi India karena 99 persen ekspor minyak mentah Brunei untuk India. Sedangkan untuk CPO,88 persen ekspor Kamboja dan 58 persen ekspor Indonesia di tujukan ke India.
    ASEAN akan semakin penting jika ASEAN Community 2015, di implementasikan. Di bidang ekonomi, bersatunya ASEAN dinilai sangat penting bagi Negara mitra karena dengan penduduk 558 juta, ASEAN akan menjadi pasar tunggal raksasa dan dengan tenaga kerja serta kekayaan alamnya akan menjadi basis produksi yang menjanjikan.
    Integrasi ekonomi ASEAN, akan berarti dihapuskannya semua hambatan investasi dan perdagangan, baik tariff maupun non tariff, serta diharmonisasikan dan disederhanakannya bebagai regulasi. Sebagai pasar tunggal dan basis produksi, pembangunan infrastruktur jadi penting untuk memperlancar aliran barang dan jasa, modal, maupun tenaga kerja dikawasan ini.
    Itu sebabnya, Malaysia tak berhenti membujuk Indonesia membangun jembatan Selat Malaka m yang menghubungkan Sumatera dan Malaka, sepanjang 48,09 km dari jembatan sepanjang 127,93 km ini berada di wilayah Malaysia dan 72,24 km berada diwilayah Indonesia. Alasan sama juga mendasari ngototnya China membangun jembatan di Selat Sunda yang akan menyambungkan Sumatera dan Jawa karena akan menyambung rel kereta api yang telah dibangun hingga Thailand untuk menguasai pasar ASEAN.
    Tawaran China dan Malaysia tentu bukan tawaran tanpa didasari strategi matang atas benefit yang akan diperoleh. Bayangkan membangun dan mengoperasikan jalan tol dengan tawaran 80 dollar AS perkendaraan sekali jalan tentu sebuah bisnis yang menggiurkan. Apalagi di era ASEAN 2015, aka nada potensi keuntungan jauh lebih besar. Murahnya transportasi barang akan mendukung industry manufaktur Malaysia. Juga akan menjadikan Sumatera sebagai pasar semakin potensial bagi industry parawisata, jasa pendidikan dan kesehatan Malaysia.
    Baik China maupun Malaysia akan menggunakan berbagai cara untuk mewujudkan mimpinya, termasuk menggunakan secara maksimal forum KTT ASEAN untuk menggulirkan isuue konektivitas ASEAN. Demikian juga Jepang, Australia, India dan AS. Kehadiran mereka dalam rangkaian KTT ASEAN ini tentu amat sangat penting untuk menjamin bahwa arah kebijakan ekonomi ASEAN akan memberikan manfaat bagi mereka.
Posisi Indonesia
    Lalu, di mana posisi Indonesia? Apa yang tengah di impikan dan disiapkan Indonesia menyongsong ASEAN 2015 ? Apa pula mimpi Indonesia di Asia fasifik atau dunia? Tentu Indonesia punya pilihan untuk aktif memosisikan diri atau pasif untuk diposisikan. Pencapaian China jadi Negara dengan produk manufaktur paling kompetitif di dunia adalah wujud mimpi China puluhan tahun lalu. Keberhasilan Singapura jadi Negara industry jasa yang sangat kompetitif juga buah dari upaya aktif untuk mewujudkan mimpi itu.
    Sulit untuk tidak mengatakan mimpi Indonesia terlalu sederhana dan tak banyak. Jangan-jangan hanya sekedar menaikkan posisinya dalam G-20. Toh, dengan strategi saat ini, ekonomi tetap tumbuh, porsi investasi dan ekspor juga semakin besar. Dengan PDB yang meningkat, PDB per kapita juga akan meningkat.
    Memang tak ada yang salah. Hanya akan salah apabila perubahan struktur ekspor Indonesia yang kini 70 persen komoditas primer, sementara 1980-1990 cukup besar porsi produk olahan unggulan Indonesia, bukan kita anggap sebuah kemunduran. Baru kita anggap keliru apabila hasil pembangunan ekonomi 60 persen dinikmati oleh kurang dari 16 persen penduduk dan menghasilkan indeks pembangunan manusia dibawah standar dunia!
    Bukankah ini justru mimpi buruk? Jika mau jujur, Indonesia saat ini sangat menikmati dan membiarkan Negara-negara lain maupun industry-industri raksasa dunia mewujudkan mimpi-mimpi mereka untuk Indonesia. Indonesia terlalu lelap tidur sampai lupa membangun mimpi untuk dirinya sendiri. Membuka diri dan aktif dalam kerjasama ekonomi global, regional, maupun bilateral memang perlu karena ada potensi manfaat di dalamnya.
    Namun, dalam setiap kerjasama ekonomi unsure persaingan dalam mendapatkan benefit lebih besar tak akan pernah hilang. Setiap Negara akan membawa dokumen strategi dalam setiap perundingan agar mendukung mimpinya. Kehadiran Barack Obama dan Hu Jintao ke Bali tentu bukan sekedar memenuhi undangan Indonesia yang tahun ini menjadi ketua ASEAN. Kedua Negara tersebut, sebagaimana Negara lainnya, dipastikan akan memanfaatkan panggung KTT ASEAN untuk saling lobi dan saling adu pengaruh di ASEAN. Tanpa mimpi yang jelas, apa yang akan dikejar Indonesia dalam KTT ASEAN? Pasti bukan sekedar predikat ketua dan tuan rumah yang baik. Tetapi apa?
    

Minggu, 22 Januari 2012

Kembali Ke Pasal 33 UUD 1945


 

Kalam;

    Ada rasa rindu kembali ke UUD 1945 khususnya pasal 33, karena disana semua hak-hak azasi rakyat terrealisasikan. Masyarakat yang sejahtera, adil dan terpenuhinya hajat orang banyak. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan.

    Dalam penjelasan tentang UUD 1945 telah disebutkan; Bahwa perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi segala orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasasi hajat hidup orang banyak harus dikuasasi oleh Negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ketangan orang seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya.

    Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ditangan orang seorang.

    Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat sebab itu harus dikuasasi oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat.

    Demikian gamblangnya bunyi pasal 33 UUD 1945, tetapi di dalam pelaksanaannya sangat sulit untuk dilaksanakan. Apakah tidak ada 'political will' dari pemerintah?Sebagai contoh misalnya, mengapa subsidi minyak untuk kepentingan rakyat harus menjadi momok, yang sering di embuskan di- masyarakat?Bahwa Negara lainnya tidak mencantumkan pasal 33 di dalam Undang-Undang Dasar mereka itu adalah persoalan lain. Akan tetapi subsidi di hilangkan demi kepentingan asing, agar pertamax yang dijual oleh petronas, Sheel, dan SPBU milik asing lainnya bisa survive?

    Tulisan diharian Kompas seperti judul di atas, oleh anonim, sangat menarik untuk dijadikan perbandingan dan satu lagi ; 53 persen garam, 60 persen kedelai, 30 persen daging, dan 70 persen susu harus di-impor yang mengakibatkan harga beras naik 120 persen, kedelai 85 persen telur 100 persen, cabai 120 persen, daging 90 persen dan jagung 700 persen. Masihkan kita memimpikan rakyat merasakan kemakmuran?


 

Dengan mencontoh Negara-negara tetangga yang mendahulukan kepentingan pembangunan ekonomi kerakyatan dari tingkat terbawah seperti Jepang, Korea, China, Singapura, dan Malaysia, Indonesia, sudah sepatutnya melakukan hal yang sama sejak semula.

    Namun, kenyataannya tidak demikian. Sistem ekonomi Imdonesia sejak kemerdekaan, yang sudah 66 tahun umurnya, praktis sama saja dengan kita selama sekian abad` berada dibawah penjajahan asing. Sistem ekonomi yang berkembang sampai saat ini masih bersifat liberal- kapitalistik –pasar bebas, sekaligus dualistic.

    Padahal, UUD 1945 menyatakan, "Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan" (pasal 33 ayat 1); "cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara" (pasal 33 ayat 2): "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,(pasal 33 ayat 3); dan "perkonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan serta kesatuan ekonomi nasional" (pasal 33 ayat 4).

    Lalu disambung lagi dengan pasal 34 ayat 1; "fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara" ayat 2. "Negara mengembangkan system jaminan sosial\bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan", dan ayat 3" Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak".

Ekonomi dualistic

    Semua itu hanya angin surga yang diimpikan para penggagas dan pendiri republic ini. Sementara yang berjalan dan dipraktekkan selama ini justru sebaliknya. Selain karena terlalu lama dijajah, juga karena system sosial budaya yang dimiliki oleh bangsa ini yang dominan adalah feodalistik, hierarkis vertical, sentripetal, etatik, nepotik, dan bahkan despotic.

    Alhasil itulah yang berlanjut sampai hari ini, yaitu system ekonomi yang dualistic. Terbentuklah jurang menganga antara 90 persen penduduk yang merupakan rakyat asli – pribumi yang sejak semula hidup dalam kemiskinan dan kebodohan dan terbelakang - - dan penyertaan sekitar 5 persen dari ekonomi nasional yang bergedumpuk disektor nin formal. Sementara 5 persen lainnya umumnya nin pribumi - - menguasai sekitar 98 persen kekayaan ekonomi negeri ini; dari hulu sampai ke muara, di darat, laut dan bahkan udara di Negara kepulauan terbesar di dunia ini.

    Antara harapan seperti dituangkan dalam dalam pasal 33 dan 34 UUD 1945 dan kenyataan yang dihadapi bagaikan siang dengan malam. Orang Jepang, China, Korea, Singapura dan Malaysia bangga dengan negeri dan tanah airnya karena mereka sendiri yang punya dan menguasai bumi, air, dan segala isinya dan dinikmati oleh rakyatnya sendiri. Kalaupun ada orang luar yang ikut serta, mereka adalah tamu dan tunduk kepada ketentuan ketentuan yang berlaku. Di kita Indonesia sebaliknya. Kita malah bagaikan tamu atau orang asing di rumah sendiri. Tanah, air bahkan udara yang kita jawat secara turun temurun dari nenek moyang kita hanya namanya kita yang punya, tetapi praktis seluruhnya mereka yang kuasai.

    Padahal, alangkah luas, kaya dan indah Negara ini sehingga menempati empat terbesar di dunia. Akan tetapi, kita hanya menguasai secara dejure diatas kertas, defacto dikuasai kapitalis mancanegara dan konglomerat non pribumi yang sudah mencengkeramkan kukunya sejak dulu. Lihatlah, hampir semua warga Indonesia terkaya ukuran dunia adalah mereka, diselingi satu dua elite pribumi yang hidup sengaja mendekat dan/atau bagian dari api unggun kekuasaan itu.

    Untuk mengembangkan usaha makro di bidang perkebunan, kehutanan, galian alam misalnya, pemerintah bahkan mengambil alih tanah ulayat milik rakyat yang dipusakai turun temurun. Tanah itu lalu diserahkan berupa hak guna usaha, yang bisa diperpanjang setelah 30 tahun ke kapitalis mancanegara dan konglomerat.

    Sekali tanah ulayat menjadi tanah Negara, kendati sudah habis masa pakai ataupun tak lagi dipakai, tak juga bisa dikembalikan kepemiliknya; rakyat! Hal itu hanya Karena penafsiran ayat 3 pasal 33 UUD 1945 yang sangat Negara centris, harfiah, bahwa "bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat".

    Kata "dikuasai" secara harfiah tentu saja tidak sama dengan 'dimiliki'. Pemiliknya tetap adalah rakyat yang meng-ulayati tanah itu secara turun temurun.

    Jelas sekali bahwa Negara sama sekali tak berpihak kepada rakyat, tetapi pada kapitalis multinasional dan konglomerat non pribumi yang sekarang menguasai bagian terbesar dari tanah rakyat itu. Sekarang yang namanya tanah ulayat dimana-mana habis. Tandas sudah!

    Alangkah tragis mengingat semua ini terjadi di alam kemerdekaan.Ukuran keberhasilan pembangunan bagi penguasa Negara jadinya bukan "siapa" dan seberapa besar hasilnya dinikmati oleh rakyat, melainkan 'berapa' dari target yang diinginkan tercapai dalam angka-angka statistic. Percapaian target itu dalam kenyataannya nyaris diborong habis oleh para kapitalis yang sesungguhnya menggerakkan roda ekonomi nasional.

    Penduduk asli pribumi? Kelompok ini hidupnya masih seperti itu juga dari waktu kewaktu, rezim berganti rezim. Sementara rakyat pribumi rata-rata memiliki tanah kurang dari setengah hektar per keluarga. Jutaan tanah ulayat diserahkan oleh Negara kepada para pengusaha kapitalis-multinasional dan konglomerat.

    Kerjasama triumvirat kapitalis multinasional dan konglomerat pribumi dibawah lindungan elite penguasa Negara yang pribumi inilah yang menggelindingkan ekonomi imdonesia selama ini. Sementara rakyat pribumi yang merupakan ahli waris sah republic ini tetap saja hidup melarat dalam kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan.

    Walau janji-janji dilontarkan oleh penguasa reformasi yang sudah jilid dua pula sekarang ini, masih ada saja yang tertulis di atas kertas yang tak segera terlihat ada implementasinya, seperti program kredit usaha rakyat dan entah apa lagi namanya itu. Jangan-jangan itupun hanya janji gombal karena sebentar lagi pemilu akan datang pula.

Akibat salah urus

    Bagaimana kedepan? Akan seperti ini juga tanpa perubahan structural yang berarti, yang sifatnya harus fundamental, mendasar, atau seperti selama ini juga, sekedar tambal sulam di permukaan, yang esensinya itu ke itu juga.

    Kuncinya ada pada diri kita sendiri, terutama pada kelompok elite pribumi yang secara politis mengendalikan negeri dan Megara ini. Seperti kita lihat, selama ini mereka (para elite pribumi) sekadar menumpang di biduk ke hilir. Mereka lebih suka menerima daripada member, lebih suka dilayani daripada melayani sesuai tugas mereka sebagai abdi negara.

    Tanpa bersusah-susah mereka menerima upeti berbagai macam, yang jumlahnya bisa tak termakan di akal sehat kita. Mereka datang dari semua lapisan birokrasi; dari eksekutif, legeslatif dan judikatif, polisi maupun militer; dari orang pertama ditingkat atas sampai ditingkat bawah; di pusat maupun di daerah.

    Dengan kebebasan pers yang kita nikmati sekarang, semua borok ini jadi terbuka. Tahukah kita betapa sakit Negara ini sehingga dunia menjulukinya sebagai salah satu Negara terkorup di dunia.

    Kita sesungguhnya sedang berada ditepi jurang kehancuran sebagai Negara akibat salah urus dan akibat dari system sosial dan budaya politik yang kita anut selama ini, yang berbeda antara yang di ucapkan dan dilakukan. Pilihannya tinggal satu; kembali kepangkal jalan dengan mempraktikkan UUD 1945, khususnya pasal 33 dan 34 secara jujur dan konsekwen ; atau kaput, habis kita!