Senin, 15 November 2010

Mengenang Mas Isman di HUT ke- 53 Kosgoro (10 nop 1957 - 10 Nop 2010)

Oleh ; Abdul Muin Angkat


Saudara Isman,

Jiwamu tidak mati, tidak mungkin mati.

Engkau, seperti kita sekalian, berasal dari Tuhan.
Dan engkau telah kembali kepada Tuhan, seperti kita sekalian
Pada waktunya juga.
Innalillahi wa inna ilaihi rojiun !
(Sambutan DR. H.Roeslan Abdul gani pada 40 hari wafatnya Mas Isman di
Gedung Nasional Jakarta).

Pasca Mubes IV Kosgoro th 1978 di Semarang, adalah era baru atau angin baru bagi Kosgoro yang berhembus kencang. Mas Isman (alm), Pendiri Kosgoro tgl 10 Nopember 1957, di Semarang gencar mengkritisi Pemerintahan Soeharto c/q Golkar untuk menyuarakan 'semangat kerakyatan' dan pembaharuan system politik yang authoritarian dan represif Orde baru. 

Tak salah kalau Sarwono Kusumaatmadja politisi yang 'bersinar' kala itu dikancah perpolitikan nasional, kepincut, dan ikut masuk Kosgoro sebagai salah satu Ormas yang berbasis kebangsaan. Ketika pada satu ketika ditanyakan apa alasan persisnya mau 'ke kosgoro'? beliau enteng menjawab': …"Karena Kosgoro yang dipimpin oleh Oleh para eks Pelajar pejoang - - bersikap terbuka - - dan kritis terhadap Pemerintah. . ."

Ibarat gayung bersambut, Sarwono berkiprah di Kosgoro, dan oleh mas Isman diberi tanggung jawab untuk memimpin Grup Diskusi Nasional dan Badan Fortanas. Kedua badan inilah yang menjadi ujung tombak kaderisasi kosgoro yang secara teratur melakukan dialog dan debat terbuka antar kader dan yang pada gilirannya menjadi 'clearing house' guna meluruskan visi misi kejuangan organisasi.

Sesuatu yang tidak bisa disangkal eksistensi Kosgoro (salah satu eks Kino yang berpengaruh) sebagai penopang kekuatan Sekber Golkar yang memenangkan Pemilu 1971 dengan suara 62,8 % merupakan tonggak hegemoni Golkar pada Pemilu-Pemilu selanjutnya, di zaman Orde baru. Maka tidak salah apabila Sejak saat itu kader-kader Golkar yang berbasis di Kosgoro muncul dipermukaan duduk dalam cabinet Ordebaru, dan jabatan penting lainnya. Sebut saja misalnya, Martono, Soeprapto, Siswono Yudohusodo, Hayono Isman, Agung Laksono, Theo Sambuaga, Marzuki Achmad, Sunaryo Hadade, Bambang W. Soeharto, ………dst.

Dalam buku Peran Historis Kosgoro oleh Ramadhan KH, Suhardiman selaku ketua Umum SOKSI berpendapat bahwa dibawah kepemimpinan Mas Isman berhasil meng-integrasikan kekuatan Tri Karya (Kosgoro, Soksi, MKGR) sebagai pilar utama Golkar. Walaupun dalam format tersebut ada pilar A(bri) B(irokrat) namun pilar O(organisasi dalam Golkar) terutama Tri karya masih dominan mewarnai perjalanan Golongan Karya. Disorganisasi terjadi secara faktual setelah terjadinya pengendalikan Golkar diluar paham 'kekaryaan' sebagaimana dimaksudkan para pendiri. Tiga kekuatan paham tersebut adalah HMI (personifikasi Abdul Gafur), Sosialis (Midian Sirait), Katolik (Cosmas Batubara).

Keinginan Mas isman untuk tetap mempertahankan 'trade mark' dalam suatu kekuatan Tri karya yang mewarnai Partai Golongan Karya terhenti setelah almarhum tiada, dan ternyata sudah lama terkontaminasi oleh paham lainnya. Sejak tahun 1978 ternyata Golkar dan partai politik sudah menghapuskan 'politik' sebagai pemikiran untuk mempersoalkan 'keadilan' bagi rakyatnya, justru mencari dan membagi kekuasaan untuk kepentingan kelompok. 

Adalah bukti sejarah yang tidak dapat dihapus bahwa pemuda pelajar pejoang yang tergabung dalam TRIP Jawa timur adalah 'kumpulan pelajar yg gila perang' (di dunia; hanya Vietnam dan Indonesia yg punya tentara pelajar yg heroic), yang telah mengorbankan 44 suhada terbujur damai, menjadi martir pada Perang Kemerdekaan sepanjang 1945 sd 1950, yang mengusir tentara pendudukan Inggris dan Jepang di Surabaya - - dan setelah mana mereka mendirikan Kosgoro pada tahun 1957 - - sebagai Organisasi perjoangan baru, untuk membuktikan komitmen dan krenteg untuk tetap mengabdi kepada Bangsa dan Negara. Mas Isman sebagai eks Komandan Trip berujar; …"Mari beralih dari Brigade Pertempuran ke Brigade Pembangunan".

Tokoh Pejuang Nasional

Selasa, 14desember 1982, jenazah Mas Isman yang seharusnya di makamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, atas permintaan keluarga, dikebumikan di Pemakaman Umum Tanah Kusir, agar lebih dekat dengan rakyatnya. Rencana ibadah Umroh nyaris terlaksana seandainya Alkhalik tidak memanggilnya segera tgl 12 desember 1982, jam 02.12, kembali ke rahmatullah dengan tenang di RS Dr. Soetomo Surabaya. Suasana haru yang menggayut para pelayat semakin diliputi rasa haru yang dalam ketika jenazah di semayamkan di Jl. Cikditiro 34, di rumah kediaman almarhum. Lagu 'Temanku Pahlawan' lirih dinyanyikan remaja Trip lamat-lamat, - - Teringat ku kan padamu Pahlawan Indonesia/ waktu kau akan kembali ke alam yang baka/ Terbayang roman muka mu yang suci dan bersih/ Saat tiba kan menghadap kehadirat Ilahi/ Dengan tulus ikhlas kau korbankan jiwamu/ Kau basahi bumi dengan darah kesatriamu/ Tak akan lenyap jasamu daripada ingatan/ Perjuangan ku teruskan sampai ke akhir zaman.


Jenderal Surono, selaku Menko Kesra mewakili Pangab/Menhamkam M. Yusuf, bertindak sebagai Inspektur Upacara. Mengikuti upacara yang berlangsung khidmat, berbagai lapisan masyarakat tumplek di area Makam, bukan hanya kader-kader Kosgoro, teman seperjuangannya semasa di Trip, sejumlah Menteri dan para anggota DPR/MPR, dan masyarkat luas,ikut mengantarkan Almarhum ke peristirahatan terakhirnya.

Dalam pidatonya Surono mengemukakan bahwa almarhum Mas Isman adalah seorang Tokoh Pejuang Nasional, baik pada masa merebut dan mempertahankan kemerdekaan selaku komandan Trip di Jawa Timur, maupun dalam masa pembangunan dewasa ini, selaku Ketua Umum Kosgoro. Figur Mas Isman termasuk salah seorang pejuang yang berani, ulet dan tekun dalam mencapai cita-cita perjuangan. Almarhum berani mengatakan yang salah terhadap apa yang disadarinya sebagai suatu kesalahan, dan berani pula mengatakan benar, apa yang dianggap benar. 

Dilingkungan pemuda pada umumnya, para eks tentara pelajar dan pemuda pejuang pada khususnya, beliau dikenal sebagai tokoh berwibawa, diterima secara luas, selalu bersifat terbuka, dan menunjukkan ciri sebagai seorang democrat yang baik. Dikalangan para generasi muda, beliau dikenal sebagai seorang Pembina yang sabar, bersikap edukatif, persuasive, dan berpandangan jauh kedepan. Tak salah kalau Mas Bambang Soeharto di dalam sambutan selaku Ketua Dewan Penasehat Kosgoro, dalam resepsi Ultah ke 53 tgl 10 Nopember di Jl. Teuku Cikditiro 34, mengatakan bahwa lahirnya Kosgoro yang yang ingin menguji 'krenteg'para pejuang '45 untuk berkiprah dalam pembangunan karena 'tidak kerasan' dalam situasi pergolakan politik dan intrik diantara kesatuan bersenjata dewan banteng, dewan gadjah dan seterusnya, - --"Kosgoro bukan pengekor, tapi harus menjadi pelopor- -".

Tradisi Perjuangan yang Mandek

Melihat aktualisasi pelaksanaan Demokrasi pasca reformasi sekarang dimana terlihat adanya gap antara das solen dan das sein maka apa yang terjadi pada sekitar tahun '51 sd '57 saat pergolakan politik menjelang kelahiran Kosgoro, hampir sama, karena kurangnya komunikasi politik antara Parpol dan Ormas sehingga terjadinya 'diskrepansi' antara lembaga politik dengan realitas politik. 


Lembaga politik sebagai kekuatan supra struktur terlalu dominan, sehingga sangat mengganggu berjalannya aspirasi masyarakat dan tidak tertampungnya secara genuine ide-ide pembangunan masyarakat. Terjadilah pemborosan sumber daya manusia, sumber daya alam, potensi maupun dana yang tergerus untuk kepentingan politik, tetapi tidak membawa kemaslahatan kepada rakyat kecil. Contoh sederhana adalah pelaksanaan "pilkada" yang justru melenceng kearah penggunaan demokrasi secara tidak terkontrol karena terjadinya manipulasi dan money politic. Fenomena  gonjang ganjing politik semasa Orde baru di kritisi oleh Mas Isman  agar warna 'kekaryaan' tetap taat azas seperti kelahiran Sekber Golkar terdahulu sebagaimana  analisis di bawah ini.

Pertama, pandangan Mas Isman terhadap perlunya kekuatan baru untuk menampung 'kekaryaan' dari kekuatan non Abri (baca; TNI), dan golongan afilisasi lainnya, sebenarnya bukanlah dimaksud sebagai reprentasi dari Partai Golkar sekarang, tetapi lebih dimaksudkan kepada usaha mengamalkan dan mengembangkan karya-karya kemasyarakatan secara demokratis. Pembinaan demokrasi sesungguhnya tidak mutlak hanya diberikan kepada Parpol, akan tetapi juga secara adil dipangku oleh Ormas kebangsaan, Ormas lainnya, sebagai pertanggung jawaban golongan-golongan terhadap perjalanan demokrasi. (yang dimaksudkan golongan karya (kecil) bukanlah Golongan Karya (besar) yang berkonotasi politik tertentu sebagaimana dijelaskan di dalam Pedoman Perjuangan Kosgoro).


Kedua, Pandangan Mas Isman terhadap pentingnya pemeliharaan dan penciptaan iklim politik yang stabil dan konstruktif, dalam rangka kontinuitas pembangunan, dalam kehidupan nasional. Tradisi perjoangan yang merupakan rantai perjalanan kebangsaan dari angkatan '28, angkatan '45, angkatan '66 serta angkatan reformasi, sekarang ini kehilangan 'greget' karena seolah-olah terpisah satu sama lain. 

Apa yang dimaksudkan sebagai orde reformasi menggantikan peran Orde baru, tidak diikuti dengan paradigm baru sebagai satu model pembangunan kedepan kearah mana bangsa ini mau dibawa oleh para pemimpinnya. Apa yang pernah dikumandangkan oleh mahasiswa ketika 'menjatuhkan' Rezim Soeharto 12 tahun yang lalu, hampir tidak bermakna dan dilupakan dan sampai sekarang karena tidak pernah dirumuskan kembali untuk di evaluasi.
Apakah Pemerintah konsisten terhadap pembangunan yang berbasis pada pasal 33 UUD'45? Mengapa iklim Kapitalisme, liberalism dan neo liberalism pada kenyataannya tetap dilaksanakan secara kasat mata? Mengapa gaya/ sistem perpolitikan nasional lebih liberal dan menghilangkan aspek musyawarah dan mufakat? Pertanyaan tersebut hanyalah ingin menjelaskan bahwa perjalanan demokrasi seperti yang dipikirkan oleh Mas Isman di dalam buku "Mengenang Mas Isman" (Kasno widjojo; 1995) ternyata masih relevan saat ini.

Ketiga, pandangan Mas Isman terhadap kepemimpinan adalah lahirnya seorang pemimpin yang mampu berkomunikasi dan bisa menangkap getaran jiwa rakyat, khususnya pada masyarakat terbesar bangsa ini yaitu para petani.. Dengan tidak adanya komunikasi yang intens terhadap rakyat dan pemimpinnya, maka akan terjadi disharmoni dan jurang yang dalam diantara keduanya. Pemimpin tidak tahu aspirasi rakyat, selanjutnya rakyat tidak tahu apa yang dikehendaki pemimpin. Kekuasaan yang sejatinya diikhlaskan oleh rakyat di dalam proses demokrasi, dalam prakteknya berobah menjadi kelaliman. Yang memimpin minta dijunjung, yang dipimpin malah terbebani.

Secara komprehensif–integratif Mas Isman jauh hari sudah memprediksi bahwa perjuangan bangsa di fokuskan memerangi keterbelakangan, kebodohan, kemelaratan dan kemiskinan yang masih mencengkram kehidupan rakyat. Dengan kalimat yang lebih indah adalah untuk melancarkan pembangunan yang bisa mengangkat tingkat kehidupan rakyat. Yang menjadi tantangan adalah, mampukah transformasi pembangunan dari masyarakat terkebelakang (baca; Negara berkembang) diarahkan, menjadi Negara modern yang makmur dan sejahtera? 

Terhadap pertanyaan ini, penulis membandingkan bahwa Brazil sebuah Negara yang juga pada tahun 1998 mengalami nasib yang sama dengan Indonesia, terkena krisis ekonomi global, akhirnya hanya dalam hitungan 12 tahun dibawah Presiden Luna, bisa memakmurkan 20 juta rakyat miskin, terangkat derajad kehidupannya menjadi kelas menengah yang makmur dan sejahtera. 

Padahal sebenarnya sumber daya manusia dan alam Indonesia jauh lebih baik daripada Negara Brazil. Indonesia yang dijuluki masyarakat yang toto tentrem loh jianawi masih terpuruk dalam angka 15 % (35 juta) rakyat Indonesia masih dibawah garis kemiskinan oleh PBB, (2008), dengan perhitungan pendapatan percapita/perhari Rp. 205.000 /per bulan (di kota) dan rp 165 000/per bulan ( di desa). Sejatinya kalau mau jujur, kebutuhan hidup perhari rakyat Indonesia adalah 2(dua) dollar maka diperkirakan sebanyak 100 juta rakyat masih dikategorikan Miskin, di Indonesia. 

Keempat, pandangan Mas Isman terhadap terhadap 'kegotong royongan'.Jiwa dan pengertian gotong royong, membawa Bangsa ini kepada pengertian yang bersatu, kekeluargaan dan saling tolong menolong; yang kuat membantu yang lemah dan atau sebaliknya, yang lemah meminta bantuan kepada yang kuat, yang pintar membantu yang kurang pintar atau sebaliknya, yang kaya membantu yang miskin atau sebaliknya, Yang kuasa melindungi yang tidak kuasa atau sebaliknya. Pergaulan dalam pengertian hal diatas, dikenal dengan sebutan "Ojo dumeh", yang artinya, janganlah kita mentang-mentang berkuasa, mentang-mentang kaya, mentang-mentang pintar, lantas kita berbuat sekehendak hati pada orang lain. 

Apa yang dicita-citakan mas Isman dalam konteks kegotong royongan di atas untuk membawa Negara bangsa ini kepada kehidupan lebih baik, bersatu, bersifat kekeluargaan dan mantaati Pancasila secara konsekwen, ternyata jauh panggang dari api. Dengan kekuasaan yang semena-mena, BUMN Krakatau Stell, yang diperjuangkan dengan susah payah oleh Bung karno ternyata di jual ke pasar modal, 35 % saham di jual ke- pihak asing. Bukankah ini bertentangan dengan pasal 33 UUD '45 yang menyatakan bahwa seluruh hasil bumi, air dan udara di gunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat? Namun, apa yang terjadi pada BUMN strategis Krakatau Stell dewasa ini?  ternyata Hendri Saparini menguak tabir di Kompas 15 nopember 2010, bahwa sekarang kepemilikan PT 'KS' hanya 30 % dan Posco 70% sebuah perusahaan dari Korea Selatan. Akankah rakyat 'menangis' tanpa bisa berbuat apa-apa?

Kelima, pandangan Mas Isman terhadap Pahlawan Bangsa, perintis kemerdekaan dan seluruh rakyat yang telah memberikan segala-galanya demi kemerdekaan. Jadikanlah pengorbanan mereka sebagai pengingat dan penghati-hati di dalam menjalankan misi perjoangan yang belum selesai - - karena pengorbanan rakyat demikian besarnya terhadap perjoangan bangsa, hendaknya selalu dipupuk sikap rendah hati - - -luwes dalam penampilan namun tetap tegas dalam berpegang pada prinsip-prinsip perjoangan. Jangan sekali-kali menyakiti hati rakyat, jangan angkuh dan suka menakut-nakuti rakyat.

Perpecahan dan Rekonsiliasi

Di dalam kenyataan perpecahan Kosgoro antara dua kubu yaitu kubu Agung laksono yang menamakan dirinya Kosgoro 1957, dan kubu Mas Hayono isman, yang disebut sebagai kubu Kosgoro independen. Masihkah ada kemungkinan dua kubu berseteru untuk kembali ke khittah? Tentu, rambu-rambu kepentingan politik jangka pendek merintangi jalannya rekonsiliasi tersebut. Karena Kosgoro '57 telah menjadikan dirinya di dalam AD/ART menjadi onderbouw Partai Golkar? dan menafsirkan "kekaryaan" Kosgoro identik dengan GOLKAR (huruf besar), atau karena salah menafsirkan Kosgoro adalah salah satu kino dalam pembentukan Sekber Golkar, sehingga otomatis Kosgoro merupakan bagian dari Golkar.

Padahal di dalam Pedoman Perjoangan jelas dinyatakan Kosgoro adalah 1) golongan karya (huruf kecil) dan 2) Kosgoro adalah koperasi yang bernaung di bawah Gerakan koperasi Indonesia. Secara eksplisit juga dinyatakan bahwa Kosgoro tidak ber-afiliasi dengan partai manapun. Bukankah pengingkaran daripada prinsip dasar ini telah dilanggar oleh Kosgoro '57?


Selama masih ada kepentingan politis sesaat yang menjadi akar terjadinya dua Kosgoro, maka rekonsiliasi yang diharapkan sukar akan terwujud. Persaingan dan ambisi diantara dua figure utama, antara Mas Hayono Isman dan Mas Agung Laksono yang berkepanjangan, mengakibatkan cita-cita Kosgoro menjadi mimpi dialam realitas. Kekuatan itu telah musnah sesaat keikhlasan berkorban tercerai berai di dalam hati generasi pelanjut, yang tidak menangkap sinyal dan getaran jiwa perjuangan Mas Isman. 

Di dalam kesatuan Trip (Tentara Republik Indonesia Pelajar) yang merupakan cikal bakal Kosgoro, selama bergerilya lebih lima tahun, sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai perang kemerdekaan yang diakhiri tahun 1951, rasa solidaritas dan kohesifitas sesama lasykar begitu erat sehingga mampu menjadi kekuatan dahsat untuk mengusir kaum penjajah yang berusaha masuk kembali menancapkan kuku kolonialnya di bumi pertiwi.

Transformasi nilai-nilai kejuangan yang dilakoni eks pejuang Trip, diwaktu malam berjaga dengan senapan ditangannya, masih terlintas dalam pikiran mereka: …"rakyat yang melarat-menderita ditengah-tengah alam yang subur makmur, - - - tergugah pikiran dan tekad untuk mengangkat derajad kehidupan rakyatnya". Masihkah nilai-nilai kejuangan tersebut menjadi prinsip dasar kejuangan Kosgoro di alam pembangunan? Atau apakah doktrin Pengabdian, kerakyatan dan solidaritas hanya menjadi pemanis dan lipstik di bibir? Pertanyaan ini semoga menggugah para generasi penerus Kosgoro terutama para kader biologis maupun kader geneologis langsung dari Mas Isman.

Model Kepemimpinan Mas Isman

Sebenarnya model kepemimpinan yang bagaimana yang diperankan oleh Mas Isman di dalam kiprah perjoangannya sejak dari Pendiri TKR Pelajar Surabaya tahun 1945, Komandan Trip, Duta besar, Asisten VI Pangab berpangkat Mayjen, serta Ketua Umum Kosgoro? 


Model Kepemimpinan situasional. Teori ini memiliki kecenderungan terhadap dua hal yaitu konsiderasi dan inisiasi. Konsiderasi merupakan kecenderungan pemimpin yang menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan, seperti membela dan memberi masukan kepada bawahan. Sedangkan inisiasi, merupakan kecenderungan pemimpin memberikan instruksi kepada bawahan, dipengaruhi oleh adanya mekanisme kerja yang terstruktur di dalam pelaksanaan tugas. 

Semasa hidupnya di- rumah kediaman jalan Cikditiro 34, semua tamu dan teman-teman seperjuangan diterima dengan baik, bahkan pengurus Kosgoro dari daerah bisa langsung bertemu dikamar beliau tanpa aturan protokoler. Almarhum sangat memperhatikan keadaan keluarga, sangat akrab kepada anak buah terutama kepada mereka yang masih lemah kehidupan ekonominya. Dalam pengelolaan manajemen organisasi, fungsi serta tanggung jawab tugas, dilakukan secara terbuka dan akuntabel. Penempatan pengurus dibahas secara objektif sesuai dengan kemampuan dan latar belakang pendidikannya.

Model kepemimpinan transformative. Teori Transformasional oleh Burns (1978), menekankan bahwa seorang pemimpin perlu memotivasi bawahannya untuk melakukan tanggung jawab mereka lebih dari yang mereka harapkan, Mereka harus mampu mendefinisikan, mengkomunikasikan dan mengartikulasikan visi organisasi, dan bawahan harus menerima dan kredibilitas pemimpinnya. Menurut Bass (1988), seorang pemimpin transformasional merupakan pemimpin yang kharismatik, dan merupakan peran sentral membawa organisasi mencapai tujuan. 

Dari uraian diatas, bagaimana seorang pemimpin bisa mengkomunikasikan dan mengartikulasikan visi organisasi didapatkan dari Forum Orientasi dan Tatap Muka (Forta) yang diselenggarakan sebagai wadah kaderisasi untuk mensosialisasikan Pedoman Perjuangan Kosgoro keseluruh wilayah, dan menangkap potensi dan program unggulan apa yang akan dikembangkan di satu daerah sesuai aspirasi yang berkembang. 

Dengan bukti terselenggaranya Satuan pendidikan, semula sebanyak 400 institusi, dan terbentuknya koperasi dan puluhan Bank perkreditan rakyat, menandakan program sosial ekonomi Kosgoro di dukung oleh masyarakat luas. Kerjasama Pertanian dengan pihak Jepang di Lampung, PT. Mitsugoro. Disamping itu, pemberian Beasiswa kepada mahasiswa berprestasi, tapi tidak didukung dana yang memadai di perguruan tinggi negeri, dibantu oleh Yayasan Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Mitsui-kosgoro. Kosgoro yang bekerjasama dengan perusahaan MITSUI&CO.,LTD. - Jepang, berhasil memberi bantuan beasiswa dan menjadikan jumlah Alumni penerima sampai saat ini, mencapai 1000 orang yang tersebar diseluruh negeri. 

Semua yang dikerjakan Mas Isman sangat monumental, tetapi apakah kepemimpinan Kosgoro setelah 28 tahun pasca Mas Isman, masih melahirkan kepemimpinan situasional dan transformasional, yang juga memiliki serangkaian kompetensi yang bersifat antisipatif, cepat dan komunikatif? Di dalam era perubahan dan era globalisasi sekarang, nampaknya sebuah organisasi kemasyarakatan harus mampu menerjemahkan visi, misi baru untuk berkompetisi secara sehat dan inovatif. Seperti pesan Mas Isman sebelum wafat, kalian janganlah seperti bebek-bebek kalau suatu saat saya sudah tiada. Atau benarkah sinyalemen James F. Bolt (2009), bahwa telah terjadi krisis pengembangan kepemimpinan, karena para pemimpin kita memang missing in action? Wallahu alam bis sawab.(a.m.a)
  
  

    
  
    
    
  
    
  



















 

3 komentar:

  1. Menggugah kembali Alumni penerima beasiswa Mitsui Kosgoro agar memberikan kontribusi nyata agar kosgoro lebih kuat di basis perkaderan Generasi Mahasiswa Kosgoro di PT seindonesia.

    BalasHapus
  2. Motivasi diri dengan hati yang murni

    BalasHapus
  3. Motivasi diri dengan hati yang murni

    BalasHapus