Sabtu, 01 Mei 2010

LEMAHNYA DAYA SAING BANGSA


  Oleh :  Abdul Muin Angkat                                                  

Mengapa daya saing bangsa dianggap sangat lemah bila dihubungkan dengan transformasi Ipteks, yang  seharusnya menghasilkan nilai tambah  bagi peningkatan mutu kehidupan anak bangsa? Mengapa juga inovasi, difusi, perekayasaan & alih teknologi masih tertinggal  bila dibandingkan dengan Negara tetangga Thailand, misalnya? Bukankah  diperlukan perubahan yang mendasar  di dalam pengembangan  kapasitas  dan system  manajemen perguruan tinggi?.  Daya saing perguruan tinggi akan meningkat, apabila  kesehatan organisasi  baik ditingkat nasional  maupun  perguruan  tinggi dapat diwujudkan.
Dalam HELTS (Higher Education Long Term Strategy) 2003-2010, Dikti telah merumuskan  strategi pengembangan yang  bertumpu pada 3 strategi utama, yaitu 1) peningkatan daya saing bangsa, (nation’s competitiveness), 2) Otonomi dan decentralisasi,  (autonomy), dan 3) Kesehatan organisasi, (organizational health).

Daya saing bangsa. Perguruan tinggi dituntut untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan. Untuk meningkatkan daya saing lulusan harus dimulai dengan peningkatan mutu  dan daya saing perguruan tinggi itu sendiri. Upaya peningkatan mutu pendidikan tinggi secara nasional telah dimulai sejak awal tahun 1990, melalui kebijakan yang tertuang di dalam KPPTDJP 1995- 2005, dan seterusnya dilanjutkan dengan HELTS 2003 – 2010. Melalui kebijakan tersebut institusi pendidikan tinggi diharapkan mampu meningkatkan kualitasnya  melalui berbagai program pengembangan antara lain; program university research for graduate education, (URGE 1990), Development Of Undergraduate Education,(DUE, 1994), Quality for Undergraduate  Education, (QUE,1996), Semi-QUE, (1999), DUE-like (1999), Technological  and professional skills  Development Project (TPSD,2000), serta Program A1, A2, dan B (2004), khusus untuk program B, diharapkan munculnya perguruan tinggi yang mampu bersaing dengan perguruan tinggi luar negeri.Terakhir Program teranyar,adalah Percepatan Peningkatan Kualitas Mutu PTS sehat, Program kewirausahaan, dan program Soft skill mahasiswa. (2008-2009).
Otonomi dan desentralisasi.  Di dalam rangka pembenahan kapasitas  institusi pendidikan tinggi, telah dilakukan Pergeseran peran  Ditjen Dikti, dari peran regulator ke peran fasilitator. Dalam hal ini kewenangan perguruan tinggi semakin diperluas melalui otonomi perguruan tinggi. Perguruan tinggi secara otonom menetapkan visi misi nya sesuai dengan potensi, dan kekhasan institusi regional yang dipadukan dengan tujuan pendidikan nasional.
Kesehatan organisasi. Intitusi pendidikan yang  sehat, memenuhi persyaratan pelaksanaan  akademik dengan melakukan restrukturisasi organisasi sesuai dengan fungsi, serta pengembangan organisasi mitra. Di tingkat perguruan tinggi Swasta sesuai dengan  peningkatan akreditasi  telah dilakukan program nurturing untuk memberikan inisiasi kepada perguruan tinggi lemah dengan mengirimkan dosen-dosen senior dari berbagai ilmu murni.
Secara khusus pemerintah mendorong dirumuskannya mekanisme  dan tata cara meng-evaluasi kondisi kesehatan organisasi perguruan tinggi, dan menyiapkan dana khusus untuk meningkatkan  mutu perguruan tinggi tersebut. Mampukah perguruan tinggi memperbaiki kualitas institusi dan peningkatan sumber daya insane ditengah-tengah kompetisi antar bangsa, dengan memanfaatkan sepenuh-penuhnya rekayasa Ipteks bagi kemakmuran? Masihkah diperlukan kebijakan ‘merger’ bagi Perguruan tinggi yang tidak memenuhi Standar minimal kualitas mutu  dari sekitar 2800 Perguruan tinggi  di Indonesia?       

Penelitian berbasis R&D

Perguruan tinggi sebagai ‘knowledge factory’, sebagai Pusat peradaban, dan Pusat Intlektual, diharapkan menghasilkan lulusan  yang kreatif dan inovatif dengan keterampilan khusus yang dibutuhkan diberbagai sector kehidupan, termasuk bidang teknologi, ekonomi, hukum dan social budaya.  Di dalam persaingan global, dimana pengembangan teknologi harus berbasis R&D,  kiranya perlu didukung  oleh stake holders.
Perguruan tinggi juga memiliki peran strategis guna menumbuhkan budaya meneliti serta meningkatkan mutu penelitian di semua perguruan tinggi sehingga mampu untuk melakukan transvers  teknologi, memanfaatkan teknologi  bagi kepentingan pembangunan bangsa  guna mempercepat Pencapaian  kesejahteraan serta keadilan social bagi seluruh bangsa Indonesia.
Dengan visi dan misi baru perguruan tinggi yaitu mendekatkan kerjasama yang bersifat ‘ kebijakan untuk melaksanakan simbiose mutualistis  antara perguruan tinggi   dan  pihak industry, ini menandakan bahwa peran perguruan tinggi  semakin strategis untuk meletakkan dasar-dasar serta pengembangan jiwa kewirausahaan dikalangan civitas academica. Pertumbuhan ekonomi berbasis penguasaan teknologi maju  diharapkan akan memberikan kontribusi yang sangat signifikan  bagi  pencapaian kesejahteraan masyarakat.
Optimalisasi  peran perguruan tinggi di dalam  aktualisasi kapasitas sumber daya insani  yang merata di seluruh Indonesia  akan menghilangkan kesan sentralisme  yang terpusat di dalam menajemen pengelolaan perguruan tinggi  yang kuat dan mandiri.


MASALAH POKOK
Lima masalah pokok yang memerlukan dukungan pengambilan kebijakan di dalam  Higher education long term strategy (HELTS) 2003 – 2010  yaitu 1)Governance, 2) Dana 3) SDM, 4)Peraturan Perundangan, 5)Penjaminan mutu akademik, sbb:
1.       Governance. Tata kelola merupakan aspek penting di dalam organisasi, karena secara spesifik pengelolaan perguruan tinggi sangat berbeda dengan pengeloaan bisnis perusahaan atau pemerintahan. Secara universal bahwa perguruan tinggi mempunyai keunikan sendiri  yaitu adanya system nilai berdasarkan norma kebaikan, kebenaran, kejujuran dan saling menghormati. Salah satu kebutuhan  mendasar dari perguruan tinggi adalah kebebasan akademik, dan pengelolaan otonomi agar perguruan tinggi  bisa berkembang didalam  konteks peningkatan daya saing bangsa  di dalam  era globalisasi  sekarang.
2.       Dana. Sumber penerimaan dana serta system pengelolaan yang transparan  yang memenuhi  kaidah-kaidah transparansi dan melalui pertanggung jawaban yang akuntable adalah salah  satu syarat agar kepercayaan  masyarakat dan Negara  memberikan citra yang baik terhadap pembinaan perguruan tinggi secara bertanggung jawab.Peningkatan sumber dana alternative selain dari dana RAPBN diperoleh dari masyarakat dan stake holder  melalui hibah maupun kerjasama  pendidikan.
3.       Sumber daya insani  sebagai  asset nasional  merupakan ‘moral force’ di dalam mencetak insane yang ber akhlakulkarimah guna pembangunan karakter bangsa. (Nation and Character building).
4.       Peraturan Perundang-undangan mencerminkan adanya  ‘political will’ Pemerintah  untuk menata perguruan tinggi secara menyeluruh dan sistemik. Pola baru di dalam pengelolaan  perguruan tinggi  dilaksanakan secara desentralisasi.
5.        Penjaminan mutu akademik. Dengan adanya peningkatan  mutu Perguruan tinggi,  maka masyarakat akan bisa menilai sendiri mutu sebuah perguruan tinggi guna tercapainya kesehatan organisasi.    

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN TINGGI.
Dari lima masalah pokok di atas, dikerucutkan menjadi tiga kebijakan  dasar  yang disebut sebagai  1) Daya saing Bangsa, 2) Otonomi, 3) Kesehatan organisasi
1.      Daya saing.  Fungsi pendidikan tinggi yang merupakan landasan bagi pertumbuhan dan pengembangan  peradaban Bangsa diharapkan menjadi suatu ‘kekuatan moral’ yang mendorong terciptanya a) insan  yang ber akhlakul karimah  mempunyai kecerdasan holistic  yang merupakan integrasi kecerdasan IQ,EQ, dan SQ. Dalam hal ini Perguruan tinggi  sebagai ‘knowledge factory’,serta Pusat Intlektual,  harus mampu a) menanamkan nilai-nilai luhur Bangsa (kebenaran, kejujuran, keadilan), b) menjaga persatuan dan keasatuan Bangsa, c) mengawal pelaksanaan Demokrasi yang berkeadilan, dan d) memanfaatkan momentum  reformasi untuk perubahan.     
(Dari sumber ; www. Imd.ch/wcy/order farm), posisi Indonesia dalam peringkat daya saing diantara Negara-negara berpenduduk di atas 20 juta, masih bertengger pada peringkat 28, dari 30 negara. Perilaku inovatif, tanggung jawab dan profitabilitas perusahaan menduduki peringkat ke -30 dengan nilai 6,1. Sementara kebijakan pemerintah untuk meningkatkan daya saing juga masih rendah yaitu dengan nilai 16,9, pada peringkat 27. Sementara kontribusi Sains,  teknologi, SDM terhadap dunia
Usaha masih pada posisi angka 9,6, terlemah diantara 30 Negara (yang berpenduduk diatas 20 juta).
2.      Desentralisasi  dan Otonomi. Sesuai dengan UU Sisdiknas dinyatakan bahwa pertama, Gerakan  Reformasi di Indonesia secara umum menuntut dilaksanakannya prinsip demokrasi, desentralisasi, keadilan serta menjunjung tinggi prinsip-prinsip Hak azasi manusia. Kedua, dengan perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi yang  sedemikian cepat, maka diperlukan   pembaharuan sistim pendidikan nasional yang diselenggarakan secara gradual.  Ketiga, Yang dimaksud dengan Otonomi Perguruan tinggi  sesuai dengan penjelasan UU Sisdiknas, adalah kemandirian perguruan tinggi untuk  mengelola sendiri institusinya.
3.      Kesehatan Organisasi. Perguruan tinggi diharapkan mampu  berperan untuk mendorong  pertumbuhan daya saing melalui inovasi  Ipteks  serta meningkatkan  kreatifitas Ilmu pengetahuan. Organisasi yang sehat yang memungkinkan Perguruan Tinggi menjalankan Visi Misi nya  secara bertanggung jawab. Hal tersebut ditandai dengan ciri-ciri  sbb; a)Berkembangnya kebebasan akademik, b) Terciptanya suasana akedemik yang inovatif, dan kreatif sehingga menciptakan  ide-ide baru  dan peradaban baru, c) Berkembangnya sistem nilai etis dan  produktif, yang ditandai dengan tumbuhnya  team building dan team spirit untuk melahirkan kelompok-kelompok kreatif, d) Terciptanya budaya organisasi yang kompetitif untuk menyaring pribadi unggul dan meritokratis, e) Berlangsungnya kerjasama yang berkesinambungan dengan  memperluas jaringan, f)Transformasi jiwa kewirausahaan  kepada mahasiswa, sehingga produk intlektual dan  penelitian  dapat dipasarkan.       


PEMBAHASAN  DAN  EVALUASI.
   Rencana Strategis jangka panjang (Strategic Plan ) adalah dokumen yang  menerangkan tujuan organisasi dan menetapkan sasaran  yang realistis dan objektif (konsisten dengan misi)  dalam jangka waktu tertentu. Rencana strategis merupakan alat bantu yang kuat bagi institusi untuk meng-ekspresikan  Visi yang dimiliki. Rencana strategis berfokus pada masa depan, dan perhatian utamanya adalah daya adaptasi organisasi  terhadap perubahan dilingkungannya. Semakin sering terjadi perubahan di-sekitar organisasi, semakin sering pula proses peninjauan ulang  terhadap Rencana Strategis harus dilakukan.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti), Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia telah menyusun  Strategi jangka panjang pendidikan tinggi yang dikenal dengan HELTS  2003 – 2010 (Higher Education Long Term Strategy). Dokumen ini menjadi acuan utama  dalam upaya meningkatkan peran pendidikan tinggi  di Indonesia dalam konteks persaingan global  sehingga mampu memperkuat daya saing bangsa.


HELTS 2003 – 2010, memfokuskan 3(tiga) hal penting yaitu ; 1. Daya saing bangsa, 2. Otonomi, 3) Kesehatan organisasi.
1.      Daya saing
Krisis multi dimensi yang melanda Indonesia sejak tahun 1998,menyebabkan negeri ini  terpuruk  daya saingnya di dunia internasional. Dari sector  ekonomi disadari bahwa upaya untuk bangkit dari krisis, masih belum mencapai hasil yang memuaskan. Secara keseluruhan Bank dunia di dalam salah satu laporannya mencatat, bahwa posisi daya saing Indonesia diantara 30 negara yang berpenduduk diatas 20 juta menempati urutan ke -28. Seperti terlihat pada table 1. Tabel tersebut secara keseluruhan  menyebutkan rendahnya  daya saing   Bangsa Indonesia dibandingkan dengan 30 negara lain. Parameter penilaian yang digunakan sangat erat kaitannya dengan kinerja perguruan tinggi, seperti misalnya masih lemahnya inovasi, difusi, perekayasaan & alih teknologi, lemahnya informasi teknologi hasil penelitian terhadap pelestarian SDA. Selain itu kontribusi Ipteks juga masih jauh terhadap kontribusi nasional, di dalam table tersebut, ‘Kualitas pendidikan tinggi’ terdapat angka 9,6 dan Indonesia masih berkutat di peringkat 30 di antara 30 negara. Dan ini,  yang sungguh masih merisaukan. Indonesia termasuk salah negara dimana kebijakan pemerintah untuk meningkatkan daya saing masih  rendah. Yaitu  angka  16,9, artinya usaha pemerintah untuk mendukung percepatan pembangunan dengan kebijakan IT, masih setengah hati. Posisi   Indonesia nomor 3 urutan dari bawah dari 30 negara.
Dipihak lain dari Sumber ADB, 2003, pada indicator dan outcomes (table 2) yang menunjukkan angka jumlah eksport yang berbasis teknologi tinggi, dari lima Negara di Asia, posisi Indonesia paling rendah dari Negara Filipina, Singapura,Thailand dan Malaysia. Didalam data tersebut, jumlah R&D Indonesia hanya 1, sedangkan  Malaysia 67, dan Thaliland 119.( jumlah R&D /juta penduduk antara 1985-1995). Jumlah paten yang dihasilkan Indonesia 20, lebih rendah dari Singapura 88.
Data Peringkat Pendidikan Tinggi tingkat Dunia dan Asia. Untuk tingkat dunia, Indonesia belum berhasil memasukkan perguruan tingginya pada level ini. Dibandingkan dengan Taiwan yang memasukkan 5 perguruan tingginya, atau Singapura dan Turki yang memasukkan masing-masing memasukkan 2 perguruan tingginya dalam posisi 500 perguruan tinggi di dunia. Dari 100 perguruan tinggi di Asia, Taiwan dan Singapura  memasukkan masing-masing 3 perguruan tingginya dan Indonesia  masih belum  berhasil memasukkan satu pun perguruan tingginya.(table 3)
Faktor lain yang menyebabkan ketertinggalan kualitas perguruan tinggi Indonesia, dibandingkan dengan  kualitas perguruan tinggi Negara tetangga, bisa dilihat dari berapa  jumlah dan perbandingan   biaya seorang mahasiswa dihitung dari fasilitas yang diterima  dari perguruan tinggi selama menyelesaikan perkuliahannya? (table 4 ).Coba bandingkan seorang mahasiswa  dari Singapura biaya yang diperlukan  berkisar antara Rp. 90 sd 400 juta, Jepang dan  Inggris Rp. 85 juta, sedangkan seorang mahasiswa di Indonesia hanya  sampai pada angka Rp 3.17 juta.
 Angka Ideal untuk biaya  seorang mahasiswa Indonesia menurut Dirjen Dikti Prof. Dr Satryo Brojonegoro adalah Rp. 18. Juta, dimana fasiltas yang diberikan pemerintah untuk mendukung proses pembelajaran termasuk fasilitas  laboratorium dan fasilitas lainnya. Kalaupun angka ini bisa tercapai, maka masih jauh dari angka Rp 29 – 111 juta biaya seorang mahasiswa di Malaysia. Dengan adanya kenaikan biaya pendidikan sebesar 20 % RAPBN di Indonesia sekurang-kurangnya,  merupakan  langkah optimistis untuk bisa mensejajarkan kualitas perguruan tinggi Indonesia dengan Negara-negara tetangga. Namun apabila dibandingkan dengan Negara-negara Asia, misalnya Vietnam prosentase pendanaan untuk pendidikan sangat tinggi, mencapai  86, 10%, hampir sejajar dengan India 92, 50% tertingi di Asia.(lihat Table 5.)
Memahami hal ini, sejak awal tahun  90-an berbagai usaha mengembangkan kapasitas perguruan tinggi  (capacity building), telah dilakukan oleh Dikti dengan pendekatan investmen based program menjadi pendekatan  outcome based program  yang dirancang dalam suatu competitive funding mechanism.
Terjadinya marginalisasi ketertinggalan pendidikan tinggi Indonesia di dunia internasional, mengakibatkan terlontarnya posisi Indonesia  dalam kompetisi dunia. Oleh sebab itu pilihan alternative untuk memperbaiki posisi tersebut adalah dengan menetapkan bidang-bidang strategis sebagai area pengembangan  yaitu pendidikan, kesehatan, pangan, IT, kelautan dan energy.
Dalam rangka meningkatkan  daya saing bangsa perlu dukungan sumber daya, dan focus kepada kualitas bukan hanya kwantitas semata. Dalam hal itu, Dana penelitian untuk meningkatkan mutu dan relevansi harus dicari sumber pendanaan yang bukan dari pemerintah. Pengembangan daya saing tersebut sekaligus untuk menyosialisasikan program soft skill  agar mahasiswa mempunyai ketrampilan hidup tidak semata-mata terfokus kepada pendidikan yang bersifat kognitif.

2.   Otonomi perguruan tinggi.
Di dalam terdapatnya disparitas kualitas perguruan tinggi tersebut,  untuk mencapai kondisi ideal yang diharapkan, maka  dilakukan perubahan di mana selama ini    kebijakan centralistic  terlalu dipusatkan ke Dikti, maka sudah saatnya dirubah menjadi desentralisasi, sehingga perguruan tinggi mampu mengelola manajemennya secara otonom dan mandiri. Perubahan peran dan fungsi Dikti  sebagai regulator dan fasilitator, akan membawa angin segar di dalam tingkat kompetisi perguruan tinggi, dimana tidak ada lagi perbedaan antara perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta.
Pada perkembangan baru-baru ini dimana Majelis Konstitusi  telah mengeluarkan ketetapan meng anulir UU BHP  karena desakan yang kuat dari Asosiasi Perguruan tinggi swasta, atau kelompok-kelompok masyarakat yang menantang diberlakukannya UU BHP, maka diperlukan satu payung baru berupa PERPPU atau  kembali kepada penerbitan sebuah  PP baru tentang pengelolaan perguruan tinggi. Payung  hukum ini sangat mendesak agar upaya mencari solusi tentang penyesuaian kembali posisi BHMN (Badan Hukum milik Negara), sebagai perguruan tinggi yang otonom akan  mengalami perubahan peran yang signifikan. Dipihak lain, dengan perubahan itu maka pengaturan hubungan antara Yayasan Pendidikan dengan Perguruan tinggi swasta secara internal akan mencari momentum titik temu, sehingga fenomena perselisihan internal ini juga dapat di-reduksi dimana harmonisasi kemitraan  yayasan dan lembaga pendidikan tinggi,  dapat tercapai.
Berdasarkan UU no. 22 tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah kabupaten/kota memiliki kemandirian di dalam mengelola daerahnya  masing-masing, termasuk mengelola  pendidikan dasar/menengah. Akan tetapi khusus untuk pendidikan tinggi tidak  diserahkan kepada Pemerintah daerah, karena menurut UU Sisdiknas, pasal 50 ayat(6), menyatakan bahwa perguruan tinggi menentukan kebijakannya sendiri di dalam pengelolaan pendidikan dan lembaganya. Sangat diharapkan kontribusi Pemerintah daerah di dalam pemberian fasilitas, akses kerjasama ke sector produktif  maupun pengelolaan sumber daya alam di dalam pengembangan modal capital sumber daya isani.
 
3.      Kesehatan organisasi
Perguruan tinggi diharapkan mampu mendorong pertumbuhan daya saing melalui pemanfaatan dan pengembangan Ipteks,melalui penyelenggaraan perguruan tinggi, membentuk insane yang bermoral / ber akhlakul kharimah, menjaga pelaksanaan demokrasi yang bermartabat serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Organisasi yang sehat memungkinkan perguruan tinggi menjalankan kegiatannya  sesuai dengan visi misi yang ditetapkan  serta memenuhi kebutuhan stake holders.


Faktor-faktor manejerial yang mendukung terwujudnya  organisasi perguruan tinggi yang sehat antara lain adalah:
a.       Lembaga yang bertanggung jawab  terhadap kualitas maupun integritas  civitas akademika.
b.      Kepemimpinan yang kuat yang dihasilkan dari sitem pemilihan Meritokrasi.
c.       Pengelolaan keuangan yang terbuka dan akuntable.
d.      Pengambilan keputusan yang berdasarkan  informasi data yang akurat.
e.       Evaluasi kinerja dan perencanaan sumber daya manusia.
f.       Sistem kendali internal dalam aspek akademik, pengelolaan asset maupun financial.
Sifat perguruan tinggi yang nirlaba akan akan menjamin pemberian   peluang yang sama kepada peserta pendidikan tanpa diskriminatif. Oleh sebab itu tujuan mencerdaskan anak bangsa sebagai cita2 yang menjadi tanggung jawab pemerintah telah termaktub di dalam alinea ke empat Pembukaan UUD 1945. Dengan telah di anulirnya UU BHP maka orientasi pendidikan selama ini yang dianggap bergeser dari pengertian di atas seyogianya di kembalikan kepada orientasi pendidikan yang  adil dan pro rakyat.
Oleh sebab itu yang merupakan kebutuhan mendesak sekarang adalah untuk merumuskan pembuatan UU pendanaan ‘/lembaga korporat nirlaba milik pemerintah, karena sesuai dengan UU Sisdiknas, bahwa tanggung jawab pendidikan secara umum bukan hanya dibebankan kepada pemerintah akan tetapi merupakan tanggung jawab bersama antara masyarakat dan stake holders. Dan satu hal lagi yang perlu diperhatikan adalah perlunya amandemen tentang UU perpajakan  agar ada pembebasan pajak bagi dosen pelaksana penelitian di perguruan tinggi sehingga kegairahan untuk meneliti bagi peneliti muda lebih meningkat.
Untuk menjawab tantangan masa depan, perguruan tinggi seyogianya menggunakan pendekatan  shared and participatory approach  di dalam penyelenggaraan pengelolaan perguruan tinggi. Pendekatan tersebut mempunyai 2 hal penting yaitu;
a.       Rasa pemilikan dan tanggung jawab yang tinggi
b.      Penggalangan partisipatif dari seluruh civitas akademika.
Di masa datang, penjaminan mutu di suatu perguruan tinggi menjadi suatu  indicator kesehatan organisasi dan kinerja akademik suatu perguruan tinggi. Kualitas suatu perguruan tinggi tidak hanya karena diakui oleh pemerintah, akan tetapi lebih karena  hasil akreditasi penilaiannya diakui oleh masyarakat dan stake hoders, sebagai  hasil implementasi penjaminan mutu.


Dari ketiga aspek HELTS  diatas, maka pertama, diperlukan satu strategi untuk menggalang kerjasama dan kemitraan dengan pihak lain dengan melakukan  benchmarking, yang  diarahkan kepada penggalangan sumber daya yang berbeda. Secara khusus kemitraan tersebut juga dilakukan dengan Lembaga pemerintah, industry dan dunia usaha. Kedua, melakukan program nurturing untuk membantu perguruan tinggi yang lemah namun memiliki keinginan yang kuat untuk berkembang.
Untuk menentukan Program formulasi, yang perlu ditindak lanjuti  adalah penggabungan lembaga penelitian dan pengabdian masyarakat menjadi Litbang yang berbasis  R&D, menumbuhkan budaya meneliti dikalangan civitas akademika serta melindungi hasil penelitian oleh HAKI dan memasarkannya pada masyarakat pengguna.

EVALUASI. Evaluasi kinerja untuk mengetahui tingkat  kemandirian perguruan tinggi  terlebih dahulu  merumuskan indicator kinerja  sbb;
Ø  Peringkat mutu penelitian (Tranver of Knowledge, adaption, innovation, invention, discovery).
Ø  Cakupan bidang  penelitian.
Ø  Dana
Ø  Hasil penelitian. Produk unggulan yang memperkuat R&D, telah  dihasilkan oleh Program Hibah bersaing yang dilaksanakan oleh ITB, 1). Berupa penelitian sisa debu
Terbang yang dihasilkan oleh produksi/industry tertentu, yang dimodifikasi menjadi bahan batuan yang dapat digunakan untuk bangunan di Bulan oleh  NASA (daya tahan s.d 100 tahun), 2). Bantalan kereta api yang terbuat dari campuran semen.
Ø  Produk unggulan lainnya seyogianya mendapatkan respons dari pihak Industri yang berdampak kepada pemberian royalty kepada perguruan tinggi yang mendapatkan paten  HAKI  guna  menunjang  pengembangkan mutu  penelitiannya untuk masa depan di perguruan tingginya masing=masing.

 Meningkatkan kapabilitas penelitian ;
Ø  Untuk memberikan kersempatan seluas-luasnya kepada dosen muda maka dikeluarkan kebijakan penelitian agar  dosen yang sudah mencapai starata S3 tidak diperkenankan mengikuti Penelitian yang diperuntukkan kepada pembinaan Dosen muda. Akan tetapi justeru dana penelitian untuk Doktor lebih ditingkatkan.
Ø  Perlu penggalangan kerjasama dengan stake holder termasuk perguruan  tinggi di luar negeri.
a)      Internal scanning. Masih lemahnya inovasi, difusi, perekayasaan &alih teknologi  dan masih kurangnya kontribusi ipteks terhadap produktivitas nasional. Perlu penguatan jaringan penelitian antar lembaga litbang dan sector swasta.
b)      Eksternal scanning. Perlunya transver teknologi dengan pembagian imbal jasa. Masih rendahnya investasi  pengembangan SDM dibanding Negara lain. Ketertinggalan perekonomian nasional (tingkat pertumbuhan ekonomi masih satu digit berdampak kepada  lemahnya daya saing bangsa).
c)       Sembilan langkah strategic planning ( 1.business vision, mission, 2.internal environmental analysis, 3.eksternal environmental analysis, 4. Goal formulation, 5.strategy formulation, 6. Program formulation, 7. Implementation, 8. Evaluation,9.feed back ), dilaksanakan secara  konsisten di dalam rangka pencapaian manajemen yang ber orientasi hasil.
d)      Di dalam rangka evaluasi program, pemantauan dan umpan balik dapat dilihat apakah disebabkan kesalahan implementasi ataukah kesalahan kebijakan. Di dalam rangka evaluasi  dan pemantauan dapat memberikan masukan terhadap penyusunan rencana masa datang.      



KESIMPULAN DAN SARAN.
1.      Pendidikan tinggi lebih bersifat sebagai barang privat (privat goods) daripada barang  public ( public goods ). Oleh sebab itu tanggung  jawab pembiayaan pendidikan seyogianya dipikul oleh tiga pihak yaitu a).pemerintah, b) masyarakat, c) sector produktif nasional. Untuk menghasilkan lulusan program sarjana yang dapat bersaing dengan lulusan perguruan tinggi luar negeri seyogianya dapat menaikkan dana rata-rata yang di-alokasikan pemerintah yang selama ini senilai Rp. 3,17 juta/mahasiswa/tahun ditingkatkan menjadi Rp. 18,1 juta/mahasiswa/tahun.
2.      Sesuai dengan misi pendidikan yang diamanatkan oleh UUD 1945, Bab XIII, pasal 32 ayat (4 ), tentang peran strategis perguruan tinggi untuk membangun fondasi meningkatkan daya saing bangsa, perlu adanya dukungan pemerintah dalam hal sbb;
a)      Perlu diterbitkannya UU/PP tentang Pendanaan bagi korporat nirlaba untuk mengatur bentuk hibah blok.
b)      Ketentuan perpajakan yang dikhususkan bagi penyelenggaraan pendidikan dan atau penelitian.
c)       Perlu dorongan Pemerintah agar R&D Industri berkaloborasi dengan Litbang Perguruan tinggi.
d)      Pendidikan  dan pengajaran yang bersifat kognitif  di Perguruan  tinggi, lebih di fokuskan kepada pengembangan soft skill  mahasiswa untuk meningkatkan kreatifitas, inovasi, tim building serta kepemimpinan mahasiswa. 
 
3.      Dengan telah di anulirnya UU BHP oleh Mahkamah konstitusi RI, maka diperlukan  adanya payung baru secara konstitusional yaitu PP tentang Pendidikan tinggi  untuk menggantikan PP no. 60, th 2000 dan PP no. 61 th 2000.
4.      Untuk mencapai hasil yang optimal didalam penyelenggaraan kinerja organisasimenuju  good governance,  diperlukan paradigm baru dari orientasi proses menuju orientasi hasil. Di dalam era keterbukaan sekarang ini  diperlukan akuntabilitas public yang mampu melakukan penilaian dan kritik terhadap berjalannya manajemen birokrasi secara efektif dan efisien.

5.      Masih diperlukannya HELTS ( Higher  education Long Term Strategy ) terbarukan, tahun 2010 – 2015. Yang difokuskan kepada dua hal  utama yaitu a) Masuknya Perguruan Tinggi Indonesia pada 500 PT dunia maupun 100 PT  Asia, b) Terlaksananya Transfer teknologi kepada bidang-bidang Teknologi  terapan, Teknologi madya, yang hasilnya dapat meningkatkan  nilai tambah  bagi  pendapatan masyarakat, utamanya kesejahteraan rakyat.

 DAFTAR PUSTAKA
1.      Strategi Jangka Panjang Pendidikan Tinggi 2003 – 2010  (HELTS)
(Meningkatkan peran serta masyarakat)
Oleh; Dirjen Dikti, Prof DR. Satryo Soemantri  Brojonegoro
Jakarta April 2004.
2.      Idem, (mewujudkan perguruan tinggi yang berkualitas).
3.      Idem, (Menuju sinergi Kebijakan Nasional.)
4.      Manajemen Strategik “Menganalisis Strategi untuk Southwest Airlines”
DR. Gatut L. Budiono MBA, ( Bahan kuliah).
5.      Strategic Planning Process, DR. Gatut Buiono MBA, (Bahan kuliah).

 Kualitas  pdd Tinggi (lampiran 1.)
Parameter
Nilai Max 100
Peringkat  dari
30 negara

Daya saing Bangsa
     
      13,3
       
        28
Ø Indicator ekonomi mak
Ro.
     
       28
       
        24
Ø  Kebijakan pemerintah menigkatkan daya saing.
      
      16,9
       
        27
Ø  Perilaku inovatif, tanggung jawab dan profitabilitas lembaga.
       
       6,1
       
         30
Ø  Kontribusi sains, teknologi dan SDM ter
Hadap dunia usaha.
       
        9,6
        
          30
    


(POSISI INDONESIA DALAM PERINGKAT DAYA SAING
DIANTARA NEGARA-NEGARA BERPENDUDUK DIATAS
                        20 JUTA)
-------------------------------------------------------------------------

 INDIKATOR DAN OUTCOMES LITBANG
(SUMBER : ADB, 2003) Lampiran 2.
Negara
Jumlah R & D/juta pdd (’85-’95)
Jumlah paten yang dihasilkan
(’96).
Jumlah jenis eksport(tekn. Tinggi/manufaktur)
’97.
Indonesia
20
-
Malaysia
87
12
67
Filipina
1299
4
12
Singapura
2728
88
71
Thailand
119
11
43



PERINGKAT PENDIDIKAN TINGGI TINGKAT DUNIA & ASIA. ( Lampiran  3. )
Negara
   500 PT
Terbaik dunia
Negara
    100 PT
Terbaik asia
1.     AS
2.     Inggris
3.     Jerman
4.     Jepang
5.     Kanada
6.     Perancis
7.     Australia
8.     Belanda
9.     Cina
10. Korsel
11. Hongkong
12. Taiwan
13   India
14. Selandia Baru.
15. Singapura
16.  Turki
17.  Indonesia
159
42
41
36
24
22
13
12
9
8
5
5
3
3
2
2
0
1.     Jepang
2.     Australia
3.     Cina
4.     Korsel
5.     Israel
6.     Hongkong
7.     Taiwan
8.     India
9.     New zaeland
10.  Singapura
11.    Turki
12.    Indonesia
 36
13
9
8
6
7
3
3
3
2
2
0


BIAYA MHS/TAHUN, PERBANDINGAN ANTAR NEGARA. (INDONESIA = 3,17 JUTA).Lampiran  4.
NEGARA
Biaya/mhs/tahun
Eq. rupiah
Amerika dan Kanada
US $   20. 000
Rp. 170 juta
Jepang dan Inggris
Us $ 10. 000
Rp. 85 Juta
Perancis dan Italia
Us $ 6000 - 7000
Rp. 51- 60 juta
Malaysia
Rp. 29 – 111 juta
Singapura
Rp. 90 -400 juta


PERBANDINGAN  PENDANAAN PT DI DUNIA
(Lampiran 5.)
NEGARA
Prosentase alokasi
1.     Cina
69, 30
2.     India
92,50
3.     Malaysia
53,60
4.     Filipina
14,80
5.     Srilangka
64,00
6.     Vietnam
86,10
7.     Indonesia
12,30 - 20



2 komentar:

  1. Dengan mengejar ketertinggalan ini dengan sistematis mungkin fakta ini bisa dirubah. Semoga bangsa melahirkan pemikir-pemikir unggul yang berperan untuk pembangunan indonesia..!!

    BalasHapus
  2. Setuju dibutuhkan pememimpin kuat dan pro rakyat untuk membangun Indonesia baru dimana kabinetnya terdiri dari para ahli dibidangnya (zaken cabinet)bukan kader partai yg asal2an tidak punya kompetensi. Syarat lainnya adalah berantas korupsi sampai keakar2nya, dan perbaiki total sistem perekonomian yang berbasis pasal 33 UUD 1945. Go !! (Thanks komennya)

    BalasHapus