Kalam
Pembentukan Sekretariat bersama Partai Koalisi Kabinet Indonesia Bersatu II yang digagas oleh SBY bisa mengacaukan konstitusi, (kompas 12 mei 2010) ditengarai secara tidak langsung membonsaikan fungsi DPR RI yang seharusnya menjadi clearing house untuk membahas aspirasi rakyat dan menyelesaikan problem-problem kenegaraan sesuai dengan mekanisme demokrasi yang sudah ada.
Sejarah terbentuknya Sekber Golkar di era Orde baru pada tahun 1964, yang semula merupakan gabungan dari ormas-ormas seperti Kosgoro, Soksi, MKGR, ormas Hankam dsb, dimaksudkan oleh Angkatan Darat untuk melawan kekuatan komunis. Dan ternyata apa yang terjadi kemudian adalah Sekber Golkar sebagai suatu kekuatan baru yang dahsyat telah mengendalikan Indonesia selama 32 tahun kekuasaan orde baru, yang dikomandoi oleh Soeharto sebagai Ketua Dewan Pembina.
Kemenangan Sekber Golkar pertama kali dimulai dengan memenangkan Pemilu 1971 dengan perolehan suara sebesar 62,8 %. Walaupun setahun kemudian pada Mukernas Sekber Golkar, diputuskan bahwa Sekber berganti nama menjadi Golkar, dan keanggotaan tidak merupakan representasi massif tetapi beralih kepada perorangan, namun eksistensi Golkar sebagai kekuatan penyeimbang yang kemudian menjadi pelopor Front nasional bersama-sama Ormas pendukung mampu menyusun kekuatan untuk duduk di Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara. Dan sejak itu seorang Ketua umum Golkar dipegang oleh seorang purnawirawan ABRI.
Apakah tidak mungkin kolusi Sekber seperti dulu yang mengukuhkan dominasi dan hegemoni Dwi fungsi ABRI sekarang beralih menjadi Dwi fungsi penguasa – pengusaha? Disisi lain proses Demokratisasi yang berjalan selama ini 'on the track' sekarang berubah hanya menjadi stempel semata? Sekber secara nyata menjadi organisasi tanpa bentuk (OTB) yang mewadahi partai–partai koalisi, yang fungsinya meng kooptasi semua persoalan kenegaraan yang dianggap strategis. Sekber punya kekuatan untuk memanggil para menteri melalui ketua umum nya SBY yang ternyata adalah Presiden RI. Sekber juga bisa memanggil ketua umum Partai politik koalisi dan memberi pengarahan sesuai dengan kemauan pemerintah untuk mendukung suatu kebijakan pemerintah.
Secara perlahan tapi pasti bahwa dinamika Demokrasi yang gaungnya terdengar dinamis akan menjadi senyap. Partai oposisi yang di- komandani oleh PDIP, Hanura, Gerindra menjadi tidak berdaya di dalam pemungutan suara Rapat Paripurna DPR. Makna Musyawarah untuk mufakat telah diganti dengan pengambilan keputusan jalan pintas (instan) tanpa repot ber dialog, lobby dan melakukan pendekatan persuasive sebagaimana yang selama ini telah berjalan positif.
Pemikiran yang di godok secara komprehensif – integral berganti menjadi pemikiran sea-rah yang sudah diputuskan diluar sidang dan tinggal membacakan saja. Semua di rekayasa sesuai selera petinggi Sekber. Dimana tanggung jawab anggota DPR kepada konstituen? Bukankah ini mirip Negara di dalam Negara?Bukankah ini merupakan tindakan anomaly yang berusaha merusak tatanan system kenegaraan termasuk implementasi Trias politica yang salah? Inikah terobosan untuk menghidupkan "komunikasi" Partai-partai koalisi gemuk di dalam system Presidensial setengah hati? Apa sih maunya Golkar?, Ada apa dibalik ini?
Di dalam Blog ini saya masukkan tulisan Tamrin Amal Tomagola seorang dosen Fisipol UI,(Kompas 11 Mei 2010), yang saya anggap menarik sebagai pemikiran banding atas apa yang menjadi polemic menyikapi persoalan politik kenegaraan yang actual dewasa ini. Salam. (a.m.a)
Aburizal Bakrie, ketua umum Partai Golkar pilihan Munas di Riau tahun lalu, ternyata sungguh-sungguh mulai menepati janjinya di depan Munas Riau. Dihadapan keluarga besar Partai Golkar, ia berjanji mengerahkan seluruh sumber dayanya untuk mengembalikan kejayaan yang pernah diraih Sekretariat Bersama Golongan Karya, Sekber Golkar, dalam lebih dari tiga decade dipanggung perpolitikan nasional.
Pada 6 mei lau di Cikeas, secara cerdik dan telak ia berhasil mengunci kesepakatan politik dengan pensiunan Jenderal Bambang Susilo Yudoyono di markas-kebijakan Partai Demokreat (PD)itu.Bermodalkan kecerdikan pembacaan peta politik dan karakter personal SBY serta disertai dengan maneuver licik, terukur dan dingin ( sherewedness ), Ical sapaan akrabnya, berhasil menekuk Jenderal asal pacitan ini untuk menerima kenyataan bahwa hanya dengan mengandalkan hubungan yang bersahabat dengan Golkarlahg pemerintah SBY-Boediono bisa selamat sampai tahun 2014.
Posisi sebagai ketua harian Sekber Koalisi akan memberi kesempatan yang luas bagi Ical untuk mengulang kisah sukses Sekber Golkar pada awal Orde Baru. Selamat datang Sekber Golkar Plus, gabungan pragmatis antara para politisi Soehartois Orde Baru yang promodal dengan politisi oportunis, miskin karakter, produk reformis yang telah melupakan rakyat.
Bukan tandingan
Sudah sangat jelas sejak awal reformasi, 12 tahun lalu, bahwa sebagai akibat tekanan pengerdilan terhadap parpol di era Orde Baru, satu-satunya Parpol yang paling kokoh secara institusional, organisasional dan kepemimpinannya adalah Golkar. Demikian kenyalnya kekokohan Golkar dalam hampir semua bidang kelembagaan sehingga, walaupun partai Beringin ini babak belur diterpa badai reformasi, ia tetap membandel tegak walau agak oleng. Begitu badai reformasi mulai mereda, Golkar bangkit kembali secara bertahap. Walau terus mengalami penyusutan perolehan suara dalam tiga pemilu sejak 1999, partai Golkar ogah dihabisi dengan mudah.
PD dan Partai Keadilan Sejahtera adalah dua Parpol pendatang baru produk demokrasi yang sampai titik tertentu mampu mengembangkan kekokohan institusional, organisasional, kepemimpinan ala Golkar. Namun tetap saja sama sekali belum menyamai Partai Golkar. Karena itu, dalam dinamika Sekber Golkar Plus sampai dengan 2014 akan sangat diwarnai secara kuat oleh kepemimpinan Golkar dalam kendali Ical. Baik cetak biru maupun warna biru kebijakan pemerintahan pemerintahan SBY-Boediono akan kian memudar teralingi oleh warna kuning yang diperkirakan akan kian asertif dalam forum Sekber Golkar Plus.
Paling tidak ada tiga keunggulan tak tertandingi yang dipunyai Golkar saat ini dibandingkan dengan anggota koalisi lain. Pertama, dalam kualitas ketegasan arah kepemimpinan. Dalam hal ini, nyaris tidak satu pun dari jajaran pimpinan parpol-parpol sekarang ini yang dapat menandingi kualitas kepemimpinan Ical, syahdan SBY sekalipun. Ketegasan dan kelugasan kepemimpinan Ical ini sangat kentara bedanya, seperti langit dengan bumi, dengan ketegasan yang diperagakan SBY dalam sengkarut skandal Bank century.
SBY cenderung diam, menunggu arah angin, safety first, hanya bertindak saat semua sudah kasep. Pernah sedikit bergeming membela integritas dan profesionalitas Sri Mulyani Indrawati dan Boediono, tetapi ini pun hanya seumur jagung. Berpura-pura tegas memerintahkan penindakan para pengemplang pajak, tetapi hanya sebentar saja. Tiba-tiba loyo berhadapan dengan kartu-kartu as se-troly yang dilemparkan Ical plus Golkar.Sebaliknya, Ical sedari awal menegaskan pemisahan lugas antara bisnis pribadinya dan entitas partai Golkar. Tegas mengintruksikan , usut kasus Bank Century hingga tuntas lewat koridor politik kemudian ke koridor hukum. Kartu-kartunya dibuka jelas transparan di atas pentas politik.
Kedua,keunggulan kualitas kader. Tertempa selama lebih dari lima decade, Golkar berhasil membangun system dan mekanisme pengaderan berjenjang yang sudah sangat mapan. Para kadernya gesit di lapangan, cermat mengatur administrasi perkantoran, serta andal memimpin rapat-rapat organisasi. Butir-butir keunggulan kader-kader Golkar ini sama sekali tidak teramati dikalangan kader-kader PD. Kader yang dijagokan di Senayan bahkan memimpin rapat paripurna saja tidak becus.
Terlepas daripada mayoritas kursi yang dikuasai, kader-kader PD sangat kedodoran, baik dalam wawasan politik, pengetahuan tentang system dan mekanisme legeslatif maupun ketrampilan teknis sebagai wakil rakyat. PD yang hanya unggul dalam dimensi quantity of participation, tetapi jauh terpuruk dalam quality of participation (Habermas, 1980). Mungkin kader PD yang cukup mendapat respek hanyalah SBY sendiri dan Anas Urbaningrum, Bahkan SBY bukan hanya kader tunggal unggulan, ia sudah identik dengan PD itu sendiri. Kenyataan ini akan sangat memurukkan atau paling krang merepotkan PD bila SBY lengser secara konstitusional pada 2014. Bisa–bisa perolehan suaraPD kembali terpuruk keangka sekitar 7 persen seperti di Pemilu 2004.
Ketiga, karena SBY identik dengan lembaga PD itu sendiri, system dan mekanisme kelembagaan PD relative tidak terbangun sama sekali. Semua menunggu isyarat, restu, dan komando dari sang jenderal. Bila tidak menerima satupun dari ketiga hal itu, PD sebagai organisasi tidak bergerak. Feodalisme komando ini sangat merugikan PD dalam jangka panjang. Sebaliknya partai Golkar,seperti sudah dikemukakan sebelumnya, mesin organisasi kelembagaan sudah sabgat jelas dan mapan. Apabila nanti SBY lengser pada 2014, bukan tidak mungkin akan terjadfi eksodus besar-besaran, bedol partai, kembali bergabung dengan Golkar karena sebagian besar pengurus dan anggota PD berkampung halaman di desa beringin.
Kudeta halus Golkar?
Dengan akan dominannya, figur Ical bersama Golkar dalam Sekber Golkar Plus ini, secara tersirat sebetulnya dapat dimaknai sebagai kudeta halus Golkar. Dalam perumusan kebijakan-kebijakan nanti, Sekber Golkar Plus ini praktis akan menjadi kuda tunggakan politik untuk kembali berkuasanya Golkar pada 2014.
Bagi Indonesia, terbentuknya Sekber Golkar Plus akan sangat berdampak jauh. Berkumpul dan bersatu kembalinya para suhartois Orde baru plus oportunis produk reformasi dalam wadah Sekber Golkar Plus adalah benar-benar berita buruk bagi Indonesia, baik sebagai negeri maupun bagi rakyat wong cilik. Dengan segala keunggulan partai Golkar tersebut diatas, partai ini justru menjadi sangat berbahaya.
Indonbesia akan semakin dikuras baik oleh modal internasional maupun modal nasional. Kasus-kasus Lapindo dan Freeport akan semakin marak merusak lingkungan dan menyelengsarakan rakyat. Faisal Basri (kompas 10 mei 2010) merumuskan dengan sangat tepat : "Indonesia akan kembali terjerembap kedalam cengkeraman dwi fungsi yang lebih bengis dari dwi fungsi militer Orba, bernama dwi fungsi pengusaha-penguasa."
Relakah anda? Hanya ada satu kata :"lawan dwi fungsi bengis pengusaha – penguasa ini"! Caranya; masyarakat sipil pejuang setia reformasi, khususnya para aktivis LSM dan Ormas harus mampu menyingkirkan hal sepele, apalagi yang bersifat personal, dan kemudian berupaya membentuk suatu "common political flatform" yang menempatkan kepentingan Indonesia sebagai negeri dan rakyatnya pada tempat utama yang pertama diatas segala- galanya Indonesia first! Utamakan Indonesia dalam pikiran , sikap, kata ataupun perbuatan. Senandungkan "Indonesia Raya" di mana saja anda berada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar