Jumat, 07 Januari 2011

SINGA PODIUM (yang teduh), DARI MEDAN

(Memperingati usia 80 tahun Drs. Osman Simanjuntak)
Oleh : Drs. Abdul Muin Angkat, M.M.

Kalam.

Pada tanggal 27 desember 2010, saya mendapat surat dari Medan, yang dikirim oleh Bung Bonggas Simanjuntak yang mewakili putra putri Pak Osman Simanjuntak, merencanakan menerbitkan buku yang berjudul: "Perjuangan dan Pengabdianku" yang akan diterbitkan pada bulan maret 2011 yad., dalam menyambut usia yang ke 80 tahun. Di dalam bagian kedua buku tersebut, akan berisikan tulisan tentang pandangan dan pendapat teman, sahabat dan orang dekat beliau, yang mengenal sosok Pak Os seperti sering saya panggil selama ini.

Saya merasa mendapat kehormatan yang tinggi, sehingga saya segerakan menulisnya persis diawal tahun 2011, sebagai penghargaan atas komitmen, keberanian dan kejujuran beliau sebagai politisi dan tokoh kosgoro yang loyal, menjadi panutan, ditengah krisis kepemimpinan Bangsa dan degradasi moral para politisi muda yang haus kekuasaan dan materialistik. Tokoh Osman Simanjuntak adalah senior saya, teman seperjuangan Mas Isman alm., eks Komandan TNI Brigade 17/detasemen I Trip (Tentara Republik Indonesia Pelajar) Jenderal yang menjadi komunikator rakyat pendiri Kosgoro. Sedangkan Pak Os, adalah eks Tentara Pelajar (TP), Sumatera Utara, yang mempunyai akses ke Tentara Pelajar Jawa tengah yang dikomandani oleh Mas Martono. Sebagaimana diketahui gabungan Tentara Pelajar Jawa tengah dan Trip Jawa Timur membentuk Brigade 17 dengan kesatuan lainnya.

Tulisan ini saya masukkan di Blog saya untuk memperkaya visi dan pemahaman 'orang-orang muda' sekaligus sebagai sumber ketauladanan bagi pemimpin masa depan bangsa.(a.m.a)

Apa yang teringat dari sosok pejuang yang sederhana, Pak Osman Simanjuntak profil pendidik yang mengayomi, keras, tapi sebenarnya teguh dalam prinsip, luwes dalam penampilan? Ada dua sisi yang terpadukan dalam kehidupan Pak Os (saya memanggilnya demikian), antara dunia pendidikan dan dunia politik, seperti air yang mengalir. Dari dunia pendidikan Institut Keguruan Ilmu Pendidikan Medan, tempat beliau mengabdi, menjadikan proses transfer ilmu pengetahuan berjalan simultan sebagai sumber inspirasi dan pemikiran yang tak pernah habis.

Seorang ilmuan yang memperkokoh jati dirinya di dalam kapasitas dan kompetensi seorang pendidik namun secara tak terasa diseberang sana beliau berdiri, memasuki celah dan kisi-kisi 'pertarungan' politik yang sangat keras, tapi dengan kesejukan pandangan yang mengayomi. Pak Os sangat rasional dan kritis, sehingga kalaupun Pak Os bicara agak keras (nadanya), tapi dapat dipastikan bahwa lawan debatnya dapat memahaminya karena alasan yang dikemukakan sangat logis dan rasional. Pak Os dijuluki 'singa podium' kalau sedang bicara di mimbar politik.

Sering Golkar pada masa Amir Moertono dan Benny Moerdani, menganggap Kosgoro terlalu kritis mengkritik, padahal yang melahirkan Sekber Golkar adalah Kosgoro sendiri, Tentu yang berada di depan adalah Pak Os yang selalu menjadi jubir Kosgoro, baik sewaktu Mas Isman masih ada, maupun masa kepemimpinan Pak martono. Walaupun beliau akademisi, tapi bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa rakyat yang terang, lugas, tanpa bertele-tele. Sama dengan Mas Isman, beliau mempraktekkannya bahasa rakyat secara in-concreto itulah bahasa Kosgoro.

Dari langkah-langkah politik yang dijalani Pak Os sejak dari anggota DPRD Sumut, sebagai ketua Pimpinan Daerah kolektif Kosgoro Sumatera utara, sampai menjadi anggota DPR RI fraksi Golkar, kepemimpinan Pak Os sudah teruji di lapangan. Sebagai eks Tentara pelajar Sumatera utara, militansi dan daya juangnya tentu mempunyai 'krenteg' yang sama dengan eks pelajar pejoang Trip Jawa timur, eks Tentara pelajar Jawa tengah serta eks Tentara pelajar Jawa barat.

Satu-satunya Tentara pelajar bersenjata di dunia hanya ada di Indonesia, diantara dua Negara lainnya seperti Vietnam dan Aljazair yang merdeka karena perang. Menurut Mas Isman sekitar 5000 pelajar/mahasiswa telah ikut mengangkat senjata dalam perjuangan perang kemerdekaan sejak 1945 sd 1950. Tak salah rombongan mahasiswa Filipina yang dipimpin oleh putra Magapagal, pada tahun 1949, napak tilas dari Gabru, Wlingi sampai ke Malang untuk melihat secara dekat basis perjuangan pada masa gerilya Tentara pelajar bersenjata Trip Jawa Timur. Mereka sangat bangga terhadap perjuangan pelajar bersenjata satu-satu nya di dunia.

Pengenalan pertama saya dengan Pak Os ketika saya sebagai moderator, mendampingi beliau, pada tahun 1980–an, dimana DPP Generasi Muda (GM) Kosgoro melaksanakan Forum orientasi dan Tatap Muka (Forta) untuk Indonesia bagian Barat, di hotel Transera, Gambir Jakarta. Forta adalah semacam kaderisasi untuk memahami Pedoman Perjoangan kosgoro serta memperluas visi kebangsaan dari perspektif Ipoleksosbud-hankam. Pak Os ditunjuk Mas Isman selaku Ketua Umum dan pendiri Kosgoro, untuk memberikan ceramah tentang Relevansi pengabdian, Kerakyatan dan Solidaritas terhadap pembangunan bangsa.

Pak Os yang bangga dengan kader-kader mudanya, begitu sejuk memberi dorongan dan nasehat kepada kader-kader muda yang kala itu sangat progresif dan militant. Dengan saling asah, asih, dan asuh Pak Os akhirnya mengakui bahwa peranan GM Kosgoro berhasil membesarkan Kosgoro dengan semangat joang yang tinggi. Bung Jhony Baginda sebagai eksponen dan Deklarator GM Kosgoro, saat itu secara kritis meng evaluasi bahwa pada masa itu PPK Kosgoro mengalami stagnan, dan di isi oleh GM.

Dengan penuh kerendahan hati yang sangat familiar, Pak Os memberikan semangat, bahwa di dalam alam demokrasi, . . . " berbeda pendapat adalah fitrah, karena lawan berdebat adalah teman berpikir" - - keindahan alam demokrasi hanya bisa dirasakan apabila di dalamnya mengendap kejujuran, keterbukaan dan keikhlasan. Barangkali itulah kalimat yang sangat berkesan selama ini yang di tularkan oleh Pak Os, kepada anak-anak muda Kosgoro, kita hanya berlawanan di ruang rapat, di luar rapat kita bersaudara, sehingga budaya kritis dan keterbukaan itu merebak sampai sekarang. Bahkan beliau dengan guyonannya sering memberikan 'joke', bila ketemuan dengan teman-teman DPR di senayan, mereka dari partai lainnya sudah paham, akan perbedaan dan karakteristik politisi yang berasal dari Kino mana.

kalau mau tahu, ciri-ciri orang kosgoro adalah.. bila orangnya kritis, kumel dan sederhana, dan sering lupa sisiran, contohnya Sarwono (mantan Menteri Lingkungan hidup), (hahaha semuanya ketawa). Kalau orangnya perlente, pakai dasi, rapi, pasti orang Soksi, dan kalau orangnya santun, agamis, dan suka kompromi, pasti MKGR. Memang hegemoni Golkar dengan dukungan Tri Karya pada masa itu sangat luar biasa, karena dari 244 anggota parlemen 34 orang berasal dari Kosgoro. Dan saya masih ingat ketua paguyuban DPR RI – asal Kosgoro adalah Bung Ben Silitonga (anak buahnya Pak Os), sangat rajin memberi kostribusi bulanan, ketika itu saya sebagai sekretaris Grup Diskusi Nasional Kosgoro, dan diketuai oleh Sarwono Kusumaatmadja.

Menurut pendapat saya sejujurnya, Pak Os berhasil menempa kader-kader muda di Generasi Muda Kosgoro Sumatera Utara sebagai kader yang militant, nasionalis, berani, kritis dan konsisten terhadap nilai-nilai perjuangan Kosgoro yang dikomandoi oleh mas Isman. Mas Sutarjo, bung Muhyir Hasibuan, Bung Mahmuddin Lubis, Bung Sahdan, bung Wisnu, ditambah 7 s.d 8 orang kader Kosgoro yang duduk di DPRD Sumatera Utara, pada masanya. Tak salah bila setiap Rapat PPK yang diperluas, maka poros Sumatera utara (Pak Os), poros Sulawesi Selatan (Pak Yasin Limpo), dan poros Jawa tengah (Herman Nawawi) di tambah dengan DKI (pak Bendol alm.), menjadi peserta rapat dan barometer pengambilan keputusan pada hal-hal yang bersifat penting, yang diputuskan oleh Kosgoro di Pusat. Ketika Pak Jasin Limpo menceritakan kepada saya, bahwa posisi strategis Kosgoro sebagai poros tengah diantara NU dan Muhammadyah, maka 3 serangkai Pak Yasin, Pak Os, dan Pak Bendol adalah yang sering dipanggil Pak Harto, bersama Mas Isman ke Istana. Kekuatan Poros tengah Kosgoro, sebagai Ormas kebangsaan, sangat diperhitungkan, diantara dua Ormas Keagamaan besar adalah suatu kebanggaan, sejarah masa lalu dimana peran strategis Kosgoro sangat dibutuhkan menjadi kekuatan penyeimbang. Sayang posisi itu sekarang hilang tanpa bekas.

Masa kepemimpinan Amir Moertono, S.H. sebagai ketua umum DPP Golkar, periode 1978 sd 1983 posisi Kosgoro sebagai salah satu kino pendiri sangat kritis konstruktif menanggapi manuver politik Golkar pada saat itu. Dan, yang selalu ditunjuk oleh Mas Isman dalam Munas Golkar, untuk mewakili Kosgoro sebagai juru bicara, adalah pak Os, sehingga beberapa julukan khas untuk Kosgoro dianggap sebagai 'anak nakal' dalam keluarga besar. "Sepanjang Golkar tidak lari dari komitmen kerakyatannya, maka Kosgoro akan tetap memberikan aspirasi politiknya kepada Golkar" rupanya konstatasi ini cukup memerahkan telinga para petinggi di Golkar. Pada Mubes IV Kosgoro di Semarang, tahun 1978, tiga tokoh Tri Karya, Isman (Kosgoro), Soegandi (MKGR) dan Suhardiman (SOKSI) sebagai cikal bakal Sekber Golkar bergandengan tangan.

Dalam Mubes V Kosgoro tahun 1985 ketika diadakan reorganisasi badan-badan di dalam lingkungan Kosgoro, untuk menghindari tumpang tindih dan pemborosan, di adakan penggabungan Bamuhas (Badan Musyawarah Pengusaha) Kosgoro, dengan Kosgoro Business Group (KBG) dengan nama baru, HITA (Himpunan Wiraswasta) Kosgoro. Tidak salah kalau nama tersebut berhasil diloloskan oleh sidang komisi karena Pak Os, mengawalnya dengan rapi. HITA, adalah frasa kekitaan atau kebersamaan dalam bahasa Batak. Walaupun pada Mubes ke VI, HITA berubah lagi menjadi Bamuhas, tapi Pak Os cukup puas pernah menorehkan ide kewira usahaan (entrepreneurship) sebagai basis penting dalam kiprah pengembangan Kosgoro ke depan. Kedekatan hubungan pribadi antara Pj. Ketua umum, Martono yang juga merangkap sebagai Menteri Transkop, menggantikan Mas Isman, pasca wafatnya Mas Isman tahun 1982 memberikan warna kepemimpinan Pak Os selaku salah satu ketua, yang tegas kritis dan mumpuni di dalam mewarnai perjalanan Kosgoro.

Pada saat terjadinya perpecahan di tubuh Kosgoro antara kubu Hayono Isman yang menamakan dirinya Independen, dan kubu Agung laksono yang menamakan dirinya Kosgoro 1957, Pak Os kelihatan sangat terpukul. Diwajah beliau tidak tampak keceriaan seperti dulu. Beliau hanya memesankan agar ada orang yang dekat kepada Mas Agung dan dipertemukan dengan Mas Hayono Isman. Sesulit apapun tapi penyatuan kembali Kosgoro yang didirikan oleh Tentara Pelajar Pejuang TRIP, seyogianya mengadakan islah. Suatu hari, Pak Os disela-sela rapat Majelis pertimbangan organisasi di jakarta mengatakan, . . ."kami sebagai pejuang tidak pernah merasa ada dua Kosgoro, karena almarhum Mas Isman sebagai democrat tulen, tidak akan menyukai adanya perpecahan."

    Semoga apa yang diharapkan Pak Os, di usia yang ke-80 tahun, agar terjadi rekonsiliasi antara dua kubu yang terpecah, akan menjadi kenyataan. Waktu jualah yang akan membuktikan bahwa watak Mas Isman yang gandrung akan persatuan akan di gugu dan ditiru oleh kader-kadernya yang cinta damai dan demokratis. Semoga Pak Os diberikan kesehatan dan panjang umur oleh Tuhan YME, dan cita-cita, keteguhan prinsip, watak serta pengabdiannya kepada nusa bangsa menjadi api dan obor perjuangan bagi generasi penerus. Dirgahayu.
  












 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar