Kalam;
Mengapa industry strategis PT Krakatau Steel yang menjadi kebanggaan Bangsa Indonesia, yang susah payah di bangun oleh Bung Karno selaku ‘founding father’ bangsa, bersama Soviet Uni, beralih kepemilikan? PT KS yang menjadi pemasok bahan baja guna mensuplay industry hilir permesinan masa depan, harus dijual ke asing?Logika apa yang digunakan kalau bukan tindakan anasionalis? Informasi yang agak tertutup mensinyalir bahwa PT Krakatau sekarang (sejak September 2010), hanya memiliki 30% saham dan 70% telah diserahkan ke Posco sebuah perusahaan Korsel. Dilain pihak ada yang menyebut bahwa kepemilikan PT Krakatau masih 80 % dan asing 20%. Mana yang benar dari kedua informasi tersebut?
Terus terang saya tidak mengerti bagaimana anggota-anggota DPR periode 2004 – 2009 yang konon dipilih rakyat untuk membangun negeri ini tega meloloskan penjualan saham kepemilikan PT KS kepihak asing, dan semua nya dilakukan secara ‘diam-diam’. Apakah tidak ada control dari partai politik, untuk setiap anggota yang melakukan tindakan melawan hati nurani dan merugikan rakyat? Itu adalah tindakan sebelum isu Penjualan IPO merebak di bursa efek, dan yang sangat mengejutkan kita. Pemberitaan mengenai harga jual sangat rendah, sebesar Rp 840 sangat melukai perasaan apalagi 35 % diperuntukkan kepada asing. Kita juga tidak tahu peruntukan 65 % atau sekitar 3 juta lembar saham, siapa saja kelompok yang mendapatkan kesempatan emas itu, apakah termasuk para politisi yang bersekongkol melepas penjualan kepihak asing? Masih perlu pembuktian dan investigasi.
Pada sesi kedua, penjualan melesat mencapai selisih harga Rp 400,dari modal awal, dan investor asing ternyata melakukan aksi menjual kembali sahamnya dengan keuntungan, triliunan rupiah. Alasan Menteri BUMN sambil tertawa di TV mengatakan bahwa penjualan ini merupakan rencana yang sudah diperhitungkan membawa keuntungan bagi investor asing ‘memancing’ agar mereka tertarik untuk menanamkan sahamnya untuk jangka panjang. Ternyata yang terjadi kebalikannya, bukankah pernyataan ini merupakan penghianatan kepada rakyat, dan merugikan Negara?
Tak lebih apa yang dilaksanakan Negara saat ini adalah implementasi dari ‘washington consensus’ tentang 10 resep generic yang direkomendasikan kepada Negara berkembang pada saat terjadinya krisis ekonomi di amerika latin, (brazil, argentina, mexico). 3 pilar utama yang diprioritaskan adalah 1)kebijakan fiscal/pajak, 2)privatisasi BUMN, 3)liberalisasi pasar (market fundamentalism). Anehnya, Malaysia dengan contoh Petronas, mengalami kemanjuan yang mengesankan tanpa menjual BUMN nya kepada asing. Tidak seperti Indonesia, pemerintahnya tidak mau didikte karena prinsip kemandiriannya begitu kokoh sehingga secara professional mereka mengungguli Pertamina.
Apa yang sudah dipertontonkan Negara adi daya terhadap kegagalan kapitalisme, liberalism, dan Neo liberlisme adalah bukti keserakahan ‘manusia’ tentang pasar bebas, sehingga menimbulkan bangkrutnya 100 lebih Bank besar di Amerika termasuk Lehman Brothes yang usianya ratusan tahun.Pemerintah tidak mampu mengawasi krisis financial yang mengglobal. Mengutip Profesor Laurence Kotlikoff dari Boston University, dalam Jurnal Finance and Development terbitan IMF edisi September, menulis ; “utang AS saat ini mencapai 200 triliun dollar AS (1.791 kuadriliun), atau 14 kali lipat dari jumlah utang yang selama ini dipublikasikan” - - Kotlikoff menyebutkan, bahwa kondisi keuangan AS sudah jauh lebih parah dari Yunani, dan butuh penanganan radikal (kompas 16 nov 2010). Pada saat Negara-negara Amerika latin meninggalkan paham kapitalisme, liberalism dan Neoliberalisme, karena gagal membawa kemakmuran bagi negerinya asalnya, masihkah kita akan mengalami keterjerembapan yang sama, dengan meniru secara mentah-mentah dan taat kepada sebuah paham asing, yang telah gagal?.
Di dalam pokok pikiran keputusan Muktamar 1 abad Muhammadyah, yang disampaikan kepada Ketua MPR Taufik Kiemas (12/11 di Senayan), Din Syamsudin mengkonstatasi; “bahwa saat ini telah terjadi distorsi dan deviasi cita-cita nasional yang telah dirumuskan oleh pendiri bangsa - - -kita tidak mampu menerjemahkan cita-cita nasional dan mengatasi globalisasi” pungkasnya
Secara kritis kita mengamati bahwa sejak Rejim Orde baru, system perekonomian yang dilaksanakan adalah dualism antara system kapitalisme, liberalism dan sosialisme (Ekonomi kerakyatan). ‘Pembagian kue ‘ pembangunan yang di janjikan Soeharto pada saat itu hanya angan-angan dengan memberikan seluas-luas nya fasilitas kepada konglomerat Indonesia dengan mengharapkan trickle down effect. Kala itu Presiden Soeharto diam-diam sangat concern terhadap pembinaan pertanian, koperasi dan usaha menengah kecil.
Dalam tulisannya di Kompas 8 november 2010, Christianto Wibisono, menjelaskan bahwa dalam system ideology kapitalisme liberal barat, Anatole kaletsky, melalui bukunya “capitalism 4.0, the birth of new economy in the aftermath of crisis, ia membagi kapitalisme dalam empat tahap - - - dan pada tahap capitalism 4.0, tak perlu lagi dipertentangkan antara intervensi Negara dan prinsip pasar bebas, tak boleh ada ekstrimisme yang berdampak negative. Bujukan dan perangkap ini tentu patut di pertimbangkan secara hati-hati sehingga pemerintah bisa menerapkan ‘pasar’ yang regulative dan tidak bertentangan dengan ideology Pancasila.
Namun perbedaannya, pada periode pemerintahan SBY sekarang dilaksanakan tanpa tuntunan GBHN dan membengkaknya utang luar negeri lebih tiga kali utang Rejim Orde baru, sekitar 1. 7oo triliun. Menurut Ichsanuddin Noorsy, pengamat ekonomi dari LSKP, mengatakan bahwa terus naiknya nilai utang pemerintah akan mengancam stabilitas ekonomi dalam negeri;”utang naik merupakan prestasi bagi paham neoliberal, tapi ancaman bagi negara yang menjunjung tinggi kemandirian ekonomi”.
Pertumbuhan ekonomi pun tidak menjamin terasakannya kemakmuran di tingkat ‘grass rooth’. Pemerintah yang telah mengklaim penurunan tingkat kemiskinan sampai tahun 2008 sebesar 15 % atau 35 juta penduduk miskin, padahal sesuai dengan ukuran PBB data tersebut masih kontraversial. jika dibandingkan dengan data BPS, pendapatan perkapita sebesar Rp 205 ooo/ bulan (kota) dan Rp 161 ooo/bulan (desa), maka hitungan layak hidup per-orang perhari hanyalah dibawah 1 dollar AS. Sedangkan hitungan PBB berkisar 2 dollar AS. Dengan perhitungan demikian saja maka tingkat kemiskinan penduduk sudah lebih dari 30 % dari sekitar 240 juta penduduk Indonesia.
Kembali kepada kebijakan BKPM yang membuka keran investasi asing dengan seluas-luasnya dengan segala kemudahan. Sri Edi Swasono menolak investasi asing menguasai bidang-bidang strategis di Indonesia apalagi mendominasi. Sependapat dengan Sri, Kurtubi juga menyatakan bahwa bila investasi asing tidak dibatasi akan mengakibatkan pemerintah kesulitan untuk mensejahterakan rakyat. “Pemerintah sekarang menerapkan system konsesi colonial, - - yang hanya menerima setoran dan pajak”. Sri Edi Swasono menanggapi ketua BKPM Gita wiryawan yang cenderung menetapkan kebijakan pasar bebas dalam pengelolaan penanaman modal di Indonesia, Sri menegaskan bahwa ini merupakan pelanggaran konstitusi (pasal 33, UUD 45, harian Rakyat merdeka 9 /11/ 2010).
Ditengah gencarnya usaha restrukturisasi dan revitalisasi BUMN oleh pemerintah, termasuk rencana melikuidasi 10 BUMN yang mengalami kerugian besar,dan hutang yang sulit dibayar, Tulisan Hendri Saparini seorang econom dari econit, dengan judul di atas, menarik untuk di telaah, walau terkesan sangat ‘skeptis’ terhadap kebijakan Negara yang semakin tidak terbendung menjual asset Negara yang sangat strategik, kepihak asing. Secara khusus saya copy paste dari Kompas terbitan 15 nopember 2010, untuk memperkaya tulisan2 di Blog ini, semoga bermanfaat.(a.m.a)
PT Krakatau Stell akhirnya mencatatkan saham di bursa efek Indonesia pada 10 nopember 2010. Pelaksanaan initial public offering (IPO) tersebut menyisakan banyak tanda tanya.
Kecurigaan terhadap adanya perdagangan yang melibatkan orang dalam (insider trading), misalnya penetapan harga saham PT Krakatau Stell pada batas bawah penawaran Rp 850 juga belum diselidiki sungguh-sungguh. Terbukti pada hari pertama nterjadi kenaikan harga saham mendekati 50%,bahkan pada hari kedua masih naik lagi hingga Rp1.340 pada harga penutupan.
Tidak hanya itu, intial public offering (IPO) PT KS juga menciptakan kekecewaan public yang sangat besar karena BUMN yang sangat strategis dengan mudahnya diprivatisasi tanpa didahului dengan langkah terobosan untuk menyelamatkan. Bahwa kinerja PT KS masih jauh dari potensinya, itu memang benar, naik karena salah kelola yang bersifat internal, sehingga menimbulkan inefisiensi, KKN, dan lai-lain maupun akibat absennya kebijakan pendukung yang memadai.
Keputusan pemerintah yang terlalu cepat melakukan privatisasi lewat IPO telah menghilangkan peluang Indonesia menjadikan PT KS sebagai BUMN yang dapat diandalkan dalam mendukung pembangunan ekonomi nasional. Padahal dengan strategi yang out of the box, sebagaimana pernah dilakukan PT PLN atau Telkom, masalah keuangan dan manajemen yang yang jamak dihadapi BUMN dapat diselesaikan tanpa harus melakukan pengalihan kepemilikan.
Tambahan lagi, sebelum melakukan IPO, PT KS telah melakukan kerjasama dengan pihak lain yang akan berpengaruh terhadap masa depan PT KS. Informasi yang hanya sepenggal ini mengakibatkan public, percaya IPO adalah pilihan terbaik karena dengan hanya melepas 20 % saja, PT KS akan mendapatkan Rp 2,6 Triliun. Oleh kare itu, saat proses dan persyaratan administrasi IPO telah dipenuhi, tidak ada hal yang perlu diperdebatkan dalam IPO PT KS. Padahal persoalannya tidak sesederhana itu.
Potensi dilusi saham
Selama ini public tidak mendapatkan informasi bahwa sebelum merencanakan IPO, sebenarnya PT KS telah bekerjasama dengan (join venture)dengan Pohang Iron & Stell Company (Posco), sebuah perusahaan besi dan baja asal Korsel. Kerja sama dibuat lewat memorandum of agreement (MOA) desember 2009, setelah tahun 2007 publik menolak rencana pemerintah melakukan strategic sale denga Mittal Stell Company NV. PT KS akhirnya melakukan kerjasama dengan Posco, tetapi public pun bertanya-tanya tentang pemilihan Posco sebagai partner strategis tanpa proses beauty contest.
Kerjasama Posco – KS (JV Posco – PT KS) sangat penting untuk dibeberkan ke public karena sangat terkait dengan IPO PT KS dan jadi bagian penting privatisasi oleh pemerintah terhadap PT KS. Publik harus mendapatkan informasi bahwa dalam kerjasama JV Posco – PT KS, kepemilikan PT KS akan menjadi minoritas, sedangkan Posco mayoritas. Mengapa kepemilikan saham penting? Bukankah JV Posco - KS hanya anak perusahaan? Toh kepemilikan pemerintah di perusahaan induk tetap minoritas?
Kepemilikan saham sangat terkait kemampuan menyediakan modal dalam pembiayaan proyek bersama. Dalam kerjasama JV Posco – KS, Posco akan memberikan manajemen, teknologi, permesinan, dan modal kerja, sedangkan PT KS menyetor asset berupa tanah dan dana segar. Dana IPO Rp 2, 6 Triliun tentu sebagian besar akan digunakan sebagai setoran modal PT KS ke JV Posco – KS.
Dengan meningkatnya kebutuhan dana ekspansi, PT KS tentu harus terus menambah jumlah asset/ tanah yang disetorkan dan / atau menjual saham yang dimiliki untuk mempertahankan kepemilikan sahamnya. Saat ini jumlah tanah yang disetorkan sudah lebih dari 380 Hektar, meningkat tiga kali lipat dalam waktu kurang dari setahun sejak MOA. Saat pencatatan PT KS, Menteri Negara BUMN juga mengatakan BUMN tersebut akan segera menjual kembali sahamnya sebesar 10 % dalam waktu dekat.
Dengan perkembangan ini, tak ada yang dapat menjamin anak tak akan lebih besar lebih besar dari induknya dan secara perlahan akan terjadi dilusi saham PT KS pada JV Posco – KS. Kekhawatiran ini bukan omong kosong. Pada desember 2009, kepemilikaqn saham PT KS pada JV Posco – KS dimungkinkan hingga 45 %. Namun, pada September 2010 dilaporkan kepemilikan PT KS 30 % dan JV Posco 70 %!
Pihak dengan kepemilikan lebih besar tentu saja akan memiliki peluang mengambil kebijakan dan menentukan jalannya perusahaan. Pengalaman menunjukkan di blok cepu, Pertamina tak mendapatkan posisi kunci untuk menentukan arah bisnis. Jadi jangan heran apabila sejak awal Posco akan memilih posisi manajemen yang strategis dalam JV Posco – KS, seperti direktur umum, keuangan, dan business development termasuk posisi manager-manager strategis yang menentukan besarnya investasi, perusahaan kontraktor, pemasok dan lain-lain.
Mengapa ini penting jadi pertimbangan? Posco adalah perusahaan milik pemerintah Korsel. Meskipun kepemilikan minoritas, tapi punya golden share sehingga ber hak menentukan kebijakan penting di Posco. Pemerintah Korsel pasti akan melakukan berbagai kebijakan untuk kepentingan nasionalnya.
Kesalahan fatal
Tidak terlalu salah untuk mengatakan langkah privatisasi PT KS lewat IPO adalah kesalahan fatal. Salah besar apabila gugatan poblik (citizen lawsuit) yang kami lakukan dikira mengada-ada. Terlalu banyak alasan strategis yang dapat kami ajukan untuk menolak privatisasi PT KS apalagi Indonesia sangat memerlukan dukungan industry baja yang dapat diarahkan untuk mendukung pembangunan ekonomi.
Kuantitas dan kualitas infrastruktur yang terbatas sangat memerlukan pasokan baja. Belum berkembangnya industry permesinan nasional juga memerlukan dukungan BUMN baja. Industri baja juga menjadi bagian penting pembangunan industri strategis pertahanan keamanan. Penguasaan kepemilikan pemerintah terhadap PT KS sebagai satu-satunya BUMN baja tentu sangat penting.
Apabila ternyata pihak yang diuntungkan dari kebijakan IPO PT KS, atau rencana privatisasi BUMN-BUMN strategis lain seperti Pertamina adalah mereka yang mendapatkan amanah rakyat untuk mengambil kebijakan public, maka rakyat hanya bisa menangis karena mereka tahu bahwa praktek perampokan BUMN akan terus terjadi, tetapi tidak tahu cara membuktikan dan menghentikannya.(HS,Ekonom, pendukung citizen lawsuit penjualan saham PT KS).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar