Selasa, 02 Juli 2013

Pancasila, Kunci Bangsa Indonesia (portofolio ekonomi paling destrutif)


 

Pancasila masih kerap dianggap objek kehormatan . Bangsa Indonesia perlu menyadari , Pancasila merupakan kunci dari Sabang sampai Merauke. Pancasila harus dipahami sebagai Etika, cita-cita dan nilai bangsa. Semua tindakan dan keputusan ditunjang dan di arahkan ke Pancasila.

    Guru besar Sekolah Tinggi Filsafat Drijarkara Fransz Magnis Suseno SJ menegaskan hal itu dalam diskusi public "Membumikan Pancasila sebagai Ideologi Bangsa" yang digelar Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), di Jakarta Senin.

    Menurut Magnis, sejak dulu Indonesia dihadapkan pada mau menjadi Negara nasionalis sekuler atau agama. Pancasila dicetuskan Bung Karno untuk memecahkan masalah itu. Magnis pun menyebutkan sila pertama Pancasila secara tegas, dipilih kata Ketuhanan yang Maha Esa, ini mau menunjukkan bahwa Indonesia bukanlah Negara agama.

    Politisi PDIP, Restu Hapsari, mengatakan tidak dibumikannya Pancasila bisa dilihat dari pertarungan calon anggota legeslatif di internal maupun eksternal. "Dari sinilah kita melihat, betapa ajaran gotong royong yang disiratkan di Pancasila terabaikan. Semua bersaing untuk meraih kekuasaan. Ini terjadi karena system liberal dibiarkan berkembang" ujar Restu.

    Sekretaris Jenderal Matara (sayap organisasi Partai Amanat Nasional) Suryo Ari Bowo mengatakan, indicator implementasi Pancasila sesungguhnya sederhana. "sejauh manakah Negara memberikan jaminan rasa aman, kebebasan, dan bagaimana penegakan hukum sungguh dilaksanakan" kata Suryo.

Rakyat mengamalkan

    Secara terpisah pengajar sosiologi politik UGM Yogyakarta, Arie Sudjito mengatakan, rakyat telah mempraktikkan Pancasila dari symbol sampai aksi nyata. Itu tercermin dari toleransi antar kelompok tradisi bermusyawarah, dan gotong royong. Rakyat telah teruji sebagai pengamal Pancasila. "Kesadaran mereka justru sering kali diganggu oleh elite local dan nasional yang punya hasrat kuasa sehingga terjadi konflik dan kekerasan" katanya.

    Arie menilai sudah saatnya pendalaman Pancasila dilakukan dengan perdebatan substansi melalui pendekatan pengetahuan. Semakin diperdebatkan Pancasila semakin populer dan teruji. Pancasila jangan hanya dijadikan benda kramat yang jauh dari pengalaman nyata. "Pancasila harus mewarnai praktik budaya. Bagi pemerintah dan parlemen, Pancasila harus tercermin dalam kebijakan praxis" ujarnya.

    Secara terpisah, Direktur Reform Institute Yudi Latif mengatakan, dimensi paling nyata dan teraba dari perwujudan nilai Pancasila adalah keadilan social. Oleh karena itu, rezim perekonomian paling menentukan hitam putihnya aktualisasi dasar Negara itu. Namun, sejauh ini justru kebijakan perekonomianlah yang paling melenceng dari tuntunan Pancasila. Ini berdampak besar terhadap merosotnya kepercayaan rakyat kepada keampuhan nilai nilai Pancasila.

    Sejauh ini, portofolio ekonomi merupakan pihak yang paling destruktif bagi kelangsungan hidup Pancasila. Terlalu banyak pengemudi perekonomian yang menyalakan lampu sein kearah kiri atau gagasan berorientasi keadilan social, tetapi kenyataannya justru berbelok kekanan atau pasar bebas. "Kita harus mendorong agar nilai nilai Pancasila menjadi parameter kebijakan perekonomian" katanya.

Makin memprihatinkan

    Pekan lalu, saat memberikan orasi budaya dalam perayaan Ulang tahun Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA), Guruh Soekarno Putra merasakan pudarnya nilai bilai Pancasila. Dia merasakan keadaan bangsa yang makin memprihatinkan Ini akibat hilangnya rasa kebangsaan dan nilai nilai Pancasila yang makin melenceng. "Sekarang segala sesuatunya makin bobrok di segala bidang. Politik, ekonomi, budaya, moral, dan mental bobrok" ujarnya.

    Pancasila sebagai falsafah Indonesia pertama kali muncul pada 1 juni 1945. Saat itu Soekarno dengan ber api api menyampaikan pidatonya dihadapan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Pada 20 maret 1950, Garuda Pancasila lahir sebagai lambang.

    Menurut putra Soekarno itu, Pancasila yang pernah di orasikan ayahnya kini perlahan mulai melenceng dan tampak dari konstitusi baru yang berlaku di Indonesia. Otonomi yang menjadi agenda reformasi justru membuat Indonesia seperti Negara federasi. Guruh merasa bangsa ini sudah menjadi ke amerika amerikaan (Kompas,4 juni 2013, OSA/k10/IAM)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar