Rabu, 22 Agustus 2012

5 Indikator Kemandirian Bangsa sudah runtuh ( Refleksi 67 tahun Indonesia Merdeka) )



Kondisi Indonesia kini dinilai memprihatinkan. Lima indikator kemandirian bangsa  alami keruntuhan. 

“Lima kemandirian bangsa yang telah susah payah dibangun para pendiri bangsa berpuluh-puluh tahun kini sudah runtuh”. 

Kata pengamat Ekonomi Politik Ichsanuddin Noorsy dalam diskusi 67 tahun Indonesia Merdeka yang diselenggarakan Kaula Muda Indonesia (KMI) di Galeri Café Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat kemarin.

          Lima kemandirian bangsa  tersebut disebutkan Noorsy  yakni pangan, energy, keuangan, infrastruktur  dam harga diri bangsa. Dia memaparkan indicator lima bidang tersebut alami keruntuhan.
  • Pertama kedaulatan pangan. Menurutnya, Pangan kini tidak berdaulat lagi karena sebagian  besar kebutuhan diperoleh dari impor. 
  • Kedua, Energi. Pengelolaan energy seperti minyak dan pertambangan  dikuasai asing.
  • Ketiga, Keuangan. Diungkapkannya pengelolaan keuangan Negara  amburadul. Indikator itu  bisa dilihat   dari  penguasaan per Bankan oleh asing.
  • Kempat, Infrastruktur. Pembangunan infrastruktur Negara ini bergantung kerjasama dengan Negara asing. 
  • Kelima, Harga diri bangsa. Dia mengatakan dengan kondisi  seperti sekarang semua sector penting dikuasai asing maka otomatis harga diri bangsa ini sudah jelek. 
  Noorsy menegaskan dirinya tidak anti asing. Kerjasama melakukan pembangunan boleh saja melibatkan asing. Tetapi dengan catatan prinsip kerjasama harus setara seperti yang tercetus di Dasa sila Bandung di Konferensi Asia Afrika. Tidak seperti sekarang, kerjasama tidak berimbang. Posisi Indonesia  berada dibawah  Negara memiliki modal.

 Dengan kondisi bangsa seperti ini, Indonesia jangan bermimpi bisa bersaing di pentas persaingan global. Bangsa kita bersaing dengan Negara-negara tetangga saja kemungkinan kalah. “Karena kualitas sumber daya manusia kita rendah dan teknologi payah”, katamya.

  Dia menuturkan untuk membenahi bangsa ini dari keterpurukan, Indonesia memerlukan kepemimpinan yang tegas dan berani menolak kepentingan asing. Dia pesimis hasil Pemilu 2014  akan membawa Indonesia  lebih baik jika tidak melahirkan pemimpin yang berani. Sebab Indonesia sudah banyak menanda tangani kerjasama dengan asing.

 Keprihatinan terhadap kondisi bangsa juga disampaikan Ketua umum Kesatuan Buruh Hanura, Kusumah Soekasah. Dia menilai diusia Negara ini  yang terus bertambah  kondisi Negara semakin tidak menentu. Dia mengkoreksi pelaksanaan reformasi yang semakin jauh dari harapan.

 Kusumah mengatakan, salah satu tujuan reformasi  yakni supremasi hukum. Tetapi perkembangan terkini penegakan hukum belum berjalan dengan baik. Penegakan hukum tebang pilih dan sering melukai rasa keadilan masyarakat.
  
  Salah satu tujuan penting reformasi yakni memberantas korupsi, tetapi sampai sekarang korupsi, kolusi dan nepotisme  masih marak terjadi” kata Kusumah disela-sela  buka puasa bersama  anak yatim piatu kemarin di Jakarta., kemarin.

 Yang paling miris, akar budaya bangsa kini terancam punah akibat kegagalan reformasi. Dia melihat system musyawarah mufakat  di dalam pengambilan keputusan gotong royong masyarakat  dalam mengatasi persoalan  sudah memudar. Secara umum  masyarakat cenderung individualistic.

  Kegagalan tersebut menurutnya disebabkan para pemimpin bangsa lebih mementingkan  kepentingan pribadi dan kelompok saja. Egois.

   Dia mengajak semua elemen bangsa yang peduli akan nasib bangsa ini  mendorong para elite agar menyadari kekeliruannya  mengelola bangsa. Kembali kepada hati nurani.
 Kusumah bangga dengan kader Partai Hanura yang sejauh ini tidak ada  yang terlibat kasus korupsi.
          
 Ketua umum KMI, Edi Humaidi mengajak semua elemen bangsa tidak takut kepada intervensi asing. Semangat keberanian yang pernah dicontohkan  para pahlawan melawan asing harus dilanjutkan. 

(FAQ)Rakyat Merdeka 11 agustus 2012.     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar