Sabtu, 06 Agustus 2011

Titik Balik Demokrat ?

Kalam;    

Pusat pelaporan dan analisis transaksi keuangan PPATK mencurigai adanya 109 transaksi di 13 Bank dengan nilai tertinggi 187 milyar rupiah. Data itu menggelinding demikian cepat khususnya dalam kasus suap Sekretaris kementerian Pemuda yang melibatkan banyak kader Partai democrat.

    Bukankah keterlibatan kader-kader Partai Demokrat telah menyeret Andi Malarangeng. Angelina Sondakh, Mirwan Amir, dan Ketua umumnya sendiri Anas Urbanimgrum? Tentu, korupsi model ini tidak hanya ditafsirkan sebagai korupsi individual akan tetapi telah mengarah kepada korupsi berjamaah yang selama era reformasi ini sudah menjadi trend untuk berame-rame merampok uang rakyat. Seandainya benar bahwa kucuran dana sebesar 180 milyar yang diakui Nazarudin digelontorkan untuk memenangkan Anas Urbaningrum sebagai Ketum, dalam Kongres Partai Demokrat di Bandung, maka pesta demokrasi itu merupakan bukti terjadinya pembelian suara, dan pelanggaran norma dan etika ber organisasi. Dapatlah dikategorikan terpilihnya Anas, adalah karena rekayasa, atau karena kucuran dana hasil komisi RAPBN, yg dibocorkan seorang mantan Bendahara umum Partai Demokrat.

Tersangka, Nazarudin, yang mengirim uang dollar sebanyak empat mobil mewah dan satu mobil Box ke salah satu Hotel di Bandung, menurut Nazar uang itu di bagi-bagi ke peserta Kongres, dan pembagiannya dapat dilihat di cc Tvi Hotel Aston Bandung. Pengakuan supir, atau pengawal mobil-mobil tersebut dinyatakan secara terbuka lewat MetroTV. (juli 2014).

    Partai Demokrat yang juga merupakan partai pemerintah (the ruling party) ternyata tidak berjalan sendiri. Partai PDIP yang terkenal dengan jargon 'wong cilik' pembela masyarakat marginal,ternyata juga terjerat kasus cek pelawat yang melibatkan 16 kadernya masuk bui. Dan, sekurang-kurangnya 10 kader Partai Golkar pun ikut cawe-cawe merasakan dinginnya Lapas di Salemba. Berkaitan dengan keterlibatan perusahaan Aburizal Bakrie dalam kasus mafia pajak Gayus Tambunan, maka lengkaplah sudah bahwa urat nadi korupsi di Tanah air bukan saja dilakoni oleh para eksekutif penegak hukumdan pejabat Negara, tapi sudah menyebar keseluruh pembuluh darah para legislator yang seyogianya mengawasi pelaksanaan pembangunan; tapi juga berperan ganda meng-alokasikan anggaran belanja Negara ke seluruh kementerian Negara. Barangkali peran Panitia Anggaran DPR yang ditengarai sebagai pusat manipulasi anggaran perlu di verifikasi secara terbuka.

Salah seorang Menteri di zaman Orde Baru Prof.Dr Sumitro JoyoHadikusumo, telah memprediksi bahwa kebocoran dana pembangunan sudah sampai pada angka 30% hilang di korupsi oleh pejabat Negara. Apakah tidak salah kalau di era reformasi ini kita memprediksi telah terjadi peningkatan penilepan sampai 40% dari RAPBN yang berjumlah 13oo triliun? Kalau KPK berani mengungkap lebih jauh mafia anggaran yang sudah bercokol lama di Panitia anggaran DPR, maka dengan mengusap dada kita akan mengatakan, astaga, bahwa ternyata Lembaga DPR yang terhormat tidak lebih daripada bungker tempat persembunyian koruptor anggaran yang dikomandoi oleh Parpol. Benarkah Parpol merupakan kartel penjarah uang Negara untuk kepentingan kekuasaan?

Tulisan "Titik Balik Demokrat" yang merupakan lembar Opini di Kompas tanggal 7/juli/2011 yang ditulis Hanta Yuda AR, saya masukkan di dalam muin_angkat blogspot.com. selamat membaca.(a.m.a)


 

Kepercayaan public yang kian luntur terhadap Partai Demokrat tercermin dari hasil jajak pendapat Kompas Senin, (4/7). Menurut jajak pendapat itu, hanya tersisa 35,6 persen pemilih Partai democrat dalam Pemilu 2009 yang akan tetap kembali memilihnya.

    Pasalnya, public kian tak yakin Partai democrat dapat mendorong upaya pemberantasan korupsi dan mewujudkan pemerintahan yang bersih setelah mencuatnya kasus mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dan Ketua Divisi Komunikasi Publik Partai Demokrat Andi Nurpati.

    Padahal, sebelumnya partai yang kelahirannya dibidani Susilo Bambang Yudoyono ini - - belum genap berusia delapan tahun - - berhasil meraih kemenangan spektakuler dalam pemilu legeslatif 2009 dengan memperoleh 20,8 % suara dan 148 kursi DPR sekaligus meraih prestasi gemilang memenangi pemilihan Presiden dalam satu putaran. Saat itulah puncak keemasan perjalanan Partai democrat.

    Namun, belum genap pula usia 10 tahun, partai yang dideklerasikan pada 9 september 2001 itu mulai pula memperlihatkan tanda-tanda titik balik sejarahnya. Gejala ini memunculkan pertanyaan reflektif apa saja kekuatan utama Partai Demokrat pada 2009, lalu napa pula tanda-tanda melemahnya kekuatan itu.


 

Kekuatan 2009

    Paling tidak ada empat penyangga kekuatan eletabilitas Partai democrat yang berhasil mengantarkannya sebagai pemenang Pemilu 2009. Pertama, kekuatan figure sentral Partai democrat, Susilo bambang yudoyono. Meskipun persentase dukungan terhadap Yudoyono jauh lebih tinggi dari perolehan dukungan terhadap Partai Demokrat, elektabilitas keduanya berkorelasi positip. Artinya, dukungan terhadap Yudoyono berpengaruh pada Partai Democrat. Karena itu,kekuatan figure Yudoyono merupakan salah satu kunci kemenangan Partai democrat pada 2009.

    Kedua, kekuatan kinerja pemerintah. Partai Demokrat berhasil mengklaim program-program populis dan keberhasilan pemerintah - - seperti bantuan langsung tunai, bantuan operasional sekolah, dan PNPM mandiri - - menjadi prestasinya. Meski Ketua Umum Partai Golkar jusuf Kalla juga berperan penting. Klaim keberhasilan itu berhaqsil dicitrakan sepenuhnya sebagai kesuksesan Partai Demokrat. Karena itu, kepuasan public terhadap kepuasan kinerja pemerintah juga jadi factor penting kemenangan Partai Demokrat pada 2009.

    Ketiga, kekuatan partai Demokrat sebagai partai yang positif citranya dalam persepsi berdasarkan survai-survai menjelang Pemilu 2009. Partai Demokrat dianggap sebagai partai yang paling bersih dari korupsi. Citra bersih dan anti korupsi ini juga mendukung kemenangan Partai Demokrat pada pemilu 2009.

    Keempat, kekuatan soliditas internal. Kalaupun ada faksionalisme di Partai Demokrat, tentu tak sekuat di Partai Golkar karena adanya kekuatan figure Yudhoyono sebagai figure pemersatu partai. Faktor soliditas dan keberhasilan mengelola faksionalisme ini juga jadi factor pendukung kemenangan Partai Demokrat pada Pemilu 2009.

    Keempat factor inilah yang menjadi penyangga utama kekuatan Partai democrat pada 2009. Lalu, bagaimana kondisinya hari-hari ini? Apakah keempat modalitas itu masih kukuh dan dapat diandalkan pada 2014?

Titik kritis 2014

    Tanda-tanda Partai Demokrat mulai mengalami titik kritis terindikasi mulai melemahnya empat penyangga kekuatan elektoralnya selama ini. Pertama, kekuatan figure dan charisma Yudhoyono mulai mengalami titik balik. Yudhoyono yang tidak dapat dicalonkan lagi dalam pemilu 2014 akan berpengaruh terhadap Partai Demokrat, apalagi jika tingkat kepuasan dan kepercayaan public terhadap presiden Yudhoyono semakin menurun. Artinya, figure Yudhoyono tak dapt lagi diandalkan sebagai jualan utama Partai democrat pada 2014. Kalaupun masih, daya tariknya tak sekuat pada 2009. Hal ini menjadi titik kritis bagi Partai Demokrat 2014 mengingat Partai Demokrat sejak awal mengalami personalisasi dan menjadikan figure sebagai jualan utama.

    Kedua, kepuasan public terhadap kinerja pemerintah semakin menurun. Indikasi itu terlihat dari tren penurunan dalam hasil jajak pendapat dan survey belakangan ini. Pemerintah dinilai gagal menuntaskan kasus-kasus besar, seperti kasus Bank century, mafia perpajakan, rekening gendut pejabat kepolisian, dan yang paling anyar adalah kasus Nazarudin. Jika tak ada prestasi luar biasa dan kepuasan public terhadap kinerja pemerintah terus menurun, hal itu akan menjadi khabar buruk bagi Partai Demokrat.

    Ketiga, citra Partai democrat sebagai partai bersih dan anti korupsi semakin memudar, terutama setelah mencuatnya kasus Nazarudin dan Andi Nurpati. Senelumnya beberapa kasus juga menyerempet nama-nama petinggi Partai Demokrat di pusat dan di daerah. Sinyalemen itu setidaknya terbaca dari jajak pendapat Kompas pada 4 juli, bahwa 71,5 % menganggap citra Partai democrat buruk. Memburuknya citra Partai Demokrat menjadi titik kritis dalam menghadapi Pemilu 2014.

    Keempat, soliditas Partai Demokrat semakin melemah akibat menguatnya pertarungan faksi-faksi internal yang di picu kasus Nazarudin. Bahkan belakangan mulai muncul issue Kongres luar biasa. Para elite dalam faksi cenderung saling melemahkan . Seandainya gagal mengelola faksionalisme itu, terncamlah Partai Demokrat pada Pemilu 2014.

    Keempat hal inilah titik kritis partai democrat pada 2014 yang dapat diprediksi sejak awal. Tahun lalu, bertepatan dengan Kongres partai ini di Bandung, saya menulis di harian ini tentang "Problem Gigantisme Demokrat" (21/5/2010). Partai Demokrat mengidap politik "Gigantisme", suatu kondisi dimana postur electoral meraksasa dalam rentang usia relative pendek, sementara postur kelembagaan tak sanggup mengimbangi, menyebabkan beberapa risiko komplikasi politik, diantaranya problem ketergantungan pada figure Yudhoyono dan ancaman faksionalisme.

    Posisi Yudhoyono sebagai 'bapak' bagi aemua 'kelompok' dan faksi politik di dalam Partai Demokrat menyebabkan elite partai democrat tak terbiasa menyelesaikan persoalan internal secara mandiri dan terlembaga. Dampaknya, sumber konflik itu tak pernah tuntas. Kondisi inilah yang akan menjadi bom waktu bagi Partai Demokrat ketuka kekuasaan dan kharisme Yudhoyono memudar.

    Akhirnya semua berpulang kepada Yudhoyono dan elite Partai Demokrat.Sejauh mana kesungguhan dalam mengurangi ketergantungan pada figure Yudhoyono sembari menyiapkan calon Presiden 2014 ; sukses menuntaskan kasus besar untuk meningkatkan kepercayaan public; serius membersihkan citra partai; dan berhasil mengelola faksionalisme. Jika keempat itu gagal, hampir dapat dipastikan Demokrat akan mengalami titik balik sejarahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar