Kamis, 22 Agustus 2013

Mengubah Strategi Pembangunan


 


 

Semakin membesarnya deficit neraca pembayaran luar negeri - - sebagai akibat penurunan nilai eksport kiriman (remittances) dari tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri serta pelarian modal asing - - menegaskan semakin mendesaknya Indonesia segera mengubah strategi pembangunan ekonominya dan memperkuat kelembagaannya.

Nilai tukar rupiah yang merosot secara drastic selama tiga bulan terakhir tidak akan dapat di rem hanya dengan kebijakan Bank Indonesia menggunakan cadangan devisanya yang sudah semakin menipis dan menaikkan tingkat suku bunga yang semakin meningkatkan biaya produksi dunia usaha. Kemampuan BI dan pemerintah membeli kembali SBI dan SUN juga terbatas. Demikian pula dengan kemampuan menambah utang.

Bunga SUN rupiah jangka waktu 30 tahun sudah naik menjadi 8,75 persen dan SUN dalam dollar AS menjadi 6,91 persen. Krisis ekonimi global yang tengah berlangsung sejal tahun 2008 menunjukkan bahwa strategi yang digunakan selama 30 tahun terakhir tidak dapat dipertahankan lagi. Strategi tersebut mengandalkan eksport bahan mentah ( hasil tambang pertanian, dan perikanan). Mengirim TKI yang tidak punya keahlian serta pendidikan ke mancanegara serta industrialisasi yang terutama berorientasi pada pemenuhan pasar dalam negeri (inward looking strategy).

Di masa lalu, penyebab kenaikan nilai komoditas eksport primer Indonesia terutama adalah pesatnya pertumbuhan ekonomi China yang rata rata 9-10, persen setiap tahun sejak Deng Xioping melakukan liberalisasi perekonomiannya pada tahun 1978 dan mengundang pemasukan modal swasta asing ke negerinya. Pertumnuhan ekonomi India menysul China sejak Negara itu melakukan deregulasi pada awal 1990-an.

Kedua Negara itu menjalankan stratgi pembangunan yang berorientasi pada eksport (eksport –Ied strategy atau out ward looking strategy). Selain digerakkan eksport ekonomi kedua Negara itu juga digerakkan investasi yang rata rata mencapai 40 persen dari produk domestic bruto (PDB)nya. Industrialisasi, mekanisasi, motorisasi ataupun pembangunan gedung serta infrastruktur di kedua Negara tersebut memerlukan segala jenis tambang dan pertanian sehingga menungkatkan jumlah permintaan beserta tingkat harganya.

China mengeksport hasil pertanian dan industri manufaktur sedangkan India mengutamakan eksport jasa jasa seperti program computer maupun pemrosesan data. Penduduk kedua Negara itu yang semakin makmur menuntut kwalitas makanan yang lebih baik termasuk hasil laut ataupun minyak goreng dari Imdonesia.

Sewaktu krisis keuangan global berlangsung 2008 – 2009, China dan India luput dari resesi karena mengintroduksi stimulus fiscal besar besaran untuk membangun infrastruktut, perumahan dan perkantoran. Pemerintah pemerintah daerah di China meminjam kredit bank untuk membangun sejumlah proyek jangka panjang dengan agunan tanah miliknya. Dewasa ini strategi seperti itu tidak dapat lagi di ulang karena ternyata banyak dari investasi tersebut tidak menyumbang pada peningkatan nilai tambah dan hanya menimbulkan pemborosan. Kelambatan pelunasan kreditnya telah menimbulkan krisis likwiditas dan meningkat rasio kredit bermasalah di bank bank China.

Orientasi Eksport

    Untuk meningkatkan kembali orientasi eksport, tingkat laju pertumbuhan ekonomi, dan penciptaan lapangan kerja, Indonesia perlu menerapkan strategi pembangunan yang berorientasi pada eksport. (eksport Ied strategy) atapun berorientasi keluar (out ward-looking strategy) dab mengolah sumber daya alam (resource based strategy). Melalui perubahan strategi pembangunan itu, Indobesia pub akan ikut bergabung dalam jaringan produksi global (global supply chains atau International production net works/IPN) yang telah berlangsung sejak 1980-an.

    IPN memanfaatkan spesialisasi vertical yang terjadi di pasar global. IPN membagi tahap produksi antar Negara dan setiap tahap produksi merupakan produksi suku cadang maupun komponen atau perakitan komponen untuk tahap produksi selanjutnya hingga menghasilkan barang jadi. Lihatlah barang elekteronik atau mobil merk apa saja, suku cadang dan komponennya adalah buatan sejumlah pabrik di sejumlah Negara dan kemudian di rakit menjadi barang jadi. Berbeda dengan pertambangan yang bersifat padat modal, Produksu suku cadang dan komponen barang barang industry manufaktur, beserta perakitannya, adalah bersifat padat karya dan tidak memerlukan keahlian tingkat tinggi. Dengan terciptanya lapangan kerja dikampung halaman sendiri, akan mengurangi eksport TKI ke mancanegara.

    Ada dua model IPN, yakni model laba laba dan ular. Model pertama menggabungkan suku cadang yang diproduksi di sejumlah Negara untuk menghasilkan produk jadi atau komponen yang diperlukan pada tahap produksi berikutnya.

    Dalam model kedua, urutan tahap produksi bergerak menurut garis lurus dari awal hingga akhir dan setiap tahap produksi tersebut menghasilkan nilai tambah.Kedua model IPS tersebut mengandung offsharing cost, yakni biaya transportasi suku cadang dan komponen satu ke lain lokasi produksi yang mungkin berada di Negara yang berbeda. Dengan demikian cukup tinggi impor Negara Negara yang masuk dalam IPN akan bahan baku, suku cadang dan komponen produksi.

Mengubah Kebijakan

    Untuk dapat ikut dalam IPN Indonesia perlu mengubah berbagai kebijakannya. Kebijakan yang pertama adalah menraik lebih banyak pemasukan modal swasta asing. Dalam IPN perusahaan multinasional memproduksi barang dab jasa bukan saja untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri, melainkan juga untuk di eksport ke pasar dunia. Kedua, untuk menekan offshoring cost diperlikan infrastruktur yan andal, termasuk listrtik, pelabuhan laut dan udara, telpon serta Wi-Fi, terutama di daerah Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) serta pulau Jawa yang berpenduduk padat.

    Untuk membangun infrastruktur penerimaan pahak harus ditingkatkan dan rasio penerimaan yang amat rendah, sebesar 13 persen dari PDB dewasa ini. Jika perlu meningkatkan pinjaman daru luar negeri untuk membangun infrastruktur tersebut.

    Ketiga, mengoreksi UU tenaga kerja yang menyulitkan untuk memberhentikan tenaga kerja dan mewajibkan pembayaran pesangon yang sangat mahal. Keempat, memudahkan eksport dan import suku cadang dan komponen yang diperlukan dalam perakitan IPN untuk menekan offshoring cost.

    Kelima, memperbaiki iklim usaha mulai dari kemudahan perizinan hingga persaingan usaha yang dapat menjamin agar pemenang tender adalah perusahaan yang paling efisien dan bukan yang punya koneksi ataupun menyogok seperti kontraktor proyek Hambalang, obat atau persoalan kesehatan Kementerian Kesehatan, maupun pengadaan blanko STNK dan BPKB Korlantas.

    Keenam, menjaga agar kurs devisa jangan menguat sehingga dapat memberikan insentif pada eksportir. Di dalam negeri kurs rupiah yang menguat akan memberikan insentif bagi pembangunan sector ekonomi yang kurang efisien karena tidak diperdagangkan ke luar negeri, seperti pusat perbelanjaan, lapangan golf, maupun perumahan.

    Ketujuh, memperbaiki system hukum agar dapat melindungi hak milik individu dan mengurangi biaya transaksi pasar. Perlu dihentikan korupsi yang semakin marak disemua tingkatan dan cabang pemerintahan: eksekutif, legeslatif dan yudikatif. Karena system hukum kurang dapat dipercaya, orang beralih pada preman dan penagih utang untuk menagih utang. Kedelapan, aturan perlu diterapkan secara tegas untuk mencegah kegagalan pasar (market failures) seperti kasus bantuan Likwiditas Bank Indonesia (1997) Bank Bali (1999), maupun Bank Century (2008).

    Kesembilan, efisienci, produktivitas, dan daya saing BUMN perlu ditingkatkan agar mampu bersaing dengan BUMN Singapira dan Malaysia di pasar internasional. Hanya dengan demikian dapat dicegah kegagalan sector Negara (public sector failures) dab korporatisasi BUMN dan BUMD dapat dijadikan sebagai motor penggerak baru pertumbuhan ekonomi dan bukan hanya sehadar beban Negara. Peningkatan efisiensi Bank Bank Negara dan bank pembangunan daerah (BPD) akan menurunkan Net interest margin (NIM) yakni perbedaab antara suku bunga kredit dan deposito bank. Dewasa ini NIM bank bank BUMN dan BPD adalah tertinggi di ASEAN maupun di dalam negeri kecuali bank non devisa.

    Kesepuluh, melatuh dan membantu petani pengrajin dan UKM agar mampu masuk pasar global setidaknya pasar Negara Negara yang telah menandatangani perjanjian perdagangan bebas dengan kita. Kenapa sayir dan buah Indonesia tidak bisa masuk pasar Singapura dan Malaysia?

    Kesebelas, membangun kembali Bank Tabungan Pos untuk memobilisasi kembali tabungan masyarakat agar menyerap SUN rupiah yang diperdagangkan di pasar dalam negeri dan mengurangi kepemilikan asing yang dewasa ini mencapai 34 persen. Terlalu besarnya porsi kepemilikan asing pada surat surat berharga Indonesia menyebabkan kerawanan tingkat harganya maupun nilai tukar rupiah terhadap lalulintas modal jangka pendek.

    Kedua belas, mengolah lebih banyak hasil perkebunan Indonesia di dalam negeri seperti minyak kelapa sawit.

    Pemerintah sekarang ini terlena pada tingkat laju pertumbuhan ekonomi yang relative tinggi (5-6 persen setahun) akibat tingginya harga komoditas primer, besarnya kiriman TKI yang bekerja di luar negeri serta pemasukan modal asing jangka pendek. Akibatnya pemerintah sekarang ini bukan saja tidak melakukan refoemasi penting untuk memperkuat fondasi social ekonomi nasional selama dua kali jabatannya, melainlkan semakin membuatnya semakin kropos. Dilain puhak tidak satupun diantara calom presiden mendatang yang punya program tentang bagaimana caranya membawa Indonesia keluar dari perangkap tingkat pendapatan menengah rendah (low middle income trap) dewasa ini. ( Kompas, 25 juli 2013, Anwar Nasution, Guru Besar Fakultas Ekonomi UI).


Sabtu, 03 Agustus 2013

Utang yang Memiskinkan


 


 

    Utang Pemerintah Indonesia pertengahan tahun 2013 menumpuk hingga Rp 2023 Triliun, itu berarti rata-rata satu warga Negara Indonesia menanggung utang Rp 8,5 juta. Dampaknya rakyat semakin miskin.

    Pada 2013, misalnya, pemerintah berencana membayar cicilan pokok dan bunga Rp 299,078 Triliun, 17,5 persen dari total belanja Negara pada APBN perubahan 2013 (Rp 1.726,2 triliun). Pada 2013 total anggaran kemiskinan Rp 115,5 triliun, hanya 6,7 persen dari total belanja Negara. Politik angaran pemerintah kontras memilih menyubsidi orang kaya pemilik surat berharga Negara daripada menyubsidi BBM untuk rakyat miskin.

    Utang luar negeri secara bilateral banyak berasal dari Jepang, rata-rata Rp259,64 triliun pertahun, 38,3 persen dari total utang pertahun. Utang dari hubungan multilateral yang berasal dari Bank dunia, menurut data dari Dirjen Pengelola Utang, per Mei 2013 sekitar Rp.122 triliun, 21 persen dari total utang Bank Pembangunan Asia per Mei 2013 menyumbang Rp 95,77 triliun,16 persen dari total utang luar negeri. Data itu belum termasuk Surat Berharga Negara (SBN) dan valas.

    Jika demikian halnya, mimpi rezim pemerintahan yang anti utang Luar negeri pipis sudah. Setelah Soeharto, sepertinya warisan utang menggunung menjadi tradisi peninggalan dosa rezim untuk anak cucunya.

    Dengan beban utang yang kian besar setiap tahun, dan tak diimbangi dengan peningkatan pendapatan, APBN dikhawatirkan jebol dan Negara bangkrut. Total pembayaran cicilan pokok dan bunga utang dalam negeri dan luar negeri saja (2005 – 2012); Rp 1.584, 88 triliun.

    Selain menyedot uang Negara dalam jumlah besar, dana asing berbentuk utang dan hibah luar negeri juga membuat intervensi mendalam terhadap kebijakan ekonomi. Sejumlah kebijakan dan puluhan UU yang merugikan kepentingan nasional adalah produk tak langsung dana asing itu, antara lain UU no 22/2001 Migas yang belum di revisi, UU no 7/ 2004 Sumber daya air, UU no 30/2007 Energi, UU no 25/2007 Penanaman modal, UU no 9/2009 Badan Hukum pendidikan, 19/2003 BUMN, dan UU 27/2007 Pengelolaan Pesisir dan Pulau kecil.

    Beberapa UU itu secara jelas menjadikan kepentingan nasional sub ordinat dari kepentingan modal asing di Indonesia. Bahkan melalui UU Penanaman Modal, pihak asing dapat menguasai sector strategis di Indonesia hingga 95 persen. Perusahaan asing juga mendapat fasilitas dan hak yang sama dengan perusahaan dalam negeri.

    Mengapa pemerintah mengingkari fakta itu dan terus menambah utang luar negeri dan dalam negeri? Setidaknya empat argumentasi yang selalu digembar gemborkan setiap tahun.

    Pertama, utang pemerintah diperlukan untuk membiayai deficit APBN. Kedua, meskipun nominal meningkat, rasio terhadap PDB dalam posisi aman. Ketiga, utang pemerintah diarahkan untuk mendapatkan pembiayaan public dengan biaya dan resiko rendah dan jangka panjang. Keempat, pengelolaan fiscal dan utang semakin baik.

Menyesatkan

    Argumentasi pemerintah itu jika tidak diperbaiki, menyesatkan. Ada indikasi, deficit APBN semakin menggelembung tiap tahun. Neraca yang deficit hanya ditindak lanjuti dengan solusi intant. Utang bukan menaikkan pendapatan Negara dari usaha asing dan sumber daya alam kita.

    Terkait rasio dengan PDB, melihat dari kacamata itu tampak manis; rasio pinjaman, SBN, dan PDB setiap tahun menurun. Hingga 2013 hanya berkisar 16,6 persen hingga 23,1 persen. Bahkan pada 2012, Indonesia dalam rasio utang dengan PDB lebih baik dari Negara yang mengalami krisis, seperti Italia (127 persen), Jerman (82 persen) Jepang (237 persen), atau AS (106,5 persen).

    Rasio PDB adalah total produksi dalam negeri beserta asing. Nah, bagaimana dengan rasio produk nasional bruto? Tentu hasilnya akan beda terkait produksi dalam negeri tanpa asing.

    Alih alih dengan argumen resiko rendah dan jangka panjang, hantu jatuh tempo utang, justru makin mengancam. Obligasi rekap BLBI jatuh tempo pada 2033 dengan nilai Rp 127 triliun. Ini mengerikan. Perampokan oleh pengusaha hitam tetapi beban utangnya dibiayai Negara.

    Jika terus dibiarkan, utang pemerintah akan menjadi bom waktu ekonomi Indonesia dan mempernganga jurang antara pemodal dan rakyat miskin. Langkah lebih radikal barangkali perlu dipikirkan oleh pemerintahan SBY: moratorium utang pemerintah. Meski bukan ide baru, moratorium utang khususnya dalam negeri, ini cukup realistis. Karena mayoritas utang dalam negeri sekitar 64 persen dari total utang. Utang dalam negeri itu dinikmati Bank pemerintah atau swasta. Pemerintah mudah mengambil sikap tegas.

    DPR sebagai pengawas pemerintah yang tak pernah dilibatkan dalam membahas utang, harus mengambil langkah politik yang tegas untuk menghentikan utang dan mendesak pemerintah untuk tidak meneruskan obligasi rekap yang hanya menguntungkan pengusaha nakal Orde baru yang saat ini terus menyusu kepada Negara. (diambil dari Kompas 13 juli 2013, penulis Apung Widadi, peneliti politik anggaran di Indonesia Budget Centre)

Kamis, 04 Juli 2013

Integritas


 

Kita menginginkan pemimpin yang berintegritas, kata buya Safii Maarif (kompas 16/5). Seperti apa pemimpin yang berintegritas itu? Michael Rogers, penulis Blog tentang kepemimpinan, memberikan contoh Abraham Lincoln sebagai seorang pemimpin yang berintegritas.

    Dikisahkan dalam suatu perjalanan malam di musim dingin seorang colonel pengawal Presiden menawari Abraham Lincoln sebatang cerutu, tetapi ditolak. Juga ketika Abraham Lincoln ditawari wiski untuk mengahangatkan badan. Ketika colonel itu bertanya, mengapa Abraham Lincoln menolak kedua tawaran itu, Lincoln menjawab, ketika ibunya sakit dan menjelang ajal, ibunya berpesan agar Abraham Lincoln menghindari rokok Dn alcohol. Lincoln berjanji akan mematuhi ibunya.

    Dalam sejarah islam, Umar bin khattab sering dijadikan contoh pemimpin yang berintegritas karena dia konsisten menegakkan hukum, termasuk kepada anaknya. Ia sendiri juga konsisten mematuhi hukum yang dia buat. Di Indonesia pemimpin yang berintegritas, umumnya terdapat pada era segera setelah kemerdekaan. Bung Hatta misalnya memilih mundur sebagai wakil Presiden daripada mendampingi Bung Karno yang ia anggap sudah tak sejalan lagi.

    Integritas pribadi sebenarnya lebih bermakna keutuhan diri. Keutuhan antara apa yang ia katakana dan apa yang ia lakukan. Keutuhan antara yang ia janjikan, termasuk kepada diri sendiri, dan apa yang ia perbuat. Konsisten pada pendirian tanpa ragu sedikitpun. Seperti kata peribahasa, biarpun dia diberi matahari ditangan kanan dan bulan di tangan kiri, tak akan semua itu membuat dia goyah dalam menegakkan kebenaran dan amanat yang dia terima.

Masih adakah?

    Masih adakah di Indonesia pemimpin yang seperti itu pada masa ini? Itulah yang dipertanyakan Buya Syafii Maarif yang juga mewakili pikiran banyak orang di negeri ini. Banyak yang ingin menjadi "pemimpin", tetapi yang mereka pikirkan bukan nasib yang dipimpin, melainkan nasib dirinya sendiri. Yang mereka pikirkan hanyalah apa yang akan dia peroleh dari kedudukan menjadi "pemimpin".

    Pola pikir feodal masih mengeram dalam benak mereka. Kedudukan yang berada "dia atas rakyat" membuat mereka merasa lebih wajib dilayani dan di dengar rakyat daripada merasa wajib melayani dan mendengar rakyat. Tidak peduli di badan legeslatif ataupun di eksekutif. Bahkan, kemudian mereka merasa di atas hukum yang mereka buat sendiri. Hukum hanyalah berlaku bagi bawahan dan rakyat sehingga muncul pameo kalau wakil menteri akan senang diangkat menjadi menteri, wakil rakyat justru menolak untuk diangkat menjadi rakyat.

    Integritas pribadi masuk dalam salah satu virtue atau sifat-sifat baik yang diharapkan ada dalam setiap manusia beradab. Virtue yang lain antara lain kejujuran, pruden, adil, dan berani (courage). Oleh karena itu barangkali sifat pemimpin yang diharapkan Indonesia bukan hanya punya integritas, tetapi juga mempunyai cirri-ciri virtue yang lain untuk membuktikan bahwa bangsa Indonesia masih tergolong bangsa beradab. Dalam masyarakat yang sudah sangat dipengaruhi hedonism ini, akan semakin sulit mencari pemimpin yang demikian itu.

Manajer dan panglima

    Dalam latihan kepemimpinan sering ditanyakan apa perbedaan pemimpin dan manajer. Setiap orang mempunyai jawaban masing-masing. Menurut saya, seorang pemimpin mempunyai kemampuan memotivasi pengikutnya untuk bergerak dengan cara menanamkan keyakinan untuk mencapai cita-cita bersama atau memotivasi pengikutnya tanpa iming iming imbalan materi.

    Pemimpin sering tidak terlalu memikirkan tata tertib dan urutan sesuai dengan hierarki. Namun, dia berani mengambil keputusan yang tegas, dan tanpa ragu pada saat diperlukan. Dia juga dapat memberi contoh berperilaku bagi yang dipimpin. Begitu ia tidak dapat menjadi contoh, hilanglah kekuatan kepemimpinannya.

    Manajer juga menggerakkan pengikutnya (bawahannya) untuk mencapai tujuan, tetapi harus menanamkan keyakinan pada mereka. Motivasi yang ia gunakan sering berupa insentif uang atau jabatan, Ia bergerak hanya dalam koridor strategi yang sudah ditetapkan sebelumnya. Tidak ada hubungan bathin yang kuat antara manager dan bawahannya.

    Berbeda lagi dengan seorang panglima perang. Ia harus menjadi seorang pemimpin dan manager. Ia harus mengkuti strategi yang sudah digariskan, tetapi ia harus dapat mengambil keputusan yang cepat dan tegas pada saat kritis karena dihadapkan pada pilihan kalah atau menang, dan risiko korban pada anak buah yang ia pimpin.

    Ia berani mengambil tanggung jawab jika pilihannya ternyata salah. Bahkan mungkin pada pilihan, biar saya mati agar Negara selamat. Keputusan perang puputan yang diambil Ngurah Rai, adalah keputusan seorang panglima yang memilih mati daripada menyerah.

    Mencari pemimpin yang berintegritas dan siap berkorban (setidaknya berkorban citra) di Indonesia saat ini, dan mungkin sesudah 2014, akan semakin sulit ketika godaan pemilik modal semakin menggiurkan. (Kompas 3 juni 2013, Kartono Mohamad, mantan ketua PB IDI)

Rabu, 03 Juli 2013

Hak atas Hutan dan Masyarakat Adat


 

Bagi sebagian terbesar penduduk Indonesia yang hidupnya dibatasi oleh wilayah wilayah perkotaan, hutan terasa sangat jauh. Seorang dikagumi dan dihargai, tetapi sebenarnya tidak betul betul dimengerti dari segi peran dalam hidup sehari hari.

    Sesungguhnya hutan merupakan inti dari masa depan bangsa dan kesejahteraan generasi mendatang. Dalam hutan tersimpan kekayaan alam. Hutan mengurangi emisi karbon dan efek rumah kaca sehingga mampu meredam perubahan iklim.

    Karena itu marilah kita mensyukuri kejutan positip pada tanggal 16 mei 2013, ketika suatu putusan bersejarah Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan hak Negara atas hutan milik adat seluas jutaan hektar yang selama ini menjadi habitat masyarakat adat dan komunitas local. Putusan ini mengembalikan hak untuk mengelola hutan mereka.

    Klaim pemerintah yang sekarang di nyatakan tidak sah tertanam dalam Undang Undang Kehutanan no 11 tahun 1999 yang menggolongkan hutan adat ke dalam hutan Negara. Ini memberikan kewenangan kepada pemerintah pusat atas hutan-hutan Negara kita. Kementerian kehutanan sampai saat ini berkuasa memberikan izin untuk menebang kayu, menumnuhkan perkebunan, dan untuk pertambangan meski tanah-tanah hutan itu sebelumnya dikelola turun temurun oleh penghuninya.

Alih fungsi

    Perusahaan besar sering mendapat izin mengonversi hutan hutan milik masyarakat adat untuk penebangan, kelapa sawit dan pertambangan. Pengalihan fungsi hutan menjadi penyebab terbesar konflik antara pemerintah dan masyarakat local. Karena itu Keputusan MK atas permohonan uji materi oleh aliansi masyarakat adat nusantara (AMAN) sungguh melegakan. Pihak AMAN memperkirakan 40 juta masyarakat adat kembali mejadi pemilik sah dari hutan hutan adat kita.

    Putusan ini menjadi pukulan bagi Kementerian Kehutanan yang selama puluhan tahun mendapat revenue besar dari hutan. Memang sampai saat ini belum jelas bagaimana implikasi nyata keputusan historis dari MK ini, tetapi seorang pejabat di Kementerian Kehutanan sudah menyatakan bahwa wilayah hutan adat itu jauh lebih kecil dari perkiraan 40 juta hektar dan pelaksanaan keputusan itu butuh waktu ber tahun-tahun.

    Yang pasti keputusan itu memperkuat masyarakat adat dalam proses hukum di pengadilan mengenai kasus tanah. Hal ini akan mengurangi kriminalisasi yang sembarang terhadap masyarakat adat. Pada jangka panjang putusan MK akan mengurangi konflik atas pengelolaan hutan yang sekarang melibatkan hampir 20 000 desa di seluruh Indonesia.

    Banyak yang tak merasa bahwa masalah tanah adalah salah satu penyebab terbesar konflik, di susul agama dan etnis. Karena itu, masuk akal ketika Abdon Nababan dari AMAN mengatakan bahwa keputusan ini mengembalikan rasa kebangsaan dan kepemilikan masyarakat adat. Negara tak bisa mengusir masyarakat dari hutan adat yang menjadi sumber kehidupan mereka.

Deklarasi

    Pada 27 mei 2013, AMAN meluncurkan Deklarasi dan Petisi untuk ditandatangani masyarakat Indonesia. Tiga titik berat Petisi adalah 1) Mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera melaksanakan keputusan MK termasuk penyelesauan konflik adat dan sumber daya alam di wilayah wilayah milik masyarakat adat. 2) Mendesak Presiden memberikan ammesti kepada masyarakat adat yang terlibat proses hukum atau diputuskan bersalah menurut Undang Undang no 41/1999 mengenai hutan 3) Mendesak diterbitkannya Undang Undang perlindungan dan pengakuan hak masyarakat adat.

    Hutan adalah sumber kehidupan Indonesia. Menurut suatu studi tahun 2007 oleh Bank Dunia, Indonesia menjadi Negara penghasil gas rumah kaca ketiga terbesar setelah AS dan China, terutama karena kerusakan hutan dan tanah gambut. Dalam Masterplan percepatan dan perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, dampak lingkungan tak selalu diperhitungkan.

    Kini Presiden SBY sedang berusaha mengurangi pengaruh buruk Masterplan tersebut. Konsep Green Economy akan di masukkan sebagai bagian dari rencana pembangunan arus utama. Tahun 2009, Presiden menargetkan pengurangan emisi karbon minimal 26 persen pada 2020. Pada 2011, Presiden memberlakukan ,moratorium dua tahun terhadap pengolahan fungsi hutan yang di perkuat oleh perjanjian bernilai 1 milayar dollar dengan pemerintah Norwegia.

    Pada 16 Mei 2013, SBY menandatangani Keputusan Presiden untuk memperpanjang moratorium selama dua tahun lagi. Mengembalikan hutan adat kepada pemiliknya yang sah merupakan langkah yang benar dalam arah yang benar.

    Deklarasi untuk hutan adat 27 mei 2013 merupakan wujud pekikan rakyat menyusul kepatuhan MK. (Kompas 7 Juni 2013, Wimar Witoelar, konsultan komunikasi Ekonomi Hijau)